Jumat, 21 November 2008

Tanamkan Nilai Kepahlawanan

MESKI Hari Pahlawan telah lewat, namun nilai-nilai kepahlawanan sejatinya harus berada dalam diri setiap manusia. Dengan begitu, manusia menjadi paham akan tujuan hidupnya dan nilai-nilai yang harus ia jalani dalam hidup. Dalam hajatan Hari Pahlawan kemarin kami mengajak untuk merenungi kembali makna pahlawan dan apa yang dapat dilakukan untuk mengisi hari-hari ke depan penuh heroisme, sebagai seorang individu dan masyakarat.

Secara harfiah, pengertian pahlawan adalah orang yang mendapat pahala, penghargaan, orang yang berjasa luar biasa bagi negara dan bangsa semasa hidupnya. Tapi, sekarang banyak orang yang berjasa luar biasa sudah dikatakan pahlawan, padahal belum tentu berguna bagi negara dan bangsa. Maka itu, seseorang haruslah menjadi contoh untuk orang lain. Dalam tujuan besarnya untuk mewujudkan tujuan manusia hidup, yaitu sejahtera, adil, aman, dan damai. Selain itu, ia juga harus melaksanakan nilai-nilai dasar kehidupan, yakni jujur, disiplin, tanggung jawab, visioner, mau kerja sama, adil, dan peduli.

Nilai-nilai kepahlawan di masyarakat kita masih banyak yang terpatri. Hanya masalahnya orang-orang itu tidak merasa memilikinya. Jangan lupa, to be hero harus berangkat dari zero. Zero itu ikhlas, jadinya zero mind atau tidak punya pikiran apa-apa, maksudnya yang dipikirkan hanyalah bagaimana membuat dunia itu aman dan damai. Hamemayu hayuning bawono, atau baldatun thoyibatun wa robbun ghafur. Di Departemen Sosial –dalam rangka untuk menanamkan wawasan kebangsaan tersebut- kami yang bertugas untuk bagian ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya' selalu menggelorakan semangat tersebut. Kredonya adalah dengan KUTabung atau ”kerja, untung, dan tabung”, yang oleh Kabinet Indonesia Bersatu terwakili dalam semangat triple track: employmen, income, growth. ....◄Selengkapnya di http://www.jurnalnasional.com/?med=Koran%20Harian&sec=Sosok%20dan%20Sketsa&rbrk=&id=72280&detail=Sosok%20dan%20Sketsa

Selasa, 11 November 2008

Mengapa Jam 08.15?

PADA saat kami mengadakan Sarasehan tanggal 04 November 2008 ada pertanyaan dari peserta yang menggelitik. Beliau adalah peserta dari militer yang mempertanyakan mengenai jam 08.15 sebagai waktu dimulainya berdoa. Seperti telah diketahui setiap tanggal 10 November -sebagai bagian dari peringatan Hari Pahlawan- kita diharuskan untuk berdoa selama 60 detik dalam rangka mengenang jasa pahlawan, dan dimulai pukul 08.15. Ternyata Dr Bambang W Suharto memiliki kajian sejarah mengenai hal tersebut. Pemilihan pukul 08.15 karena pada jam itulah pasar Turi di Surabaya mulai dibom oleh Sekutu. Terhitung ratusan nyawa sipil telah tercerabut dan kemudian rakyat Indonesia atau arek-arek Surabaya berupaya membalas. Benar-benar sebuah perang yang mengharubiru, tak terhitung kematian ribuan rakyat dan ratusan sekutu yang terjadi di perang tersebut. Bagi saya secara spirit angka "08.15" bukanlah kebetulan. Ia menyiratkan mengenai serentetan semangat kehidupan. Angka 8 (delapan) adalah penjuru mata angin, sedangkan 1 (satu) adalah Tuhan yang Tunggal, dan 5 (lima) adalah Pancasila.

Pembaca yang budiman, jajaran instansi di Ditjen Pemberdayaan Sosial memiliki 3 (tiga) kegiatan besar yakni peringatan Hari Pahlawan 10 November 2008, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) 20 Desember 2008 dan Pertemuan Menteri Sosial se-Asia Timur di Denpasar, 17-19 November 2008. Pertemuan Mensos se-Asia Timur (EAMFF - East Asia Ministrial Forum on Family ) akan dihadiri 16 menteri dari negara ASEAN, Australia, China dan Jepang dan dibuka Menko Kesra Aburizal Bakrie, sedang Mensos RI Bachtiar Chamsyah akan menjadi pembicara utama dengan bahasan keberhasilan keluarga berencana (KB) dan keluarga harapan di Indonesia. Sedangkan Ketua Hari Pahlawan Tinton Suprapto mengatakan, kegiatan Harwan antara lain diisi penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada 11 putra Indonesia terbaik (7/11), upacara tabur bunga di TMPN Kalibata, Jakarta (10/11) dengan Irup Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan tabur bunga di laut Tanjung Priok Jakarta (10/11) dengan Irup Ketua DPR Agung Laksono. Hari Pahlawan 2008 juga diisi kegiatan napak tilas dari daerah tempat para pejuang mempertahan kemerdekaan dengan membagi brosur berisi nilai kepahlawanan dan pemantaban persatuan dan kesatuan bangsa, mulai Yogyakarta, Solo, Wonogiri hingga menuju finish di Kota Blitar, Jawa Timur sebagai pusat berdirinya Pembela Tanah Air (PETA) dan tempa makam Proklamator RI Soekarno. Sementara itu, Ketua Panitia HKSN Bambang W Suharto mengatakan, peringatan HKSN bertema "Bersama dan Peduli" dimaksudkan menggugah seluruh komponen bangsa Indonesia untuk saling bantu membantu dalam memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dan bersatu dan peduli mengatasi dampak krisis finansial dunia. Kegiatan HKSN 2008 antara lain diisi seminar, olah raga sepeda santai, pameran hasil kerajinan dari produksi kelompok usaha bersama, lomba menulis dan foto bagi pelajar serta peringatan puncak di Jakarta tanggal 20 Desember.*
.....◄Selengkapnya di http://www.formatnews.com/?act=view&newsid=9275&cat=16

Dinamika Uang Negara

PENGALAMAN pada akhir tahun dan awal tahun, kami di kementerian dan lembaga akan berkutat dengan anggaran. Pada tahun ini bahkan kami di Direktorat Jenderal akan bertambah sibuk daripada tahun biasanya, mengingat beberapa perubahan eksternal –seperti kenaikan minyak dunia- dan internal –kebijakan Depkeu- yang menyebabkan perubahan asumsi yang telah ditetapkan dalam agenda kegiatan direktorat jenderal. Hari-hari berisi dengan anggaran dan rencana kerja tersebut mau tidak mau membuat saya dengan staf saya membuka referensi perundangundangan –salahsatunya adalah Undang Undang no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sekelumit ringkasan hasil diskusi bersama dengan staf tertuang dalam Renungan edisi kali ini.◄N E X T on http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/dinamika-keuangan-negara-dalam-era-yang.html

Minggu, 09 November 2008

Merenungkan Makna Setia Kawan

KEPAHLAWANAN tidak hanya berhenti pada aras sejarah. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan, atau minimal mewarisi makna kepahlawanan dalam diri kita. Sifat-sifat itu adalah kejujuran, keberanian, kerelaan berkorban, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau bahkan individu. Sifat-sifat tersebut perlu selalu kita sosialisasikan terutama karena tahun depan kita menghadapi Pemilihan Umum 2009. Saat kita terbagi dalam partai, saat itulah suasana kebatinan wawasan kebangsaan kita diuji, kepentingan manakah yang kita dahulukan. Secara lebih jauh, bila kita dihadapkan pada globalisasi terutama budaya dan ekonomi, maka kesetiakawanan kita juga diuji. Kesetiakawanan harus selalu kita gelorakan baik kepada diri sendiri, kepada lingkungan atau alam sekitar, kepada ibu pertiwi, kepada orang tua kita, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari katagori waktu, terminologi “kepahlawanan”, “kesetiakawan”, dan “keluarga” dapat ditenggarai aspek kesejarahannya. Nilai kepahlawanan adalah masa lalu. Kesetiakawanan adalah saat ini. Keluarga adalah masa depan. Masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri, masa sekarang adalah karunia. Bagaimana menurunkan nilai-nilai kepahlawanan yang masa lalu, untuk menjadi sikap setiakawan pada masa kini, dan diwariskan kepada keluarga kita sebagai aset masa depan. Pada peringatan HKSN tahun 2006 Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.█
Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Karang Taruna

KARANG Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas kesadaran dan tanggungjawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda diwilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial. Karang Taruna lahir tanggal 26 September 1960 di Kelurahan Bukit Duri Kampung Melayu Jakarta Selatan. Diprakarsai oleh Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAW) dan Lembaga Sosial Kampung (LSK) bekerja sama dengan Jawatan Pekerjaan Sosial. Sifat Stelsel Pasif ( setiap warga generasi muda yang berada dan berdomisili di Desa/Kelurahan tersebut adalah Warga Karang Taruna ( Tidak ada penerimaan anggota ). Bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Rekreasi Olahraga dan Kesenian (ROK). Karang Taruna sebagai mitra utama Kepala Desa/ Lurah, karena merupakan satu-satunya wadah Kepemudaan di Desa/Kelurahan yang bergerak dibidang UKS. Kepanjangan tangan Kepala Desa/Lurah dalam menangani permasalahan sosial kepemudaan di desa/kelurahannya. Perekat semangat NKRI di desa/kelurahan. Kemudian sebagai pendamping sosial bagi seluruh proses pembangunan dalam rangka penanganan PMKS di desa/kelurahan. Karang Taruna merupakan wadah kaderisasi kepemimpinan desa/kelurahan. Data kami di Ditjen Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial pada tahun 2006, upaya Pemberdayaan sosial yang dilaksanakan terhadap PSKS telah banyak meningkatkan jumlah PSKS, yaitu sebagai berikut: Dari jumlah Orsos 17.620, dan sebanyak 7.747 telah diberdayakan jumlah Karang Taruna 64.811, sebanyak 9.037 telah diberdayakan; jumlah PSM 364.427, sebanyak 26.364 telah diberdayakan. ◄Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/10/pemuda-harapan-bangsa.html Diringkas dari Renungan bulan Oktober 2008 paruh kedua Majalah Komite

Mengembalikan Peran Keluarga

MUNGKIN akan menjadi perihal yang ambisius dan berlebihan kalau Pemerintah menyatakan mampu meng-cover 220 juta rakyatnya agar memiliki ketahanan dalam menghadapi gejolak lingkungan –baik negara maupun dunia- tanpa kecuali. Pemerintah memiliki keterbatasan finansial, manajerial, dan organisasional. Tetapi setidaknya terdapat upaya-upaya untuk menyadarkan rakyat mengenai situasi dan kondisi kebangsaan dan global saat ini. Pemerintah mengembalikan perannya sebagai fasilitator sementara masyarakat adalah aktor dalam pembangunan. Semuanya dalam kerangka kerjasama dengan akademisi, dunia usaha, baik swasta, maupun perbankan. Pemerintah mengingatkan masyarakat yang berkelompok dalam keluarga untuk memiliki kesadaran komunal yang akan ditularkan kepada anak-anaknya secara individual, hal itu mungkin akan lebih mendasar dan mengena dikaatkan peran Pemerintah dalam berbangsa dan bernegara. Dalam hal pemberdayaan keluarga Departemen Sosial memiliki tenaga pendamping seperti Lembaga Ketahanan Keluarga atau LK3, kemudian Karang Taruna, Petugas Sosial Kecamatan, Pekerja Sosial Masyarakat, dan Manager Sosial Kecamatan/ Kota. Peran para pendamping ini adalah “mengingatkan” kepada para anggota keluarga bahwa mereka mempunyai potensi untuk memajukan bangsa dan negara, dan agar memiliki unsur ketahanan dalam menghadapi tantangan dari luar. ◄Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Strong Family Strong Nation

STRONG family, strong community, strong government, strong nation. Demikian pernyataan banyak pihak saat menanggapi presentasi kami di acara sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan Depsos yang diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bhakti. Acara mengambil tema “Kesetiakawanan dan kepahlawanan berawal dari keluarga (Solidarity and Heroism begin from home)”. Intinya bagaimana menurunkan nilai-nilai kepahlawanan yang masa lalu, untuk menjadi sikap setiakawan pada masa kini, dan diwariskan kepada keluarga kita sebagai aset masa depan. Mengembalikan peran keluarga sebagai tempat pembelajaran akan menjadi relevan karena eksistensi Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah negara. Kalau baik kehidupan keluarganya, seharusnya baik pula negara tersebut. Kalau kita amati akhir-akhir ini, kekerasan kemudian tawuran, dan sederetan peristiwa yang membuat hati kita miris, adalah berawal dari keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta kasih dan penuh penghargaan, tentu berbeda perkembangannya setelah dewasa. Pada saat sarasehan tersebut pak Soerya Poetranto menyebutkan hasil penelitian bahwa anak-anak yang sukses dalam pendidikan –katakan dalam level master- hampir dipastikan berasal dari keluarga yang memang memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya di masa depan. Ketika menghadiri undangan menjadi pembicara di sebuah acara perenungan nilai-nilai Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, saya menyatakan bahwa keberhasilan generasi masa depan adalah ketika bertanggungjawab dalam menyatakan, ”Siap Berkeluarga”. Dengan menyatakan kesiapan maka akan muncul pula regenerasi masa depan yang siap –demi menyongsong citacita yang lebih baik. ◄Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Kondisi-Nasional, Kondisi-Global

PEMBACA yang budiman, kondisi berbangsa dan bernegara sekarang ini dirasakan kondusif dengan nuansa demokratis yang telah berhasil dijaga keberlanjutannya oleh segenap komponen bangsa. Tetapi pada sisi lain suasana global merupakan tantangan bagi bangsa dan negara untuk mengatasi ancaman dan gangguan yang mungkin timbul. Beberapa bulan ini situasi ekonomi dunia baru dilanda keadaan mencemaskan yang terutama menerpa negara-negara maju. Menjelang akhir tahun kami di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan disibukkan dengan acara Hari Pahlawan tanggal 10 November, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tanggal 20 Desember. Tahun ini ditambah satu kegiatan yang melibatkan 16 kementerian sosial negara-negara ASEAN plus Australia, China, dan Jepang yang akan hadir untuk membahas masalah-masalah sosial di Bali, 17-19 Desember 2008 dalam acara East Asia Ministerial Forum on Families (EAMFF). Acara sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 04 November 2008 dengan mengambil tema “Kesetiakawanan dan kepahlawanan berawal dari keluarga (Solidarity and Heroism begin from home)”. Selain ekonomi, kondisi sosial budaya menjadi perihal yang juga patut diperhatikan. Dalam aspek ekonomi Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan strategi dan aksi menghadapi krisis dunia yang sepertinya telah menjadi siklus dasawarsa. Sedangkan aspek sosial-budaya dijaga oleh kementerian/ lembaga di bawah koordinasi Menko Kesra. Di tengah krisis dunia, program pemberdayaan yang diarahkan kepada sektor riil –seperti program dalam naungan Depsos yaitu Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, serta Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial- diharapkan menjadi jaring pengaman sosial untuk katup-katup ekonomi rakyat agar tetap bergerak, dalam koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM.
Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Menyiasati Anggaran yg Terbatas

KEADILAN Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan amanat untuk mewujudkan kesejahteraan umum seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kita kenal mekanisme tax and subsidy. Barangkali yang sering kita lupa adalah subsidi itu pajak-minus. Hal tersebut hanya dapat difasilitasi oleh kebijakan sektor riil. Subsidi tidak apa-apa sepanjang hal tersebut akan dimanfaatkan kelompok masyarakat yang lemah untuk pemberdayaan. Pemberdayaan yang nantinya akan membuat kesenjangan menjadi semakin tipis. Komprominya di tengah anggaran yang terbatas adalah eksistensi kebijakan subsidi langsung contohnya conditional cash transfer seperti bantuan langsung pemberdayaan. Dengan tambahan catatan pula, pendataan by name by address penerima yang kuat. Dengan CCT maka masyarakat dapat bekerja, kemudian mendapatkan keuntungan, dan menyisakannya untuk ditabung. Kerja, untung, tabung, yang dalam kaidah ekonomi pembangunan dikenal dengan mekanisme employment - income - growth...... ◄Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/pancasila-sebagai-panduan-kehidupan.html

Senin, 20 Oktober 2008

Pemuda Harapan Bangsa

SAYA sungguh mendapatkan kehormatan ketika diundang oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga untuk menyampaikan materi mengenai “Membangun Karakter Bangsa” pada Dialog Pemuda Tingkat Nasional di hari Selasa 21 Oktober 2008 di Jakarta. Ketika makalah sudah dipersiapkan, beberapa jam sebelum jam 13 (sesuai acara) saya mendapatkan tugas dari Departemen yang tidak bisa ditinggalkan.
Pemuda juga merupakan agent of change. Menurut data dari Kemenegpora jumlah pemuda pada tahun 2005 adalah sekitar 81 juta jiwa dan diperhitungan tahun 2015 sebanyak 87 juta jiwa. Salahsatu tugas Depsos adalah mengembangkan potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS). PSKS adalah mitra utama Departemen Sosial/Instansi Sosial yang juga menangani PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). PSKS meliputi Karang Taruna, ORSOS (organisasi sosial), PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), dan WKSBM (Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat).
Data kami di Ditjen Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial pada tahun 2006, upaya Pemberdayaan sosial yang dilaksanakan terhadap PSKS telah banyak meningkatkan jumlah PSKS, yaitu sebagai berikut: Dari jumlah Orsos 17.620, dan sebanyak 7.747 telah diberdayakan jumlah Karang Taruna 64.811, sebanyak 9.037 telah diberdayakan; jumlah PSM 364.427, sebanyak 26.364 telah diberdayakan. Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas kesadaran dan tanggungjawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda diwilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
Karang Taruna lahir tanggal 26 September 1960 di Kelurahan Bukit Duri Kampung Melayu Jakarta Selatan. Diprakarsai oleh Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAW) dan Lembaga Sosial Kampung (LSK) bekerja sama dengan Jawatan Pekerjaan Sosial. Sifat Stelsel Pasif ( setiap warga generasi muda yang berada dan berdomisili di Desa/Kelurahan tersebut adalah Warga Karang Taruna ( Tidak ada penerimaan anggota ). Bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Rekreasi Olahraga dan Kesenian (ROK).
Karang Taruna sebagai mitra utama Kepala Desa/ Lurah, karena merupakan satu-satunya wadah Kepemudaan di Desa/Kelurahan yang bergerak dibidang UKS. Kepanjangan tangan Kepala Desa/Lurah dalam menangani permasalahan sosial kepemudaan di desa/kelurahannya. Perekat semangat NKRI di desa/kelurahan. Kemudian sebagai pendamping sosial bagi seluruh proses pembangunan dalam rangka penanganan PMKS di desa/kelurahan. Karang Taruna merupakan wadah kaderisasi kepemimpinan desa/kelurahan. Diringkas dari Renungan bulan Oktober 2008 paruh kedua Majalah Komite

Kamis, 16 Oktober 2008

Pengurangan Kemiskinan OTRT

MENGUTIP dari buku ““Evaluasi 3 (Tiga) Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009: Bersama Menata Perubahan” terbitan Bappenas tahun 2008 dinyatakan bahwa secara umum dalam rangka penanggulangan kemiskinan, capaian positif ditunjukkan dengan berkurangnya angka persentase penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin sudah hampir menyamai sebelum krisis. Bahkan, dalam persentase, tingkat penduduk miskin lebih rendah daripada saat sebelum krisis yang tercatat sebesar 17,50 persen. Sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen. Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini. Dengan demikian jumlah penduduk miskin relatif bisa dikendalikan mengingat beberapa bencana, goncangan eksternal, dan jumlah penduduk yang meningkat terus selama itu. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah sebesar 16,6 persen sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 16,58 persen. So upaya selama ini “on the right track” (OTRT).Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/di-mana-rakyat.html OTRT= on the right track

Di Mana Posisi Rakyat?

RAKYAT biasanya mudah sekali didefinisikan dalam konteks politis, namun sangat susah diterjemahkan secara ekonomis. Dalam politik kenegaraan rakyat ditempatkan secara terhormat dalam definisi “kedaulatan rakyat” yang selanjutnya diaksentuasikan lebih tegas secara operasional sebagai “dari, oleh dan untuk rakyat”. Perwujudan politisnya kemudian adalah sistem demokrasi dimana didalamnya terdapat partisipasi politik rakyat secara aktif dalam segenap proses pengambilan keputusan. Paling tidak kita telah melahirkan dua jenis demokrasi yaitu demokrasi terpimpin (orde lama) dan demokrasi pancasila (orde baru), terlepas apakah kedua sistem itu demokratis atau tidak. Sementara, secara ekonomis sampai saat ini definisi keterlibatan rakyat dalam keseluruhan konstelasi perekonomian masih relatif kabur dan seringkali menjadi perdebatan akademis yang tak kunjung usai. Pengertian ekonomi kerakyatan yang secara gamblang dan lugas telah dieksplorasi oleh para founding fathers kita - yang lantas dilegitimasikan kedalam konstitusi negara - ternyata masih belum mampu melahirkan sistem perekonomian yang dapat dioperasionalkan dalam kehidupan sehari-hari. Reformasi dan krisis ekonomi akhirnya menjadi “berkah” sekaligus “pelajaran” yang berharga bagi kita untuk menemukan kembali definisi rakyat yang sesungguhnya ..... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/menemukan-kembali-rakyat-dalam.html try to copy, paste, then enter

Selasa, 07 Oktober 2008

Komponen Kegiatan

PADA tahun 2007 Departemen Sosial lebih dimantapkan dengan cara setiap provinsi diminta memilih dua contoh kabupaten, yang tiap kabupaten kemudian memilih dua kecamatan. Dari tiap kecamatan ini, memilih lima desa. Tiap desa memilih 10 kelompok usaha bersama. Dan tiap kelompok usaha bersama memilih 10 orang yang memenuhi kriteria kemiskinan yang produktif yang bisa berkembang. Untuk itu, 132 kecamatan nanti yang jadi percontohannya tersebar diseluruh provinsi dan kuncinya adalah pertama adanya dinas yang peduli terhadap masalah sosial. Yang keduanya adalah harus ada orang yang menjadi penanggung jawab. Selain itu, yang ketiga, harus ada program yang berkelanjutan dan menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan. Dan yang keempat harus ada tenaga pendampingnya. Departemen sosial akan fokus kepada karang taruna, pekerja sosial masyarakat dan organisasi masyarakat yang peduli terhadap masalah sosial. Yang kelima ada monitoring dan evaluasi sehingga dapat menjadi program dan memperbaiki data base kita sesuai dengan data yang dimiliki yaitu by name by address.
Memberdayakan masyarakat ditengah kompleksitas persoalan di Indonesia membutuhkan energi yang sangat besar. Karenanya diperlukan kerjasama yang baik lintas sektor. Dalam rapat pimpinan di jajaran departemen sosial hal ini menjadi salah satu agenda pembicaraan. Kita memerlukan aliansi dan kemitraan, sinkronisasi internal dan eksternal. Kerjasama yang hendak dibangun adalah kerjasama internal, eksternal sampai ketingkat global. Kerjasama internal Depsos, terdiri dari tiga dirjen yakni Dirjen Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial yang mengurusi mereka yang cacat dan bermasalah, Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial dan Dirjen Pemberdayaan Sosial. Selain itu kerjasama dengan Balai Pendidikan dan Penelitian yang terdapat di delapan provinsi dan juga bersinergi dengan Inspektorat Jenderal. Di eksternal dengan berbagai sektor karena masalah sosial tidak bisa lepas dari sektor lain, seperti sektor pendidikan, kesehatan dan sektor ril, termasuk juga sektor pertahanan keamanan dan luar negeri. Bahkan saat Mensos menghadiri ministerial meeting ditingkat Asean juga menegaskan adanya kerjasama di tingkat internasional dari Malaysia, Filipina, Singapura, dan seluruh Negara Asean.█ Selengkapnya di http://edisi-xii.leadership-park.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15&Itemid=27

Revolusi Hati Nurani

MEMBANGUN kemitraan dan kebersamaan bukanlah hal yang sulit. Merunut jejak sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa, gotong royong adalah roh bangsa ini. Tetapi perjalanan kita berkata lain. Seperti ada yang terputus dalam jaring sejarah Indonesia. Ketimpangan dan jurang terbuka lebar antara kaum kaya dengan miskin. Kondisi ini memprihatinkan. Pada dasarnya orang hidup itu sejatinya haruslah setiakawan. Dalam arti bahwa manusia harus hidup bergotong-royong menciptakan rasa aman tenteram dan damai. Argumentasi itulah yang menjadi pijakan Departemen Sosial melaksanakan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) setiap tahun, tepatnya 19 Desember. Pelaksanaan HKSN menjadi salah satu momentum untuk mengingatkan kembali kesetiakawanan sebagai jati diri manusia Indonesia. Departemen Sosial menetapkan langkah-langkah mewujudkan kesetiakawanan itu. Langkah yang disebut dengan Revitalisasi Depsos itu terdiri dari, pertama reorientasi dari sekedar belas kasihan menjadi kasih sayang. Kedua reorientasi dari sekedar memberi menjadi memberdayakan. Ketiga aliansi yaitu kemitraan yang diwujudkan dalam setia kawan. Keempat implementasi yaitu tidak lagi berwacana tetapi langsung menyelesaikan tiga masalah utama, yaitu pengangguran, kemiskinan dan pertumbuhan. Kelima yaitu monitoring dan evaluasi, bahwa setiap langkah yang dilakukan pemerintah harus dipantau. Kita tidak mungkin lagi menggunakan konsep lama. Ini revolusi pemikiran hasil dari pengkritisan strategi pemberdayaan yang telah kita lakukan sebelumnya. Maka, judul dari langkah ini adalah revolusi hati nurani. Revolusi yang dimulai dari hati. Memberdayakan masyarakat ditengah kompleksitas persoalan di Indonesia membutuhkan energi yang sangat besar. Karenanya diperlukan kerjasama yang baik lintas sektor.█ Selengkapnya di http://edisi-xii.leadership-park.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15&Itemid=27

Senin, 06 Oktober 2008

Masyarakat Modern dan Tradisional

KEUNTUNGAN dari keberadaan pasar persaingan sempurna adalah kemampuannya untuk mencerminkan harga keseimbangan sebagai harga yang sesunguhnya diinginkan masing-masing pelaku ekonomi. Persaingan karena banyaknya penjual/ pembeli akan membuat semakin efisiennya dinamika ekonomi yang terjadi. Pertanyaannya, bagaimana apabila struktur pasar telah mengejawantah persaingan sempurna namun masih terjadi kegagalan pasar? Dalam hal ini Pemerintah perlu untuk bertindak dengan mengintervensi pasar. Bisa dengan ceiling price maupun floor price, atau menambah jumlah uang beredar dan menaik/ turunkan suku bunga dalam ilmu moneter. Dalam beberapa program Pemerintah seperti dalam program penanggulangan kemiskinan, masyarakat diingatkan agar ’seimbang’ melalui komponen pendamping, misalnya para Manager Sosial Kecamatan atau Maskot dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang tugasnya adalah mengingatkan masyarakat agar kembali menuju keseimbangan. Pengibaratannya kurang lebih demikian. Ketika ketidakseimbangan terjadi dalam kehidupan kita, dalam kehidupan sehari-hari dengan tetangga, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apakah kita memang harus selalu menunggu kehadiran Pemerintah melalui intervensinya. Di sinilah perbedaan antara masyarakat modern dan tradisional. Masyarakat tradisional selalu menunggu uluran tangan Pemerintah –seperti dalam sebuah anekdot kasus bocornya genteng sekolahan yang tidak ditambaltambal karena menunggu bantuan Depdiknas. Sementara masyarakat modern berusaha untuk menyelesaikannya secara bersama dengan musyawarah dan mufakat. Dengan kesadaran sendiri maka mereka tanggulangi permasalahan secara bersamasama.█ Kutipan dari kolom Renungan bulan September 2008 /akhir

Percontohan Desa Wisata

PADA hari Sabtu tanggal 31 Maret 2007 kami bersama Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan Kunjungan Kerja bersama Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX dan jajarannya di lokasi Transmigrasi Lokal, Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Kegiatan ini sangat relevan dengan kesetiakawanan sosial. Saya sampaikan bahwa inti dari sebuah pembangunan manusia ada 5 (lima) langkah yang harus ditempuh, yaitu kerjasama dengan sang pencipta, kerjasama dengan sesama manusianya, setia kawan dengan alam, setia kawan dengan orang tuanya dan leluhurnya, serta kerjasama dengan dirinya sendiri. Yogya akan dijadikan pusat percontohan pembangunan manusia dan desa wisata, termasuk pembangunan sosial, maupun pembangunan ekonomi yang harus dipenuhi oleh masyarakatnya sendiri bagi daerah lain. Karena tanpa membangun ekonomi seperti berpakaian lengkap, makan kenyang, tidur nyenyak dan enak, pembangunan disegala bidang tidak akan mungkin dapat dilakukan.

Dalam rangkaian kunjungan kerja tersebut kami melihat areal seluas 150 hektar yang akan dijadikan percontohan desa wisata, di Bulak Dusun Mojo Legi, Karang Tengah, Imogiri, Bantul, kemudian melakukan penanaman perdana pohon jambu mete dari 4000 pohon yang akan ditanam sebagai makanan pokok ulat sutera liar, pelepasan kupu-kupu, dan penempelan telur ulat sutera liar di pohon jambu mete yang telah ada.█ Selengkapnya di http://nakertrans.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=41

Rabu, 03 September 2008

Pemerintah hanya Mengingatkan

PADA bulan September 2007 (awal) saya bersama Wakil Ketua DPR-RI Muhaimin Iskandar dan Direktur Corporate Social Responsibility (CSR) PT Riau Andalan Pulp and Paper (Riaupulp) Amru Mahalli, hadir pada acara Semiloka Pemetaan yang digelar Praktik Pelayanan Sosial Jurusan Sosiatri di Yogyakarta. Saya ingatkan sekali lagi. Dan hal ini sudah dimuat pada blog ini sebelumnya. Bahwa fungsi pemerintah dalam pembangunan sosial adalah mengingatkan, melindungi, dan memfasilitasi. Masyarakatlah yang paling berperan dalam pembangunan sosial. Pembangunan itu harus dengan kebersamaan, gotong-royong, dan kesetiakawanan. Masyarakat harus bersama memenuhi kebutuhan sendiri. Kesuksesan pembangunan sosial tidak akan terwujud kalau tidak ada sinergi antara pemerintah, kalangan bisnis (swasta), dan masyarakat madani (civil society). Untuk itu, rakyat harus ikut merencanakan, melaksanakan, dan menikmati pembangunan. Karena, pembangunan sosial berfungsi menyetarakan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun, kalau pemerintah dan masyarakat tidak mampu, maka harus digabung dengan kalangan bisnis. Untuk itu, katanya lagi kalangan bisnis harus punya jiwa sosial untuk memperbaiki negara ini. █ Selengkapnya di http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/konsep_files/bursa%20gagasan_114.htm

Kamis, 28 Agustus 2008

Sapa sing nandur...

HALAMAN ini membahas mengenai "Hukum Tebar Tuai". Agama mengajarkan kita tentang 2 (dua) hal: yang baik dan buruk. Ilmu pertanian memberi khasanah tentang 2 (dua) hal juga yaitu ”tabur dan tuai”. Siapa yang menabur benih akan menuai buah di kelak kemudian hari. Barangsiapa yang menabur kebaikan maka dia akan menuai kebahagiaan. Dalam pepatah Jawa terdapat pepatah sapa sing nandur bakal ngunduh yang artinya ”siapa yang menanam dia akan memetik hasilnya”. Mereka yang berbuat baik akan memetik hasilnya berupa kebaikan di kemudian hari. Sebaliknya yang berbuat buruk akan menerima nestapa. Hal yang sama diutarakan oleh seorang tokoh spiritual yang telah meninggal yaitu bunda Theresa yang pernah menyatakan ”Buah dari sunyi itu doa, buah doa itu iman, buah iman cinta, buah cinta pelayanan, buah pelayanan itu perdamaian”. Sedangkan Stephen Covey sang ahli motivasi terkini menulis ”Siapa menabur gagasan akan menuai perbuatan. Siapa menabur perbuatan akan menuai kebiasaan. Siapa menabur kebiasaan akan menuai karakter. Siapa menabur karakter akan menuai nasib”. Rekan saya dari Universitas Diponegoro, Prof Darmanto Jatman, menyebut hal ini sebagai hukum tebar-tuai. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/keseimbangan.html try to copy, paste, then enter

Working together to reduce pov

THE sentence "Working together to reduce poverty" is declared on 2000 by the world bank. Actually on the recent years after the spirit of “working together to reduce poverty” there’s a growing awareness of the need to address the problem of youth employment in Indonesia –both to provide decent work opportunites for young people and to allow Indonesia to get the full benefit in its economic and social development of their contribution. The time to combat poverty has arrived, sure that hard work lies a head. We have to commit to ending poverty. The first step is commitment to the task: focus to halving poverty by 2015 and struggle to ending poverty by 2025. Better that we did not wait for the rich and powerfull to come to rescue. The poor cannot wait.

Hence, corporate social responsibility or CSR emerges as a responsibility way of the corporation to maintain its beneficence and reduce the negative impacts. The negative impact could be exist resulted from the efforts to build the beneficence values. This objective will not be achieved without a synergetic cooperation between the corporation, community and government. CSR will be successful if the corporation’s plan of CSR conducted by the triple bottom line concept which be implemented by revolutionary change in corporate attitudes in positioning the corporation amid the community and government. Thus, there must be cooperation between corporations, government and community. Starting from this point Good Corporate Governance (GCG) can be achieved. Absolutely, the collaboration between CSR, Triple Bottom Line and GCG can reduce the number of the poor.█ Ringkasan. This article is presented in CSR Forum, at Jakarta, 26th of August 2008 ibl Jakarta

Optimalizing CSR

CORPORATE Social Responsibility (CSR) is a term that has in recent years increasingly entered into the language of business. It is a term that means many different things to different people, be they businessmen themselves, civil society, academia or public in general. It is a term that is itself subject to variation. To some it is corporate responsibility, to others private voluntary initiatives, to yet others corporate social opportunity. However, no matter what it is called the fundamentals remain the same: they are voluntary positive initiatives by business that look to go beyond legal compliance in a diverse range of social, economic and environmental areas. Corporate social responsibility is not new. Business has long recognized its role along side others in contributing to the development of the communities in which it operates. Finally, CSR is a business-led response to the business environment. Given the speed of change and uncertainties that exist in the marketplace, business needs the flexibility to respond quickly to market shifts. The voluntary nature of CSR and the vast range of often very innovative responses available to business mean that that responsiveness can be retained and that the social progress to which CSR contributes can continue to develop. The corporate policies on CSR have been automatically integrated in the corporate management system, written in policies on both annual and long term program. █ Ringkasan This article is presented in CSR Forum, at Jakarta, 26th of August 2008 ibl Jakarta

Community Development is not Enough

THE founding fathers of Indonesia has declared any countries goals to serve for its citizens. Any goals to become a truly government is written at the Preamble of Indonesian constitutional (Undang- Undang Dasar 1945 or UUD 1945) –by realizing common prosperity, educating national life, protecting the whole nation and fatherland of Indonesia, and following world order. The derivation of those goals is poverty alleviation. The strategic policy to reduce poverty is community development. It is a structured intervention that gives communities greater control over the conditions that affect their lives. Community development has to look both ways: not only at how the community is working at the grass roots, but also at how responsive key institutions are to the needs of local communities. Community development is not enough refers to constraint of the location. Directorate General of Social Empower, Department of Social Affairs, tried to achieve “Kecamatan as Center of Growth”. To alleviate poverty and doing community development, the government couldn’t do alone. We still tried to the implementation of “Working together to reduced poverty” by employment, income, and growth, or “Kutabung” (kerja, untung, tabung). --next-- Hence...█This article is presented in CSR Forum, at Jakarta, 26th of August 2008 ibl Jakarta

Budaya dan Pembangunan

SAMPAI dengan sekarang bagaimanapun Jawa adalah sentral. Tidak berbeda dengan apa yang terjadi di jaman Majapahit (abad 14), Belanda (abad 17-20), Inggris (abad 19), maupun Jepang (abad 20). Kondisi faktualnya adalah: Jawa merupakan kawasan berpenduduk paling padat, namun Jawa merupakan kawasan paling maju, dengan konsekuensi Jawa merupakan kawasan paling makmur. Kondisi ini sedemikian kontras, hingga kerajaan-kerajaan di Indonesia masa lalu dan para penjajah biasanya hanya membagi Nusantara menjadi Jawa dan luar Jawa, di mana Jawa menjadi sentral dan luar Jawa menjadi periferal. Jawa pasca kemerdekaan hingga hari ini tetap menjadi sentrum dari Indonesia. Pergolakan politik di luar Jawa tidak banyak berpengaruh bagi perubahan politik nasional dibanding pergolakan kecil di Jawa. Kondisi ini diperkuat dengan kebijakan sentralistik yang merupakan turunan dari kebijakan politik “Negara Kesatuan” yang dengan sengaja dipilih oleh para pendiri bangsa. Orde Baru dengan paradigmanya yang sentralistik dengan UU 5/1974 tentang Pemerintahan di daerah mengukuhkan kondisi sentralistik ini. Pembangunan Indonesia pun di sana-sini mendapatkan kritikan sebagai “Jawanisasi”. -- cut -- Adalah kurang bijaksana membawa diskusi ke ranah tersebut, karena dapat berkembang ke isu apakah kita harus memilih budaya politik Jawa atau bukan Jawa. Karena itu, hal pertama yang akan dikaji kemudian adalah MAKNA dari integrasi nasional itu sendiri, baru kemudian dipertautkan dengan karakter budaya yang memberikan dukungan secara efektif kepadanya. Silakan click http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/keseimbangan-ekonomika.html 2002

Keseimbangan Ekonomika

DALAM khasanah ilmu ekonomi, keseimbangan disebut dengan 'ekuilibrium’, being equal , suatu keadaan ketika kurva permintaan dan penawaran bertemu pada suatu titik. Namun kondisi ekuilibrium belum mencerminkan keadaan yang dinginkan oleh kedua pihak –yaitu produsen dan/ atau konsumen. Ketika struktur pasar dikuasai produsen –misalnya kasus monopoli dan oligopoli- maka titik equilibrium mencerminkan kecenderungan konsumen yang dirugikan, atau yang terjadi dead weight loss yaitu kesejahteraan yang hilang yang masing-masing pelaku ekonomi tidak mendapatkannya. Demikian pula ketika struktur sangat dikuasai konsumen, pada kasus monopsoni, maka produsen tidak mempunyai harga tawar –misalnya terjadi pada sektor pertanian sehingga petani sebagai produsen sangat dirugikan. Keuntungan dari keberadaan pasar persaingan sempurna adalah kemampuannya untuk mencerminkan harga keseimbangan sebagai harga yang sesunguhnya diinginkan masing-masing pelaku ekonomi. Persaingan karena banyaknya penjual/ pembeli akan membuat semakin efisiennya dinamika ekonomi yang terjadi. Syarat-syarat munculnya pasar yang seimbang adalah full employment (kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh), equal productivity (setiap orang memiliki kemampuan yang sama), rational efficient (masing-masing pelaku bertindak nalar). Tetapi apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka yang terjadi adalah kegagalan pasar, yang indikasinya adalah munculnya pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan –baik kesenjangan antar golongan penduduk, antar sektor, maupun antar daerah. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/keseimbangan.html try to copy, paste, then enter

Mengapa Kita Bisa Bersatu

SERING saya masih mencari tahu bagaimana dan mengapa rakyat Indonesia dulu dapat bersatu. Padahal kita lihat banyak perbedaan. Mungkin begini jawabnya. Bahwa perbedaan itu dapat disatukan, lantaran adanya Pancasila, diantara sila Pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa, yang dibingkai dalam lambang Burung Garuda, yakni Bhineka Tunggal Eka. Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, kita dapat disatukan, melalui simbol Pancasila. Oleh karena itu saya mendorong pemerintah sebaiknya melakukan kaji ulang untuk menerapkan Pedoman Pengamalan Penghayatan Pancasila (P4). Jika dulu cara penyampaiannya menggunakan model indoktrinasi, saat ini perlu diubah melalui diskusi dan membuka wacana luas, dengan substansi Pancasila masih diperlukan untuk mempererat NKRI. Pada dasarnya Indonesia ini mudah akan terjadi perpecahan, jika generasi penerus tidak menyadari adanya pihak asing yang ingin membuat Indonesia tidak kuat. Kemudian kita perlu adanya figur atau tokoh pemersatu yang berperan menjadi Bapak Seluruh Bangsa, pertengkaran sesama anak bangsa yang terus terjadi, upata stategis dari konspoirasi global, dan adanya nama Indonesia yang bukan asli dari Nusantara. Semua itu perlu diteliti lebih lanjut, apakah ada relevansinya dengan kejadian saat ini dimana banyak daerah ingin memisahkannya.
Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/prinsip-prinsip-mencegah-kekorupsian.html try to click

Character, Condition of economy, Capacity to repay, Capital, Collateral

USAHA Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM musti kita bantu dan dorong untuk berhubungan dengan perbankan, seperti skema program Kredit Untuk Rakyat atau KUR yang disosialisasikan gencar saat ini. Upaya pemerintah tersebut semestinya ditindaklanjuti dengan mindset pelayanan dari pihak bank. Selama ini UMKM, terutama usaha mikro, sangat sulit memenuhi kriteria 5-C, yaitu character (moral), condition of economy (produktivitas), capacity to repay (kemampuan membayar), capital (semangat kerja/berusaha), dan collateral (agunan tambahan) yang diterapkan perbankan dalam penyaluran kredit. UMKM, terutama usaha mikro dan bahkan gurem, kesulitan memenuhi kriteria collateral. Untuk menjembatani kesenjangan persepsi atau asymetric information antara pemerintah dengan UMKM dan bahkan dengan bank, beberapa program pemerintah menyediakan para pendamping. Seperti misalnya Penyuluh Pertanian Lapangan, Petugas Lapangan Keluarga Berencana, Pekerja Sosial Kecamatan, dan sebagainya... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/masjid-sebagai-center-of-empowerment.html

Prinsip-prinsip Mencegah Kekorupsian

BAGAIMANA resep yang sekiranya manjur untuk mengobati korupsi dari aspek spiritual? Setidaknya terdapat 4 (empat) hal untuk mencegah terjadinya korupsi. Resep yang sebenarnya sudah banyak diketahui orang --namun lupa untuk diterapkan. Pertama, bersikap jujur, kedua bertanggungjawab, ketiga disiplin, keempat menjalin kerjasama. Menjalin kerjasama dalam hal ini adalah tidak saling curiga, saling berbuat kebaikan. Apa itu berbuat baik? Ialah melaksanakan sifat-sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Korupsi pasti merugikan Negara, apalagi ia mengurangi hak orang lain. Namun yang sukar dibuktikan adalah yang dilakukan secara ‘suka sama suka’ secara massal, yang tidak mengurangi hak orang-orang tersebut. Kita memerlukan sistem yang mampu menutup potensi ke arah korupsi ‘korupsi jamaah' itu..... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/kesejahteraan-sosial-sebagai-senjata.html try to click

Kejujuran adalah....

KEJUJURAN adalah perkataan, pikiran, tulisan, dan langkah yang benar, sesuai dengan hati nurani. Karena sesungguhnya, hati nurani akan selalu berada pada kebenaran dan berbuat sesuatu Lillahita’ala, karena Allah semata. Karena kejujuranlah seseorang akan terhindar dari perbuatan yang dapat merusak dirinya dan juga yang merugikan orang lain. Kejujuran merupakan landasan kehidupan bagi umat manusia. Karena, apabila seseorang tidak jujur, berarti ia melakukan hal yang tidak benar, karena tidak melaksanakan petunjuk dari Tuhannya. Kejujuran itu akan menyiptakan Hamemayu Hayuning Bawono, membuat dunia menjadi lebih baik, menjadikan bangsa ini Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur. Jujur berarti melaksanakan Asmaul Husna, sebagai sifat Allah Al- Mu’min Yang Maha Jujur. Untuk menjadi pribadi yang jujur, dibutuhkan kesadaran dan latihan secara serius yang merupakan penyatuan antara cipta, rasa, dan karsa. Antara intelektual, emosional dan spiritual. Dalam Islam, itu dicontohkan dengan mendirikan sholat. Karena, dengan sholat itulah seseorang melakukan sesuatu kebaikan yang sesuai dengan perintah Tuhan, sesuai hati nurani dan sesuai dengan perputaran bumi. Selengkapnya di http://esqmagazine.com/artikel_dtl.php?id=423
hasil wawancara dengan ESQmagazine

Selasa, 26 Agustus 2008

Wajib Atasi Kemiskinan

UPAYA mengatasi kemiskinan dengan segala persoalannya adalah salah satu program yang mendapat prioritas tinggi dari pemerintahan SBY-JK. Arah pemerintahan SBY-JK sudah benar. Selain itu, SBY-JK adalah duet yang tangguh dan ideal dalam menghadapi tantangan global dan nasional yang kian keras. Demikian cuplikan wawacara saya dengan inilah.com pada akhir Juli 2008. Berikut petikannya Pemberdayaan sosial merupakan refleksi terhadap kajian pembangunan manusia Indonesia selama ini. Intinya, pembangunan nasional harus memberi banyak manfaat ekonomi dan sosial, walaupun keberhasilan tersebut masih menyisakan masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Kita sudah melihat dan melakukan berbagai upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan mulai era Orde Lama, Orde Baru, masa krisis ekonomi, dan terakhir adalah program Departemen Sosial, yakni Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial atau BLPS. Memang ada keterbatasan dana. Tahun 2007 lalu dana Ditjen Pemberdayaan Sosial hanya bisa menjangkau kurang dari 200 ribu KK orang miskin produktif. Program bantuan yang dilaksanakan ini merupakan program lanjutan yang sifatnya hanya berupa proyek tahunan. Mulai tahun ini kita bakukan dengan KUBE-KUBE binaan Departemen Sosial yang sudah ada bersama KUBe yang dibina oleh organisasi sosial, BKKBN, Pertanian, Kelautan, dan lainnya. Secara teoritis, Departemen Sosial harus memilih kelompok-kelompok yang sudah maju dan mempunyai pendamping. Syarat-syarat penerima bantuan tunai bersyarat di antaranya, yang bersangkutan hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan sebesar Rp 150 ribu per kapita/tahun dengan data dari BPS yang diusulkan oleh camat dan kepala desa. Dalam penyaluran bantuan ini, pemerintah memberlakukan asas kepercayaan sebagai agunan. ... █ SELANJUTNYA silakan click ke http://www.inilah.com/berita/2008/07/31/40879/pemerintah-wajib-atasi-kemiskinan/ akhir Juli tahun 2008

Kemerdekaan Sejati

SALAH satu perenungan mengenai arti kemerdekaan yang saya lakukan adalah dari SMS yang masuk pada tanggal kemerdekaan kita yang ke-63 kemarin. Menurut "yayi jenderal" yang juga saya amini, bahwa kemerdekaan yang sejati adalah hubungan atau komunikasi langsung. Dengan berkomunikasi langsung maka akan terjalin setiakawan, semangat gotong royong, upaya beraliansi dengan semua golongan. Hal tersebut merupakan cerminan sikap yang mengutamakan “musyawarah mufakat” sesuai dengan sila keempat Pancasila. Kesetiakawanan yang utama adalah dengan Allah SWT (hablum min Allah) yang merupakan cerminan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesetiakawanan ketiga adalah dengan alam seisinya, sebagai refleksi dari hablum min ardi. Hal tersebut juga mengindikasikan cerminan sila “Kemanusiaan yang adil beradab”. Kesetiakawanan berikutnya adalah dengan sesama manusia yang biasa disebut dengan hablum minannas, yang merefleksikan sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Kesetiakawanan dengan sesama ini untuk menunjang kehidupan yang lebih bahagia. Sesuai dengan hukum ekonomi supply and demand yang merupakan turunan dari hukum alam bahwa yang menanam akan memetik hasilnya. Hal tersebut relevan juga dengan hukum Allah SWT dalam surat Al Baqarah, laha makasabat wa alaiha maa tasabat. Kalimat terakhir ini merupakan simpul dari sila kelima, Keadilan Sosial bagi Rakyat Indonesia. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/syukur-kemerdekaan.html

Masjid sebagai Center of Empowerment

SURAT At Taubah ayat 18 dalam Al Quran menyebutkan, "Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk". Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada yang berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan" (sumber: wikipedia). Masjid disamping sebagai tempat beribadah umat Islam dalam arti khusus (mahdlah) juga merupakan tempat beribadah secara luas (ghairu mahdlah) selama dilakukan dalam batas-batas syari'ah. Mengapa Masjid penting? Masjid mempunyai peran penting karena tempat manusia berkumpul. Diperkirakan jumlah masjid saat ini di Indonesia mencapai 800 ribu buah, dengan data terakhir tahun 2004 sebanyak 643.834 buah masjid. Apabila kaum muslim mempunyai spirit memakmurkan masjid maka hal tersebut menjadi potensi yang luar biasa. Bagaimana merevitalisasi masjid? Masjid sebagai tempat musyawarah untuk pengambilan keputusan politik/ kebijakan, pendidikan anak dan pengajian, serta silaturahmi antar generasi..... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/memberdayakan-masjid.html

SOS: Satu Orang Satu

APABILA kita taksir ke angka kemiskinan atas, persentase sebesar 16,58 persen atau 17% adalah mendekati 20%. Berarti dari 5 orang Indonesia, 1 diantaranya adalah miskin. Lalu bagaimana 4 (empat) orang lain? Mestinya mereka bersama-sama mengentaskan satu orang yang miskin. Selama ini kita kenal “SOS” atau satu orang satu, seandainya satu orang Indonesia membantu satu orang lain –yang notabene miskin- maka selesai sudah kemiskinan di Indonesia. Waktu itu saya mengajak para hadirin untuk memulai dari diri sendiri di forum yang mulia tersebut. Makalah yang saya sampaikan juga berintikan upaya untuk merumuskan peran sebagai maicro mandiri manager untuk berbareng bergerak dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Akumulasi dana masyarakat yang besar dan terkumpul di bank tidak akan berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan, jika tidak didistribusikan ke sektor riil. Khususnya mendukung usaha gurem, dan mikro atau UGM, yang orang sering menyebutnya dengan ekonomi rakyat. Kelompok usia produktif (15-55 tahun) sebagai sasaran utama penanggulangan kemiskinan kemudian berkelompok menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), atau malahan ke level yang lebih rendah, yaitu usaha gurem dan mikro (UGM). Sebagai usaha gurem mereka memerlukan modal untuk mengembangkan usahanya. Pemerintah melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung menyediakan skema "kredit program" yang lebih bersifat subsidi "dana hibah bergulir" untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bergerak di usaha mikro. Kredit program itu ternyata kurang efektif. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain, pertama, dibutuhkan dana pemerintah yang sangat besar untuk menyediakan subsidi dana hibah bergulir tersebut sehingga setiap tahun akan memberatkan keuangan negara melalui APBN. Kedua... █ SELANJUTNYA silakan click ke http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/masjid-sebagai-center-of-empowerment.html bulan Juli tahun 2008

Reinventing Local Govt

MENURUT hasil disertasi bung Fadel di UGM, faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah ada empat yakni kapasitas manajemen kewirausahaan, budaya organisasi, lingkungan makro dan endowment daerah. Kesemuanya menuntut untuk segera dilakukannya pembenahan atau reinventing local government. Hasil disertasinya menyimpulkan bahwa ternyata faktor lingkungan makro atau pemerintah pusat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terhadap manajemen maupun kinerja daerah. Pemerintah daerah di era otonomi ini harus berani bikin inovasi, bikin terobosan. Dulu saat akan mengembangkan pelabuhan di Gorontalo untuk mengekspor jagung, keinginan tersebut ditolak oleh pusat dengan alasan seandainya Gorontalo memiliki pelabuhan –dan daerah tersebut tak punya pendapatan- maka pusat tidak akan memberi uang. Dengan kewenangan yang penuh dan mendapat persetujuan DPRD, Pemprov Gorontalo lantas mengalokasikan dana dari APBD untuk membangun pelabuhan. Setelah pelabuhan ada, perekonomian Gorontalo justru maju. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/pemberdayaan-apa-mengapa-dan-bagaimana.html try to copy, paste, then enter

Pemberdayaan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

APA itu “Pemberdayaan”? Ialah agenda peningkatan kesejahteraan rakyat melalui peran serta aktif masyarakat itu sendiri dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup, meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi, serta memperkukuh martabat manusia dan bangsa. Mengapa atau kenapa dipilih Pemberdayaan? Pemberdayaan menjadi penting karena ia merupakan strategi penanggulangan kemiskinan yang paling efektif. Hasilnya lebih sustainable atau berkelanjutan. Bagaimana pemberdayaan? Masyarakat miskin kelompok usia produktif (15-55 tahun) diberi "daya”. Penyadaran dengan target. Mereka yang akan diberdayakan diberi pencerahan dan disadarkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk maju. Diberikan kemampuan. Peningkatan kapasitas ini dilakukan kepada manusia, organisasi, dan sistem nilai yang melekat padanya. Diberi daya, kekuasaan, dan otoritas. Mereka diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam komunitas .... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/memberdayakan-masjid.html try to copy, paste, then enter

Senin, 25 Agustus 2008

Sabar-Syukur thd Kemerdekaan

PEMAKNAAN kemerdekaan akan beragam tergantung world view dari individu-individu. Pemaknaan berikutnya yang tergolong realistis adalah pemahaman yang sufistik, yaitu ”sabar dan syukur”. Terhadap fenomena kemiskinan yang masih mendera di Indonesia pada saat ini (yaitu 15,4 persen pada Maret 2008), dan juga pengangguran yang masih 8,5 persen, kita harus bersabar. Karena memang persoalan itu tidak akan tuntas. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi tingkat persoalan dengan lebih mengoptimalkan upaya kita. Setelah sabar kita bersyukur. Presiden dalam pidato kenegaraannya di depan Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Jumat 16 Agustus 2008, menyatakan bahwa angka kemiskinan tahun 2008 adalah angka kemiskinan terendah baik besaran maupun persentasenya selama satu dekade terakhir. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 17.7 persen pada tahun 2006 menjadi 15.4 persen pada Maret 2008. demikian pula dengan pengangguran terbuka yang juga berhasil diturunkan, dari 10,5 persen pada Februari 2006, menjadi 8,5 persen pada Februari 2008. Bersyukur atas upaya tersebut. Dus, bagi saya, dari 100 persen keberhasilan maka yang 99 persen adalah usaha manusia dan 1 persen adalah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Tetapi yang 1 persen ini letaknya mendekati paripurna dan bersifat menentukan. Ketika 1 persen tidak dikabulkan Tuhan YME maka rusaklah usaha 99 persen kita. Maka kita harus sabar dalam mengarungi 99, dan bersyukur ketika 1 melengkapinya menjadi 100. ”Menjadi warga negara yang sabar dan bersyukur”, itulah yang bisa saya pesankan kepada kita semua. RANGKUMAN dari rubrik Renungan pada edisi September dwimingguan pertama, 2008 Lanjutan dari http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/syukur-kemerdekaan.html

Syukur Kemerdekaan

DUA pekanan lalu baru kita memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63. Pemaknaan kemerdekaan akan beragam tergantung world view dari individu-individu. Hari ahad kemarin (24 Agustus 2008) harian Kompas menurunkan laporannya mengenai kegiatan perayaan 17-an di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Magelang. Mereka memaknai kemerdekaan dengan perayaan lewat pentas ketoprak dan beragam unjuk kebudayaan. Merdeka lewat seni. Bagi kaum yang gelisah –kebanyakan generasi muda- pemaknaan merdeka adalah ketidakpuasan terhadap kondisi kebangsaan yang tak kunjung selesai. Berbagai persoalan bangsa masih mengemuka seperti kemiskinan, korupsi, dan pengangguran. Next Pemaknaan lain, yang lebih optimis, masuk ke handphone saya via sms tepat pada tanggal 17 Agustus. Dari adik angkatan saya di SMA Negeri 1 Solo, yang saya sebut dengan “yayi jenderal”, atau mas Joko Santoso. Menurut pembicaraan kami, kemerdekaan yang sejati adalah hubungan atau komunikasi langsung. Dengan berkomunikasi langsung maka akan terjalin setiakawan, semangat gotong royong, upaya beraliansi dengan semua golongan. Hal tersebut merupakan cerminan sikap yang mengutamakan “musyawarah mufakat” sesuai dengan sila keempat Pancasila. Kesetiakawanan yang utama adalah dengan Allah SWT (hablum min Allah) yang merupakan cerminan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesetiakawanan ketiga adalah dengan alam seisinya, sebagai refleksi dari hablum min ardi. Hal tersebut juga mengindikasikan cerminan sila “Kemanusiaan yang adil beradab”. Kesetiakawanan berikutnya adalah dengan sesama manusia yang biasa disebut dengan hablum minannas, yang merefleksikan sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Kesetiakawanan dengan sesama ini untuk menunjang kehidupan yang lebih bahagia. Sesuai dengan hukum ekonomi supply and demand yang merupakan turunan dari hukum alam bahwa yang menanam akan memetik hasilnya. Hal tersebut relevan juga dengan hukum Allah SWT dalam surat Al Baqarah, laha makasabat wa alaiha maa tasabat. Kalimat terakhir ini merupakan simpul dari sila kelima, Keadilan Sosial bagi Rakyat Indonesia. RANGKUMAN dari rubrik Renungan pada edisi September dwimingguan pertama, 2008

Kendalikan Pertumbuhan Penduduk

MENGAPA Indonesia masih miskin? Karena kelahiran bayi kebanyakan dari orang tua yang miskin pula. Coba bila kita tekadkan semangat “tiada bayi lahir miskin” dengan menakan angka kelahiran dari keluarga miskin, mungkin hasilnya akan berbeda. Sebenarnya Pemerintah telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN yang dikutip Kompas hari ini 25 Agustus 2008 halaman 1 menunjukkan bahwa dari laju pertumbuhan penduduk 2,34% per tahun pada periode 1970/ 1980 bisa turun menjadi 1,3 persen di tahun 2006 kemarin. Tetapi karena jumlah penduduknya terlanjur banyak –yaitu 220 juta jiwa- maka setiap tahunnya Indonesia bertambah 3,2 juta jiwa. Sama dengan total penduduk Singapura. Lalu jumlah penduduk masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu 128, 2 juta jiwa –atau mencapai 58% dari total 219,2 juta jiwa penduduk Indonesia tahun 2005. Bersambung Agustus 2008

Rabu, 20 Agustus 2008

Pesanku kepada Para Pilot

MEMBACA buku ”Pilot Spiritual Journey” membawa alam bawah sadar saya ke arena angkasa yang pernah saya saksikan secara live di cockpit pesawat udara. Terima kasih kepada mas Kapten Setia Budi yang beberapa kali membawa saya masuk ke ruang itu. Sungguh pengalaman yang luar biasa menyaksikan bahwa kita begitu kecil di dalam keruangan-Nya. Itu saja baru langit, bagaimana dengan jagad raya yang jarak antar bintang bisa mencapai ribuan tahun cahaya. Kita benar-benar kecil. Saya pernah mengatakan hal ini kepada mas Kapten Setya Budi dan Kapten Abdul Rozak –sang Pilot yang mendaratkan pesawat Garuda di Bengawan Solo. Anda sebagai seorang pilot adalah juga merupakan utusan Tuhan Allah SWT. Orang-orang yang pinilih. Di dalam jiwa Anda melekat sifat-sifat Tuhan YME, yang harus Anda implementasikan dalam bekerja sebagai seorang pilot. Ya Muta’aaliy, yang meninggikan, yang menjunjung tinggi akan nilai tanggung jawab, dan melayani. Dalam buku ini juga disebut bahwa di Indonesia setidaknya terdapat 5.000 orang pilot, tidak seberapa dibanding 250 juta penduduk Indonesia, karena perbandingannya mencapai 1: 50.000. Investasi untuk menjadi pilot dalam training 3 (tiga) tahun setidaknya mencapai Rp 300 juta. Benar-benar sebuah penanaman modal yang besar dalam pembangunan manusia. Penanaman modal tersebut tidak akan berarti apa-apa bila tidak diiringi dengan ”penanaman modal akhirat” atau PMA. Bila melihat pilot sebagai sebuah profesi, maka hanya melihat dari perspektif emosional. Dalam ’kaidah’ emosional, eksodus pilot dari maskapai satu ke yang lain dapat dibenarkan, dalam rangka memenuhi hajad hidupnya. Tetapi secara ’intelektual’ dan ’spiritual’ belum dapat dipandang benar. Peran pelayanan seorang pilot dalam menerbangkan awak dan penumpang adalah penglihatan secara perspektif intelektual. Seperti seorang sastrawan Kahlil Gibran menyatakan, ”Kerja adalah cinta yang mengejawantah”. Seterusnya silakan click http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/korupsi-dilawan-dengan-kesejahteraan.html August 2008

Cita-cita Pilot Malah Menjadi Ekonom

SAYA memang pernah bercita-cita menjadi pilot. Tidak hanya saya, banyak orang bercitacita untuk menjadi seorang pilot. Hampir setiap anak –terutama bocah laki-laki- akan menyebut ’pilot’ ketika ditanya citacitanya. Tetapi ketika SMA saya merasa kurang mampu dalam matematika sehingga masuk ke jurusan sosial, bukan jurusan ilmu pasti yang sebenarnya akan lebih mempermudah jalan untuk menjadi seorang pilot. Untuk itu saya mengambil les private khusus pelajaran matematika di Solo sekitar 40 tahun yang lalu. Tetapi jalan hidup mengantar saya ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Berbekal les matematika, saya menjadi asisten mata kuliah matematika ekonomi, dan akhirnya mata kuliah ”Ekonometrika” merupakan mata kuliah yang saya ampu pertama kali sebagai staf pengajar di UGM. Urung menjadi pilot ternyata membawa berkah, blessing in disguise. Ilmu matematika yang rencananya saya pakai untuk melamar pilot malah membawa saya ke Ekonometrika. Dan yang lebih penting, teman –bahkan saudara- saya kebanyakan adalah pilot. Kakak ipar saya seorang pilot, keponakan saya ada juga yang pilot, dan tak terhitung teman-teman saya –terutama di ESQ- yang berprofesi sebagai seorang pilot. MORE on http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/korupsi-dilawan-dengan-kesejahteraan.html , August 2008

Lawan Korupsi

KORUPSI di dilawan dengan Kesejahteraan Sosial. Kesetiakawanan sosial hanya dapat terjadi jika terbangun dari kumpulan masyarakat terkecil, yakni keluarga –bahkan pribadi. Setelah itu berkembang ke tingkat rukun tetangga, rukun warga, dusun, desa, berlanjut kecamatan, kabupaten, lalu provinsi. Provinsi-provinsi bergabung di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak mungkin suatu Negara terbentuk tanpa kesetiakawanan. Namun kesetiakawanan belum cukup. Kesetiakawanan harus diikuti oleh bukti nyata berupa kesejahteraan. Jika ketiga nilai di atas dapat terpenuhi maka hilanglah yang namanya korupsi. Kesejahteraan sosial menjadi senjata paling ampuh untuk melawan korupsi. Semua dalam kesejahteraan masing-masing, tanpa berusaha mengurangi hak orang lain .... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/kesejahteraan-sosial-sebagai-senjata.html copy, paste, then enter

Evaluasi Kinerja Pemberdayaan Sosial

MENGUTIP dari laporan buku bertajuk "Evaluasi 3 (Tiga) Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009: Bersama Menata Perubahan” yang dilaunch pada tanggal 15 Agustus 2008 maka sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen. Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini. Dengan demikian jumlah penduduk miskin relatif bisa dikendalikan mengingat beberapa bencana, goncangan eksternal, dan jumlah penduduk yang meningkat terus selama itu. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah sebesar 16,6 persen sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 16,58 persen. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 36,1 juta jiwa. Meskipun telah terjadi penurunan namun jumlahnya masih mencapai 35,1 juta jiwa. Dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, telah dicapai sejumlah keberhasilan dalam rehabilitasi kesejahteraan, pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, pengembangan sistem perlindungan sosial, penelitian dan pengembangan, penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, pemberdayaan kelembagaan, peningkatan kualitas penyuluhan, serta pemberian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. Namun demikian, secara umum, kondisi kesejahteraan sosial di Indonesia masih memprihatinkan. Jumlah anak terlantar, balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah penyandang cacat, dan fakir miskin masih menjadi persoalan di bidang kesejahteraan sosial.

SOTK Depsos dan Tantangan Pembangunan

DIREKTORAT Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia , nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” atau yang lebih dikenal dengan nama SOTK mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. SOTK tersebut dihadapkan pada tantangan Pemerintah dan harapan masyarakat. Secara umum dalam rangka penanggulangan kemiskinan, capaian positif ditunjukkan dengan berkurangnya angka persentase penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin sudah hampir menyamai sebelum krisis. Bahkan, dalam persentase, tingkat penduduk miskin lebih rendah daripada saat sebelum krisis yang tercatat sebesar 17,50 persen. Sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen. Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini▀ BERSAMBUNG

Selasa, 19 Agustus 2008

Refleksi dan Tindakan

PRESENTASI bapak Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN)sangat menarik. Beliau menyatakan bahwa perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Sedangkan Singapura, Kanada, Australia & New Zealand– negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun- saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin. Demikian pula ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya, 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian & peternakan. Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Demikian pula ras dan/ atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa. Lalu, apa perbedaannya? ▀ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/aparat-dan-pemberdayaan-masyarakat.html

Mengenal Depsos dan Dayasos

BERDASARKAN peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 82/ HUK/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial, Departemen Sosial mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang sosial. Susunan organisasi Departemen Sosial yang dipimpin Menteri Sosial terdiri dari Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Inspektorat Jenderal, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Staf Ahli Menteri sebanyak 5 orang –yang membidangi Otonomi Daerah, Hubungan Antar Lembaga, Perlindungan Sosial, Dampak Sosial, dan Integrasi Sosial. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial atau dikenal dengan Dayasos mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sedangkan pemberdayaan sosial yang diorganisasikan di Departemen Sosial meliputi pemberdayaan fakir miskin, pemberdayaan keluarga, pemberdayaan kelembagaan sosial masyarakat, pemberdayaan komunitas adat terpencil, serta program kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.█ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/revitalisasi-makna-pemberdayaan-sosial.html

Rabu, 13 Agustus 2008

SE Koperasi

SISTEM ekonomi Indonesia pada era Orde Baru sering disebut juga dengan Sistem Ekonomi Koperasi (SE Koperasi), sering pula disebut dengan Sistem Ekonomi Pancasila. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila didasarkan pada konsep demokrasi ekonomi di mana peranan Pemerintah dalam kehidupan ekonomi adalah terbatas pada cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Persaingan dapat dibenarkan karena potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Dasar perekonomian Indonesia adalah demokrasi ekonomi yang tercermin salahsatunya pada “bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi”. Dengan demikian koperasi berperan secara dominan, bersama dengan perusahaan Negara dan perusahaan-perusahaan swasta. Kuncinya adalah bahwa semua bentuk badan usaha didasarkan pada asas kekeluargaan dan prinsip harmoni, dan bukan pada asas kepentingan pribadi dan prinsip konflik kepentingan.█ TULISAN ini merupakan rangkuman buku "Sistem Ekonomi Pancasila dalam Perspektif" tahun 1999 halaman 34-36

Demokrasi Ekonomi

DALAM demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Tujuannya adalah kemakmuran bersama, bukan kemakmuran orang per orang. Sebab itu perekonomian itu disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi. Selanjutnya apabila kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat belum tercapai maka pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Ini merupakan dasar pengakuan hukum bahwa kesejahteraan bersama merupakan tujuan dari tujuan dari pembangunan ekonomi, tidak hanya kesejahteraan golongan atau orang-orang. Mengutip pandangan Bung Hatta bahwa politik perekonomian berjangka panjang adalah semua usaha dan rencana untuk menyelenggarakan ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Selama proses menuju tercapainya hasil tersebut, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Bahkan Bung Hatta secara lebih jelas menganggap bahwa kegiatan perekonomian yang sedang dilaksanakan sangat mungkin berlainan dengan tujuan ideal kita di masa mendatang, asalkan hasilnya nyata untuk memperbaiki keadaan rakyat dan memecahkan permasalahan ketidak merataan kemakmuran. Tindakan ini untuk sementara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakannya....█ TULISAN ini merupakan rangkuman buku "Sistem Ekonomi Pancasila dalam Perspektif" tahun 1999 halaman 34-36

Kamis, 07 Agustus 2008

'Kasihsayang' Bukan 'Belaskasihan'

KITA sepakat bahwa program penanggulangan kemiskinan tidak boleh hanya charity semata, namun selanjutnya harus diikuti dengan langkah pemberdayaan dalam penanganan kemiskinan guna memperkuat keberfungsian sosial seseorang. Disini kami menenkankan bahwa ‘dari belas kasihan menjadi kasih sayang’. Maka upaya untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya ekonomi Indonesia serta mengurangi kemiskinan –dalam kerangka Ekonomi Pancasila- adalah “Bersama Membangun Bangsa”. Bekerjasama dengan BUMN dan swasta maka kita perlu mengoptimalkan CSR atau corporate social responsibility dalam upaya mengembalikan pusat ekonomi kepada rakyat: pembangunan dari-oleh-untuk Rakyat di Daerah. Lebih tepatnya Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. Mengutip laporan dari Bappenas dalam “Inventarisasi Program-program penanggulangan Kemiskinan” tahun 2002- menyatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan program selama ini yaitu banyak pengkategorian yang sebenarnya berbeda dengan tujuan penanggulangan kemiskinan. Seperti kelompok sasaran yang tidak ke usia produktif (15-55 tahun), adanya program yang bersifat pemberian bantuan (charity, karitatif), dan tumpangtindihnya program lintas sektor lintas regional. Kondisi yang dinginkan adalah paradigma pemberdayaan yang menjadi ‘ruh’ penanggulangan kemiskinan, kemudian terkikisnya ego sektoral, dan koordinasi yang rapi lintas sektor dan lintas regional. Sehingga tidak saatnya lagi kita hanya ‘memberi’ kepada orang miskin, tapi harus kita berdayakan. Beri mereka kepercayaan untuk mengelola modal dalam rangka mengembangkan usaha. Beri kesempatan untuk berkompetisi di pasar, dan bergaul dengan indah bersama perbankan. Perlakukan mereka secara sama dalam kesempatan berusaha.█ TULISAN ini merupakan rangkuman dari makalah yang dapat diunduh di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/revitalisasi-makna-pemberdayaan-sosial.html

Bebas Nilaikah SEP

SISTEM Ekonomi Pancasila atau SEP tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value system) inilah yang akan mempengaruhi tindakan dari para pelaku ekonomi. Sistem yang dikembangkan semestinya bertolak dari ideologi yang dianut, dalam hal ini adalah ideologi Pancasila. Sistem itulah elan vital dari manusia berperilaku. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamika pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintang pengarahan), ke jurusan mana sistem nilai nanti akan dikembangkan. Dalam Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan "hak menguasai" ini perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh karena itu, "hak menguasai oleh negara" harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak dan kewajiban negara sebagai; (1) pemilik; (2) pengatur; (3) perencana; (4) pelaksana; dan (5) pengawas. Ramuan kelima pokok ini dengan bobot yang berlainan dapat menempatkan negara dalam kedudukannya untuk menguasai lingkungan alam, sehingga "hak menguasai" bisa dilakukan baik dengan memiliki sumberdaya alam, maupun tidak memiliki sumberdaya alam, namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan. ▀ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/sistem-ekonomi-pancasila.html

Lagi: Ekonomi Pancasila

SISTEM Ekonomi Pancasila secara umum dapat diartikan yang memadukan ideologi-konstitusional (Pancasila dan UUD 1945) bangsa Indonesia dengan Sistem Ekonomi Campuran (Sistem Ekonomi Pasar Terkelola) yang diwujudkan melalui kerangka demokrasi ekonomi serta dijabarkan dalam langkah-langkah ekonomi yang memihak dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat, yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila adalah pertama, peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasta adalah penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight liberalism. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain. Dalam konsep demokrasi ekonomi dan politik, hubungan politik dan ekonomi tidak vertikal, tetapi paralel horisontal.▀ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/sistem-ekonomi-pancasila.html

Negara Maju dan Terbelakang

PERBEDAAN utama antara Bangsa yang telah maju dan yang masih miskin adalah pada sikap/ perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan. Terdapat beberapa prinsip kehidupan yaitu sebagai berikut (1) Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari, (2) Kejujuran dan integritas, (3) Bertanggungjawab, (4) Hormat pada aturan & hukum masyarakat, (5) Hormat pada hak orang/warga lain, (6) Cinta pada pekerjaan, (7) Berusaha keras untuk menabung & investasi, (8) Mau bekerja keras, (9) Tepat waktu, (10) Tidak menyalahkan orang lain. Di negara terbelakang/miskin /berkembang, hanya sebagian kecil masyarakatnya mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut. Kita terbelakang/lemah/miskin karena perilaku kita yang kurang atau tidak baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan masyarakat kita pantas membangun masyarakat, ekonomi, dan negara..... ▀ NEXT on http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/aparat-dan-pemberdayaan-masyarakat.html

Faktor Pemengaruh Proses Pemberdayaan

URAIAN dari literatur pemberdayaan masyarakat sering menekankan adanya 2 (dua) faktor utama yang berpengaruh pada proses pemberdayaan, yaitu pertama adalah diri dan kedua adalah lingkungan. Diri dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah mencakup keluarga –yaitu keluarga yang menjadi peserta proses pemberdayaan. Sedangkan lingkungan (external) dalam proses tersebut mencakup pihak-pihak dan kondisi yang berada di luar keluarga atau lingkungan. Proses pembangunan yang alamiah hanya bisa terjadi jika asumsi-asumsi pembangunan dapat dipenuhi, yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh (full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal productivity, equal access, level playing field), dan masing-masing pelaku bertindak rasional (efficient). Akan tetapi dalam kenyataannya, asumsi-asumsi tersebut sangat sulit untuk dipenuhi. Pasar seringkali tidak mampu memanfaatkan tenaga kerja dan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tidak mampu berada pada kondisi full employment. Kemudian tingkat kemampuan dan produktifitas pelaku ekonomi sangatlah beragam. Kondisi di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa tidak setiap pelaku ekonomi mendasarkan setiap perilaku pasarnya atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan efisien. Dalam kondisi demikian pasar atau ekonom telah terdistrosi... ◄SELANJUTNYA silakan membaca di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/pemberdayaan-menuju-keluarga-mandiri.html

Sarasehan Kepahlawanan, Kesetiakawanan, dan Pemerkayaan

PADA bulan-bulan November dan Desember ini Departemen Sosial –tepatnya di Ditjen Pemberdayaan Sosial- akan mengadakan serangkaian kegiatan. Dimulai dari Hari Pahlawan sepekan lagi, kemudian penyelenggaraan East Asia Ministerial Forum on Families di Bali tanggal 17 November 2008, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional pada tanggal 20 Desember di Istora Senayan. Untuk mewarnai kegiatan tersebut kami mengundang Tim Pemerkayaan Keluarga sebagai bagian dari Gerakan Nasional Kesejahteraan Sosial.

Sarasehan yang diselenggarakan pada tanggal 04 November 2008 ini mengundang 300 peserta terdiri dari kementerian lembaga, perbankan, dunia usaha, dan organisasi sosial seperti Karang Taruna dan Tagana. Tujuan dari acara ini adalah Tersosialisasikannya agenda kegiatan Ditjen Pemberdayaan Sosial pada bulan November-Desember 2008 meliputi Hari Pahlawan (10 November), EAMFF (17 November), dan HKSN (20 Desember). Kemudian kedua adanya saran dan masukan untuk melestarikan nilai-nilai kepahlawanan dan kesetiakawanan dalam keluarga. Sedang ketiga adalah keberlanjutan kegiatan dalam rangka pemaknaan wawasan kebangsaan.

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Ditjen Pemberdayaan Sosial dikoordinasi oleh Sekretariat Ditjen yang mempunyai tugas memberikan pelayanan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial yang menangani PSKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Direktorat Pemberdayaan Keluarga, dan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Sedangkan direktorat yang menangani PMKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, serta Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial.

Saudara-saudara sekalian,
Mengembalikan peran keluarga sebagai subyek pembangunan merupakan kompromi antara peran negara dan keterlibatan masyarakat dewasa ini. Negara dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat mempunyai aspirasi tersendiri dalam mengembangkan individu dan mencintai bangsa dan negara. Individu-individu penyusun negara dan bangsa semuanya secara serempak berpengaruh secara signifikan. Individu berkumpul dalam keluarga, keluarga membentuk masyarakat, kemudian berjenjang ke tingkat RT, RW, Kelurahan, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Negara, dan antar Negara.

Makna “Strong family strong nation”, dan ”Keluargaku adalah Martabatkau”, sebuah pesan moral yang sarat dengan makna keniscayaan yang patut menjadi pegangan bagi setiap insan yang mendambakan keharmonisan keluarga. banyak keluarga yang belum menyadari bahwa lingkungan sosial di luar keluarga saling terkait karena keluarga berada di tengah-tengah lingkungan sosialnya yang kemudian berkembang menjadi pemahaman kesejahteraan sosial keluarga dari beragam perspektif seperti persepsi keluarga sebagai penyebab masalah, korban dan sekaligus sumber pemecahan/penanganan masalah keluarga. Strategi penanganan keluarga yang diterapkan adalah melalui pemberian stimulan dengan tujuan untuk meningkatkan usaha pengembangan kemandirian keluarga. Lingkungan sosial keluarga merupakan entry point bagi terbangunnya proses sosial bagi anggota keluarga dalam menjalankan fungsi dan peran sosialnya. Kenyataannya ini perlu dimaknai bahwa menempatkan peran strategis keluarga dalam lingkungan sosial ini merupakan suatu kelaziman untuk mencegah dan mengatasi "ketidakberfungsian sosial " keluarga.
HKSN dari Masa ke Masa
HKSN atau Kari Kesetiakawanan Sosial Nasional sempat terhenti seremonialnya pada era reformasi. Kemudian dihidupkan lagi pada tahun 2006. Pada peringatan HKSN tahun 2006 di Solo Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 di Medan –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.
Sambutan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada Sarasehan “Hari Pahlawan, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, dan Pemerkayaan Keluarga” pada tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial, Jakarta

Saudara-saudara sekalian,
Kabinet Indonresia Bersatu telah menetapkan triple track untuk mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, yaitu dengan employment, income, dan growth. Dalam khasanah ekonomika pembangunan, ketiganya merupakan solusi untuk mengantar masyarakat agar bertransformasi struktural. Misalnya pendapat Harrod-Domar yang membahas 2 (dua) tahap perkembangan masyarakat yaitu dari tradisional ke modern (underdevelopment ke developed communities). Chennery yang berpendapat 3 (tiga) tahapan dari pertanian, industri, lalu ke jasa. Kemudian Rostow yang berasumsi 5 (lima) tahapan yaitu tradisional, pra-kondisi lepas landas, lepas landas, tahap konsumsi tinggi, dan masyarakat yang matang.

Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Depsos mengadaptasi hal ini dengan slogan “Kerja Untung Tabung” atau Kutabung. Bahwa bekerja akan mendatangkan keuntungan (profit) yang kemudian disimpan (saving) untuk kehidupan mendatang. Dengan Kutabung akan memunculkan warga yang mandiri, dan pastinya menjadi sejahtera. Hal ini relevan dengan slogan triple track Kabinet Indonesia yaitu employment, income, dan growth. Dengan semangat triple-track tersebut maka Pemerintah mempunyai target untuk mengurangi pengangguran, penanggulangan kemiskinan, dan memacu pertumbuhan.
.....◄Diringkas dari Sambutan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada Sarasehan “Hari Pahlawan, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, dan Pemerkayaan Keluarga” pada tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial, JakartaBaca juga di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Berawal dari Keluarga

MENJELANG akhir tahun kami di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan disibukkan dengan acara Hari Pahlawan tanggal 10 November, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tanggal 20 Desember. Tahun ini ditambah satu kegiatan yang melibatkan 16 kementerian sosial negara-negara ASEAN plus Australia, China, dan Jepang yang akan hadir untuk membahas masalah-masalah sosial di Bali, 17-19 Desember 2008 dalam acara East Asia Ministerial Forum on Families (EAMFF). Acara sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 04 November 2008 dengan mengambil tema “Kesetiakawanan dan kepahlawanan berawal dari keluarga (Solidarity and Heroism begin from home)”. Tema Renungan edisi kali ini beranjak dari tema sarasehan tersebut. Pembaca yang budiman, kondisi berbangsa dan bernegara sekarang ini dirasakan kondusif dengan nuansa demokratis yang telah berhasil dijaga keberlanjutannya oleh segenap komponen bangsa. Tetapi pada sisi lain suasana global merupakan tantangan bagi bangsa dan negara untuk mengatasi ancaman dan gangguan yang mungkin timbul. Beberapa bulan ini situasi ekonomi dunia baru dilanda keadaan mencemaskan yang terutama menerpa negara-negara maju.

Selain ekonomi, kondisi sosial budaya menjadi perihal yang juga patut diperhatikan. Dalam aspek ekonomi Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan strategi dan aksi menghadapi krisis dunia yang sepertinya telah menjadi siklus dasawarsa. Sedangkan aspek sosial-budaya dijaga oleh kementerian/ lembaga di bawah koordinasi Menko Kesra. Di tengah krisis dunia, program pemberdayaan yang diarahkan kepada sektor riil –seperti program dalam naungan Depsos yaitu Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, serta Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial- diharapkan menjadi jaring pengaman sosial untuk katup-katup ekonomi rakyat agar tetap bergerak, dalam koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM.

Mungkin akan menjadi perihal yang ambisius dan berlebihan kalau Pemerintah menyatakan mampu meng-cover 220 juta rakyatnya agar memiliki ketahanan dalam menghadapi gejolak lingkungan –baik negara maupun dunia- tanpa kecuali. Pemerintah memiliki keterbatasan finansial, manajerial, dan organisasional. Tetapi setidaknya terdapat upaya-upaya untuk menyadarkan rakyat mengenai situasi dan kondisi kebangsaan dan global saat ini. Pemerintah mengembalikan perannya sebagai fasilitator sementara masyarakat adalah aktor dalam pembangunan. Semuanya dalam kerangka kerjasama dengan akademisi, dunia usaha, baik swasta, maupun perbankan. Pemerintah mengingatkan masyarakat yang berkelompok dalam keluarga untuk memiliki kesadaran komunal yang akan ditularkan kepada anak-anaknya secara individual, hal itu mungkin akan lebih mendasar dan mengena dikaatkan peran Pemerintah dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam hal pemberdayaan keluarga Depsos memiliki tenaga pendamping seperti Lembaga Ketahanan Keluarga atau LK3, kemudian Karang Taruna, Petugas Sosial Kecamatan, Pekerja Sosial Masyarakat, dan Manager Sosial Kecamatan/ Kota. Peran para pendamping ini adalah “mengingatkan” kepada para anggota keluarga bahwa mereka mempunyai potensi untuk memajukan bangsa dan negara, dan agar memiliki unsur ketahanan dalam menghadapi tantangan dari luar.
Kepahlawanan tidak hanya berhenti pada aras sejarah. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan, atau minimal mewarisi makna kepahlawanan dalam diri kita. Sifat-sifat itu adalah kejujuran, keberanian, kerelaan berkorban, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau bahkan individu. Sifat-sifat tersebut perlu selalu kita sosialisasikan terutama karena tahun depan kita menghadapi Pemilihan Umum 2009. Saat kita terbagi dalam partai, saat itulah suasana kebatinan wawasan kebangsaan kita diuji, kepentingan manakah yang kita dahulukan. Secara lebih jauh, bila kita dihadapkan pada globalisasi terutama budaya dan ekonomi, maka kesetiakawanan kita juga diuji. Kesetiakawanan harus selalu kita gelorakan baik kepada diri sendiri, kepada lingkungan atau alam sekitar, kepada ibu pertiwi, kepada orang tua kita, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari katagori waktu, terminologi “kepahlawanan”, “kesetiakawan”, dan “keluarga” dapat ditenggarai aspek kesejarahannya. Nilai kepahlawanan adalah masa lalu. Kesetiakawanan adalah saat ini. Keluarga adalah masa depan. Masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri, masa sekarang adalah karunia. Bagaimana menurunkan nilai-nilai kepahlawanan yang masa lalu, untuk menjadi sikap setiakawan pada masa kini, dan diwariskan kepada keluarga kita sebagai aset masa depan.
Mengembalikan peran keluarga sebagai tempat pembelajaran akan menjadi relevan karena eksistensi Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah negara. Kalau baik kehidupan keluarganya, seharusnya baik pula negara tersebut. Kalau kita amati akhir-akhir ini, kekerasan kemudian tawuran, dan sederetan peristiwa yang membuat hati kita miris, adalah berawal dari keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta kasih dan penuh penghargaan, tentu berbeda perkembangannya setelah dewasa. Pada saat sarasehan tersebut pak Soerya Poetranto menyebutkan hasil penelitian bahwa anak-anak yang sukses dalam pendidikan –katakan dalam level master- hampir dipastikan berasal dari keluarga yang memang memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya di masa depan. Ketika menghadiri undangan menjadi pembicara di sebuah acara perenungan nilai-nilai Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, saya menyatakan bahwa keberhasilan generasi masa depan adalah ketika bertanggungjawab dalam menyatakan, ”Siap Berkeluarga”. Dengan menyatakan kesiapan maka akan muncul pula regenerasi masa depan yang siap –demi menyongsong citacita yang lebih baik.
Pada peringatan HKSN tahun 2006 Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.█ ◄Dimuat di rubrik Renungan di Majalah Komite pada bulan November 2008 edisi awal