Senin, 20 Oktober 2008

Pemuda Harapan Bangsa

SAYA sungguh mendapatkan kehormatan ketika diundang oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga untuk menyampaikan materi mengenai “Membangun Karakter Bangsa” pada Dialog Pemuda Tingkat Nasional di hari Selasa 21 Oktober 2008 di Jakarta. Ketika makalah sudah dipersiapkan, beberapa jam sebelum jam 13 (sesuai acara) saya mendapatkan tugas dari Departemen yang tidak bisa ditinggalkan.
Pemuda juga merupakan agent of change. Menurut data dari Kemenegpora jumlah pemuda pada tahun 2005 adalah sekitar 81 juta jiwa dan diperhitungan tahun 2015 sebanyak 87 juta jiwa. Salahsatu tugas Depsos adalah mengembangkan potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS). PSKS adalah mitra utama Departemen Sosial/Instansi Sosial yang juga menangani PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial). PSKS meliputi Karang Taruna, ORSOS (organisasi sosial), PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), dan WKSBM (Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat).
Data kami di Ditjen Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial pada tahun 2006, upaya Pemberdayaan sosial yang dilaksanakan terhadap PSKS telah banyak meningkatkan jumlah PSKS, yaitu sebagai berikut: Dari jumlah Orsos 17.620, dan sebanyak 7.747 telah diberdayakan jumlah Karang Taruna 64.811, sebanyak 9.037 telah diberdayakan; jumlah PSM 364.427, sebanyak 26.364 telah diberdayakan. Karang Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas kesadaran dan tanggungjawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda diwilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
Karang Taruna lahir tanggal 26 September 1960 di Kelurahan Bukit Duri Kampung Melayu Jakarta Selatan. Diprakarsai oleh Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAW) dan Lembaga Sosial Kampung (LSK) bekerja sama dengan Jawatan Pekerjaan Sosial. Sifat Stelsel Pasif ( setiap warga generasi muda yang berada dan berdomisili di Desa/Kelurahan tersebut adalah Warga Karang Taruna ( Tidak ada penerimaan anggota ). Bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Rekreasi Olahraga dan Kesenian (ROK).
Karang Taruna sebagai mitra utama Kepala Desa/ Lurah, karena merupakan satu-satunya wadah Kepemudaan di Desa/Kelurahan yang bergerak dibidang UKS. Kepanjangan tangan Kepala Desa/Lurah dalam menangani permasalahan sosial kepemudaan di desa/kelurahannya. Perekat semangat NKRI di desa/kelurahan. Kemudian sebagai pendamping sosial bagi seluruh proses pembangunan dalam rangka penanganan PMKS di desa/kelurahan. Karang Taruna merupakan wadah kaderisasi kepemimpinan desa/kelurahan. Diringkas dari Renungan bulan Oktober 2008 paruh kedua Majalah Komite

Kamis, 16 Oktober 2008

Pengurangan Kemiskinan OTRT

MENGUTIP dari buku ““Evaluasi 3 (Tiga) Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009: Bersama Menata Perubahan” terbitan Bappenas tahun 2008 dinyatakan bahwa secara umum dalam rangka penanggulangan kemiskinan, capaian positif ditunjukkan dengan berkurangnya angka persentase penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin sudah hampir menyamai sebelum krisis. Bahkan, dalam persentase, tingkat penduduk miskin lebih rendah daripada saat sebelum krisis yang tercatat sebesar 17,50 persen. Sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen. Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini. Dengan demikian jumlah penduduk miskin relatif bisa dikendalikan mengingat beberapa bencana, goncangan eksternal, dan jumlah penduduk yang meningkat terus selama itu. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah sebesar 16,6 persen sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 16,58 persen. So upaya selama ini “on the right track” (OTRT).Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/di-mana-rakyat.html OTRT= on the right track

Di Mana Posisi Rakyat?

RAKYAT biasanya mudah sekali didefinisikan dalam konteks politis, namun sangat susah diterjemahkan secara ekonomis. Dalam politik kenegaraan rakyat ditempatkan secara terhormat dalam definisi “kedaulatan rakyat” yang selanjutnya diaksentuasikan lebih tegas secara operasional sebagai “dari, oleh dan untuk rakyat”. Perwujudan politisnya kemudian adalah sistem demokrasi dimana didalamnya terdapat partisipasi politik rakyat secara aktif dalam segenap proses pengambilan keputusan. Paling tidak kita telah melahirkan dua jenis demokrasi yaitu demokrasi terpimpin (orde lama) dan demokrasi pancasila (orde baru), terlepas apakah kedua sistem itu demokratis atau tidak. Sementara, secara ekonomis sampai saat ini definisi keterlibatan rakyat dalam keseluruhan konstelasi perekonomian masih relatif kabur dan seringkali menjadi perdebatan akademis yang tak kunjung usai. Pengertian ekonomi kerakyatan yang secara gamblang dan lugas telah dieksplorasi oleh para founding fathers kita - yang lantas dilegitimasikan kedalam konstitusi negara - ternyata masih belum mampu melahirkan sistem perekonomian yang dapat dioperasionalkan dalam kehidupan sehari-hari. Reformasi dan krisis ekonomi akhirnya menjadi “berkah” sekaligus “pelajaran” yang berharga bagi kita untuk menemukan kembali definisi rakyat yang sesungguhnya ..... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/menemukan-kembali-rakyat-dalam.html try to copy, paste, then enter

Selasa, 07 Oktober 2008

Komponen Kegiatan

PADA tahun 2007 Departemen Sosial lebih dimantapkan dengan cara setiap provinsi diminta memilih dua contoh kabupaten, yang tiap kabupaten kemudian memilih dua kecamatan. Dari tiap kecamatan ini, memilih lima desa. Tiap desa memilih 10 kelompok usaha bersama. Dan tiap kelompok usaha bersama memilih 10 orang yang memenuhi kriteria kemiskinan yang produktif yang bisa berkembang. Untuk itu, 132 kecamatan nanti yang jadi percontohannya tersebar diseluruh provinsi dan kuncinya adalah pertama adanya dinas yang peduli terhadap masalah sosial. Yang keduanya adalah harus ada orang yang menjadi penanggung jawab. Selain itu, yang ketiga, harus ada program yang berkelanjutan dan menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan. Dan yang keempat harus ada tenaga pendampingnya. Departemen sosial akan fokus kepada karang taruna, pekerja sosial masyarakat dan organisasi masyarakat yang peduli terhadap masalah sosial. Yang kelima ada monitoring dan evaluasi sehingga dapat menjadi program dan memperbaiki data base kita sesuai dengan data yang dimiliki yaitu by name by address.
Memberdayakan masyarakat ditengah kompleksitas persoalan di Indonesia membutuhkan energi yang sangat besar. Karenanya diperlukan kerjasama yang baik lintas sektor. Dalam rapat pimpinan di jajaran departemen sosial hal ini menjadi salah satu agenda pembicaraan. Kita memerlukan aliansi dan kemitraan, sinkronisasi internal dan eksternal. Kerjasama yang hendak dibangun adalah kerjasama internal, eksternal sampai ketingkat global. Kerjasama internal Depsos, terdiri dari tiga dirjen yakni Dirjen Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial yang mengurusi mereka yang cacat dan bermasalah, Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial dan Dirjen Pemberdayaan Sosial. Selain itu kerjasama dengan Balai Pendidikan dan Penelitian yang terdapat di delapan provinsi dan juga bersinergi dengan Inspektorat Jenderal. Di eksternal dengan berbagai sektor karena masalah sosial tidak bisa lepas dari sektor lain, seperti sektor pendidikan, kesehatan dan sektor ril, termasuk juga sektor pertahanan keamanan dan luar negeri. Bahkan saat Mensos menghadiri ministerial meeting ditingkat Asean juga menegaskan adanya kerjasama di tingkat internasional dari Malaysia, Filipina, Singapura, dan seluruh Negara Asean.█ Selengkapnya di http://edisi-xii.leadership-park.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15&Itemid=27

Revolusi Hati Nurani

MEMBANGUN kemitraan dan kebersamaan bukanlah hal yang sulit. Merunut jejak sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa, gotong royong adalah roh bangsa ini. Tetapi perjalanan kita berkata lain. Seperti ada yang terputus dalam jaring sejarah Indonesia. Ketimpangan dan jurang terbuka lebar antara kaum kaya dengan miskin. Kondisi ini memprihatinkan. Pada dasarnya orang hidup itu sejatinya haruslah setiakawan. Dalam arti bahwa manusia harus hidup bergotong-royong menciptakan rasa aman tenteram dan damai. Argumentasi itulah yang menjadi pijakan Departemen Sosial melaksanakan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) setiap tahun, tepatnya 19 Desember. Pelaksanaan HKSN menjadi salah satu momentum untuk mengingatkan kembali kesetiakawanan sebagai jati diri manusia Indonesia. Departemen Sosial menetapkan langkah-langkah mewujudkan kesetiakawanan itu. Langkah yang disebut dengan Revitalisasi Depsos itu terdiri dari, pertama reorientasi dari sekedar belas kasihan menjadi kasih sayang. Kedua reorientasi dari sekedar memberi menjadi memberdayakan. Ketiga aliansi yaitu kemitraan yang diwujudkan dalam setia kawan. Keempat implementasi yaitu tidak lagi berwacana tetapi langsung menyelesaikan tiga masalah utama, yaitu pengangguran, kemiskinan dan pertumbuhan. Kelima yaitu monitoring dan evaluasi, bahwa setiap langkah yang dilakukan pemerintah harus dipantau. Kita tidak mungkin lagi menggunakan konsep lama. Ini revolusi pemikiran hasil dari pengkritisan strategi pemberdayaan yang telah kita lakukan sebelumnya. Maka, judul dari langkah ini adalah revolusi hati nurani. Revolusi yang dimulai dari hati. Memberdayakan masyarakat ditengah kompleksitas persoalan di Indonesia membutuhkan energi yang sangat besar. Karenanya diperlukan kerjasama yang baik lintas sektor.█ Selengkapnya di http://edisi-xii.leadership-park.com/index.php?option=com_content&task=view&id=15&Itemid=27

Senin, 06 Oktober 2008

Masyarakat Modern dan Tradisional

KEUNTUNGAN dari keberadaan pasar persaingan sempurna adalah kemampuannya untuk mencerminkan harga keseimbangan sebagai harga yang sesunguhnya diinginkan masing-masing pelaku ekonomi. Persaingan karena banyaknya penjual/ pembeli akan membuat semakin efisiennya dinamika ekonomi yang terjadi. Pertanyaannya, bagaimana apabila struktur pasar telah mengejawantah persaingan sempurna namun masih terjadi kegagalan pasar? Dalam hal ini Pemerintah perlu untuk bertindak dengan mengintervensi pasar. Bisa dengan ceiling price maupun floor price, atau menambah jumlah uang beredar dan menaik/ turunkan suku bunga dalam ilmu moneter. Dalam beberapa program Pemerintah seperti dalam program penanggulangan kemiskinan, masyarakat diingatkan agar ’seimbang’ melalui komponen pendamping, misalnya para Manager Sosial Kecamatan atau Maskot dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang tugasnya adalah mengingatkan masyarakat agar kembali menuju keseimbangan. Pengibaratannya kurang lebih demikian. Ketika ketidakseimbangan terjadi dalam kehidupan kita, dalam kehidupan sehari-hari dengan tetangga, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apakah kita memang harus selalu menunggu kehadiran Pemerintah melalui intervensinya. Di sinilah perbedaan antara masyarakat modern dan tradisional. Masyarakat tradisional selalu menunggu uluran tangan Pemerintah –seperti dalam sebuah anekdot kasus bocornya genteng sekolahan yang tidak ditambaltambal karena menunggu bantuan Depdiknas. Sementara masyarakat modern berusaha untuk menyelesaikannya secara bersama dengan musyawarah dan mufakat. Dengan kesadaran sendiri maka mereka tanggulangi permasalahan secara bersamasama.█ Kutipan dari kolom Renungan bulan September 2008 /akhir

Percontohan Desa Wisata

PADA hari Sabtu tanggal 31 Maret 2007 kami bersama Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan Kunjungan Kerja bersama Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX dan jajarannya di lokasi Transmigrasi Lokal, Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Kegiatan ini sangat relevan dengan kesetiakawanan sosial. Saya sampaikan bahwa inti dari sebuah pembangunan manusia ada 5 (lima) langkah yang harus ditempuh, yaitu kerjasama dengan sang pencipta, kerjasama dengan sesama manusianya, setia kawan dengan alam, setia kawan dengan orang tuanya dan leluhurnya, serta kerjasama dengan dirinya sendiri. Yogya akan dijadikan pusat percontohan pembangunan manusia dan desa wisata, termasuk pembangunan sosial, maupun pembangunan ekonomi yang harus dipenuhi oleh masyarakatnya sendiri bagi daerah lain. Karena tanpa membangun ekonomi seperti berpakaian lengkap, makan kenyang, tidur nyenyak dan enak, pembangunan disegala bidang tidak akan mungkin dapat dilakukan.

Dalam rangkaian kunjungan kerja tersebut kami melihat areal seluas 150 hektar yang akan dijadikan percontohan desa wisata, di Bulak Dusun Mojo Legi, Karang Tengah, Imogiri, Bantul, kemudian melakukan penanaman perdana pohon jambu mete dari 4000 pohon yang akan ditanam sebagai makanan pokok ulat sutera liar, pelepasan kupu-kupu, dan penempelan telur ulat sutera liar di pohon jambu mete yang telah ada.█ Selengkapnya di http://nakertrans.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=41