Kamis, 28 Agustus 2008

Sapa sing nandur...

HALAMAN ini membahas mengenai "Hukum Tebar Tuai". Agama mengajarkan kita tentang 2 (dua) hal: yang baik dan buruk. Ilmu pertanian memberi khasanah tentang 2 (dua) hal juga yaitu ”tabur dan tuai”. Siapa yang menabur benih akan menuai buah di kelak kemudian hari. Barangsiapa yang menabur kebaikan maka dia akan menuai kebahagiaan. Dalam pepatah Jawa terdapat pepatah sapa sing nandur bakal ngunduh yang artinya ”siapa yang menanam dia akan memetik hasilnya”. Mereka yang berbuat baik akan memetik hasilnya berupa kebaikan di kemudian hari. Sebaliknya yang berbuat buruk akan menerima nestapa. Hal yang sama diutarakan oleh seorang tokoh spiritual yang telah meninggal yaitu bunda Theresa yang pernah menyatakan ”Buah dari sunyi itu doa, buah doa itu iman, buah iman cinta, buah cinta pelayanan, buah pelayanan itu perdamaian”. Sedangkan Stephen Covey sang ahli motivasi terkini menulis ”Siapa menabur gagasan akan menuai perbuatan. Siapa menabur perbuatan akan menuai kebiasaan. Siapa menabur kebiasaan akan menuai karakter. Siapa menabur karakter akan menuai nasib”. Rekan saya dari Universitas Diponegoro, Prof Darmanto Jatman, menyebut hal ini sebagai hukum tebar-tuai. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/keseimbangan.html try to copy, paste, then enter

Working together to reduce pov

THE sentence "Working together to reduce poverty" is declared on 2000 by the world bank. Actually on the recent years after the spirit of “working together to reduce poverty” there’s a growing awareness of the need to address the problem of youth employment in Indonesia –both to provide decent work opportunites for young people and to allow Indonesia to get the full benefit in its economic and social development of their contribution. The time to combat poverty has arrived, sure that hard work lies a head. We have to commit to ending poverty. The first step is commitment to the task: focus to halving poverty by 2015 and struggle to ending poverty by 2025. Better that we did not wait for the rich and powerfull to come to rescue. The poor cannot wait.

Hence, corporate social responsibility or CSR emerges as a responsibility way of the corporation to maintain its beneficence and reduce the negative impacts. The negative impact could be exist resulted from the efforts to build the beneficence values. This objective will not be achieved without a synergetic cooperation between the corporation, community and government. CSR will be successful if the corporation’s plan of CSR conducted by the triple bottom line concept which be implemented by revolutionary change in corporate attitudes in positioning the corporation amid the community and government. Thus, there must be cooperation between corporations, government and community. Starting from this point Good Corporate Governance (GCG) can be achieved. Absolutely, the collaboration between CSR, Triple Bottom Line and GCG can reduce the number of the poor.█ Ringkasan. This article is presented in CSR Forum, at Jakarta, 26th of August 2008 ibl Jakarta

Optimalizing CSR

CORPORATE Social Responsibility (CSR) is a term that has in recent years increasingly entered into the language of business. It is a term that means many different things to different people, be they businessmen themselves, civil society, academia or public in general. It is a term that is itself subject to variation. To some it is corporate responsibility, to others private voluntary initiatives, to yet others corporate social opportunity. However, no matter what it is called the fundamentals remain the same: they are voluntary positive initiatives by business that look to go beyond legal compliance in a diverse range of social, economic and environmental areas. Corporate social responsibility is not new. Business has long recognized its role along side others in contributing to the development of the communities in which it operates. Finally, CSR is a business-led response to the business environment. Given the speed of change and uncertainties that exist in the marketplace, business needs the flexibility to respond quickly to market shifts. The voluntary nature of CSR and the vast range of often very innovative responses available to business mean that that responsiveness can be retained and that the social progress to which CSR contributes can continue to develop. The corporate policies on CSR have been automatically integrated in the corporate management system, written in policies on both annual and long term program. █ Ringkasan This article is presented in CSR Forum, at Jakarta, 26th of August 2008 ibl Jakarta

Community Development is not Enough

THE founding fathers of Indonesia has declared any countries goals to serve for its citizens. Any goals to become a truly government is written at the Preamble of Indonesian constitutional (Undang- Undang Dasar 1945 or UUD 1945) –by realizing common prosperity, educating national life, protecting the whole nation and fatherland of Indonesia, and following world order. The derivation of those goals is poverty alleviation. The strategic policy to reduce poverty is community development. It is a structured intervention that gives communities greater control over the conditions that affect their lives. Community development has to look both ways: not only at how the community is working at the grass roots, but also at how responsive key institutions are to the needs of local communities. Community development is not enough refers to constraint of the location. Directorate General of Social Empower, Department of Social Affairs, tried to achieve “Kecamatan as Center of Growth”. To alleviate poverty and doing community development, the government couldn’t do alone. We still tried to the implementation of “Working together to reduced poverty” by employment, income, and growth, or “Kutabung” (kerja, untung, tabung). --next-- Hence...█This article is presented in CSR Forum, at Jakarta, 26th of August 2008 ibl Jakarta

Budaya dan Pembangunan

SAMPAI dengan sekarang bagaimanapun Jawa adalah sentral. Tidak berbeda dengan apa yang terjadi di jaman Majapahit (abad 14), Belanda (abad 17-20), Inggris (abad 19), maupun Jepang (abad 20). Kondisi faktualnya adalah: Jawa merupakan kawasan berpenduduk paling padat, namun Jawa merupakan kawasan paling maju, dengan konsekuensi Jawa merupakan kawasan paling makmur. Kondisi ini sedemikian kontras, hingga kerajaan-kerajaan di Indonesia masa lalu dan para penjajah biasanya hanya membagi Nusantara menjadi Jawa dan luar Jawa, di mana Jawa menjadi sentral dan luar Jawa menjadi periferal. Jawa pasca kemerdekaan hingga hari ini tetap menjadi sentrum dari Indonesia. Pergolakan politik di luar Jawa tidak banyak berpengaruh bagi perubahan politik nasional dibanding pergolakan kecil di Jawa. Kondisi ini diperkuat dengan kebijakan sentralistik yang merupakan turunan dari kebijakan politik “Negara Kesatuan” yang dengan sengaja dipilih oleh para pendiri bangsa. Orde Baru dengan paradigmanya yang sentralistik dengan UU 5/1974 tentang Pemerintahan di daerah mengukuhkan kondisi sentralistik ini. Pembangunan Indonesia pun di sana-sini mendapatkan kritikan sebagai “Jawanisasi”. -- cut -- Adalah kurang bijaksana membawa diskusi ke ranah tersebut, karena dapat berkembang ke isu apakah kita harus memilih budaya politik Jawa atau bukan Jawa. Karena itu, hal pertama yang akan dikaji kemudian adalah MAKNA dari integrasi nasional itu sendiri, baru kemudian dipertautkan dengan karakter budaya yang memberikan dukungan secara efektif kepadanya. Silakan click http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/keseimbangan-ekonomika.html 2002

Keseimbangan Ekonomika

DALAM khasanah ilmu ekonomi, keseimbangan disebut dengan 'ekuilibrium’, being equal , suatu keadaan ketika kurva permintaan dan penawaran bertemu pada suatu titik. Namun kondisi ekuilibrium belum mencerminkan keadaan yang dinginkan oleh kedua pihak –yaitu produsen dan/ atau konsumen. Ketika struktur pasar dikuasai produsen –misalnya kasus monopoli dan oligopoli- maka titik equilibrium mencerminkan kecenderungan konsumen yang dirugikan, atau yang terjadi dead weight loss yaitu kesejahteraan yang hilang yang masing-masing pelaku ekonomi tidak mendapatkannya. Demikian pula ketika struktur sangat dikuasai konsumen, pada kasus monopsoni, maka produsen tidak mempunyai harga tawar –misalnya terjadi pada sektor pertanian sehingga petani sebagai produsen sangat dirugikan. Keuntungan dari keberadaan pasar persaingan sempurna adalah kemampuannya untuk mencerminkan harga keseimbangan sebagai harga yang sesunguhnya diinginkan masing-masing pelaku ekonomi. Persaingan karena banyaknya penjual/ pembeli akan membuat semakin efisiennya dinamika ekonomi yang terjadi. Syarat-syarat munculnya pasar yang seimbang adalah full employment (kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh), equal productivity (setiap orang memiliki kemampuan yang sama), rational efficient (masing-masing pelaku bertindak nalar). Tetapi apabila syarat tersebut tidak dipenuhi, maka yang terjadi adalah kegagalan pasar, yang indikasinya adalah munculnya pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan –baik kesenjangan antar golongan penduduk, antar sektor, maupun antar daerah. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/keseimbangan.html try to copy, paste, then enter

Mengapa Kita Bisa Bersatu

SERING saya masih mencari tahu bagaimana dan mengapa rakyat Indonesia dulu dapat bersatu. Padahal kita lihat banyak perbedaan. Mungkin begini jawabnya. Bahwa perbedaan itu dapat disatukan, lantaran adanya Pancasila, diantara sila Pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa, yang dibingkai dalam lambang Burung Garuda, yakni Bhineka Tunggal Eka. Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, kita dapat disatukan, melalui simbol Pancasila. Oleh karena itu saya mendorong pemerintah sebaiknya melakukan kaji ulang untuk menerapkan Pedoman Pengamalan Penghayatan Pancasila (P4). Jika dulu cara penyampaiannya menggunakan model indoktrinasi, saat ini perlu diubah melalui diskusi dan membuka wacana luas, dengan substansi Pancasila masih diperlukan untuk mempererat NKRI. Pada dasarnya Indonesia ini mudah akan terjadi perpecahan, jika generasi penerus tidak menyadari adanya pihak asing yang ingin membuat Indonesia tidak kuat. Kemudian kita perlu adanya figur atau tokoh pemersatu yang berperan menjadi Bapak Seluruh Bangsa, pertengkaran sesama anak bangsa yang terus terjadi, upata stategis dari konspoirasi global, dan adanya nama Indonesia yang bukan asli dari Nusantara. Semua itu perlu diteliti lebih lanjut, apakah ada relevansinya dengan kejadian saat ini dimana banyak daerah ingin memisahkannya.
Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/prinsip-prinsip-mencegah-kekorupsian.html try to click

Character, Condition of economy, Capacity to repay, Capital, Collateral

USAHA Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM musti kita bantu dan dorong untuk berhubungan dengan perbankan, seperti skema program Kredit Untuk Rakyat atau KUR yang disosialisasikan gencar saat ini. Upaya pemerintah tersebut semestinya ditindaklanjuti dengan mindset pelayanan dari pihak bank. Selama ini UMKM, terutama usaha mikro, sangat sulit memenuhi kriteria 5-C, yaitu character (moral), condition of economy (produktivitas), capacity to repay (kemampuan membayar), capital (semangat kerja/berusaha), dan collateral (agunan tambahan) yang diterapkan perbankan dalam penyaluran kredit. UMKM, terutama usaha mikro dan bahkan gurem, kesulitan memenuhi kriteria collateral. Untuk menjembatani kesenjangan persepsi atau asymetric information antara pemerintah dengan UMKM dan bahkan dengan bank, beberapa program pemerintah menyediakan para pendamping. Seperti misalnya Penyuluh Pertanian Lapangan, Petugas Lapangan Keluarga Berencana, Pekerja Sosial Kecamatan, dan sebagainya... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/masjid-sebagai-center-of-empowerment.html

Prinsip-prinsip Mencegah Kekorupsian

BAGAIMANA resep yang sekiranya manjur untuk mengobati korupsi dari aspek spiritual? Setidaknya terdapat 4 (empat) hal untuk mencegah terjadinya korupsi. Resep yang sebenarnya sudah banyak diketahui orang --namun lupa untuk diterapkan. Pertama, bersikap jujur, kedua bertanggungjawab, ketiga disiplin, keempat menjalin kerjasama. Menjalin kerjasama dalam hal ini adalah tidak saling curiga, saling berbuat kebaikan. Apa itu berbuat baik? Ialah melaksanakan sifat-sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Korupsi pasti merugikan Negara, apalagi ia mengurangi hak orang lain. Namun yang sukar dibuktikan adalah yang dilakukan secara ‘suka sama suka’ secara massal, yang tidak mengurangi hak orang-orang tersebut. Kita memerlukan sistem yang mampu menutup potensi ke arah korupsi ‘korupsi jamaah' itu..... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/kesejahteraan-sosial-sebagai-senjata.html try to click

Kejujuran adalah....

KEJUJURAN adalah perkataan, pikiran, tulisan, dan langkah yang benar, sesuai dengan hati nurani. Karena sesungguhnya, hati nurani akan selalu berada pada kebenaran dan berbuat sesuatu Lillahita’ala, karena Allah semata. Karena kejujuranlah seseorang akan terhindar dari perbuatan yang dapat merusak dirinya dan juga yang merugikan orang lain. Kejujuran merupakan landasan kehidupan bagi umat manusia. Karena, apabila seseorang tidak jujur, berarti ia melakukan hal yang tidak benar, karena tidak melaksanakan petunjuk dari Tuhannya. Kejujuran itu akan menyiptakan Hamemayu Hayuning Bawono, membuat dunia menjadi lebih baik, menjadikan bangsa ini Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur. Jujur berarti melaksanakan Asmaul Husna, sebagai sifat Allah Al- Mu’min Yang Maha Jujur. Untuk menjadi pribadi yang jujur, dibutuhkan kesadaran dan latihan secara serius yang merupakan penyatuan antara cipta, rasa, dan karsa. Antara intelektual, emosional dan spiritual. Dalam Islam, itu dicontohkan dengan mendirikan sholat. Karena, dengan sholat itulah seseorang melakukan sesuatu kebaikan yang sesuai dengan perintah Tuhan, sesuai hati nurani dan sesuai dengan perputaran bumi. Selengkapnya di http://esqmagazine.com/artikel_dtl.php?id=423
hasil wawancara dengan ESQmagazine

Selasa, 26 Agustus 2008

Wajib Atasi Kemiskinan

UPAYA mengatasi kemiskinan dengan segala persoalannya adalah salah satu program yang mendapat prioritas tinggi dari pemerintahan SBY-JK. Arah pemerintahan SBY-JK sudah benar. Selain itu, SBY-JK adalah duet yang tangguh dan ideal dalam menghadapi tantangan global dan nasional yang kian keras. Demikian cuplikan wawacara saya dengan inilah.com pada akhir Juli 2008. Berikut petikannya Pemberdayaan sosial merupakan refleksi terhadap kajian pembangunan manusia Indonesia selama ini. Intinya, pembangunan nasional harus memberi banyak manfaat ekonomi dan sosial, walaupun keberhasilan tersebut masih menyisakan masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Kita sudah melihat dan melakukan berbagai upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan mulai era Orde Lama, Orde Baru, masa krisis ekonomi, dan terakhir adalah program Departemen Sosial, yakni Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial atau BLPS. Memang ada keterbatasan dana. Tahun 2007 lalu dana Ditjen Pemberdayaan Sosial hanya bisa menjangkau kurang dari 200 ribu KK orang miskin produktif. Program bantuan yang dilaksanakan ini merupakan program lanjutan yang sifatnya hanya berupa proyek tahunan. Mulai tahun ini kita bakukan dengan KUBE-KUBE binaan Departemen Sosial yang sudah ada bersama KUBe yang dibina oleh organisasi sosial, BKKBN, Pertanian, Kelautan, dan lainnya. Secara teoritis, Departemen Sosial harus memilih kelompok-kelompok yang sudah maju dan mempunyai pendamping. Syarat-syarat penerima bantuan tunai bersyarat di antaranya, yang bersangkutan hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan sebesar Rp 150 ribu per kapita/tahun dengan data dari BPS yang diusulkan oleh camat dan kepala desa. Dalam penyaluran bantuan ini, pemerintah memberlakukan asas kepercayaan sebagai agunan. ... █ SELANJUTNYA silakan click ke http://www.inilah.com/berita/2008/07/31/40879/pemerintah-wajib-atasi-kemiskinan/ akhir Juli tahun 2008

Kemerdekaan Sejati

SALAH satu perenungan mengenai arti kemerdekaan yang saya lakukan adalah dari SMS yang masuk pada tanggal kemerdekaan kita yang ke-63 kemarin. Menurut "yayi jenderal" yang juga saya amini, bahwa kemerdekaan yang sejati adalah hubungan atau komunikasi langsung. Dengan berkomunikasi langsung maka akan terjalin setiakawan, semangat gotong royong, upaya beraliansi dengan semua golongan. Hal tersebut merupakan cerminan sikap yang mengutamakan “musyawarah mufakat” sesuai dengan sila keempat Pancasila. Kesetiakawanan yang utama adalah dengan Allah SWT (hablum min Allah) yang merupakan cerminan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesetiakawanan ketiga adalah dengan alam seisinya, sebagai refleksi dari hablum min ardi. Hal tersebut juga mengindikasikan cerminan sila “Kemanusiaan yang adil beradab”. Kesetiakawanan berikutnya adalah dengan sesama manusia yang biasa disebut dengan hablum minannas, yang merefleksikan sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Kesetiakawanan dengan sesama ini untuk menunjang kehidupan yang lebih bahagia. Sesuai dengan hukum ekonomi supply and demand yang merupakan turunan dari hukum alam bahwa yang menanam akan memetik hasilnya. Hal tersebut relevan juga dengan hukum Allah SWT dalam surat Al Baqarah, laha makasabat wa alaiha maa tasabat. Kalimat terakhir ini merupakan simpul dari sila kelima, Keadilan Sosial bagi Rakyat Indonesia. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/syukur-kemerdekaan.html

Masjid sebagai Center of Empowerment

SURAT At Taubah ayat 18 dalam Al Quran menyebutkan, "Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk". Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada yang berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan" (sumber: wikipedia). Masjid disamping sebagai tempat beribadah umat Islam dalam arti khusus (mahdlah) juga merupakan tempat beribadah secara luas (ghairu mahdlah) selama dilakukan dalam batas-batas syari'ah. Mengapa Masjid penting? Masjid mempunyai peran penting karena tempat manusia berkumpul. Diperkirakan jumlah masjid saat ini di Indonesia mencapai 800 ribu buah, dengan data terakhir tahun 2004 sebanyak 643.834 buah masjid. Apabila kaum muslim mempunyai spirit memakmurkan masjid maka hal tersebut menjadi potensi yang luar biasa. Bagaimana merevitalisasi masjid? Masjid sebagai tempat musyawarah untuk pengambilan keputusan politik/ kebijakan, pendidikan anak dan pengajian, serta silaturahmi antar generasi..... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/memberdayakan-masjid.html

SOS: Satu Orang Satu

APABILA kita taksir ke angka kemiskinan atas, persentase sebesar 16,58 persen atau 17% adalah mendekati 20%. Berarti dari 5 orang Indonesia, 1 diantaranya adalah miskin. Lalu bagaimana 4 (empat) orang lain? Mestinya mereka bersama-sama mengentaskan satu orang yang miskin. Selama ini kita kenal “SOS” atau satu orang satu, seandainya satu orang Indonesia membantu satu orang lain –yang notabene miskin- maka selesai sudah kemiskinan di Indonesia. Waktu itu saya mengajak para hadirin untuk memulai dari diri sendiri di forum yang mulia tersebut. Makalah yang saya sampaikan juga berintikan upaya untuk merumuskan peran sebagai maicro mandiri manager untuk berbareng bergerak dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Akumulasi dana masyarakat yang besar dan terkumpul di bank tidak akan berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan, jika tidak didistribusikan ke sektor riil. Khususnya mendukung usaha gurem, dan mikro atau UGM, yang orang sering menyebutnya dengan ekonomi rakyat. Kelompok usia produktif (15-55 tahun) sebagai sasaran utama penanggulangan kemiskinan kemudian berkelompok menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), atau malahan ke level yang lebih rendah, yaitu usaha gurem dan mikro (UGM). Sebagai usaha gurem mereka memerlukan modal untuk mengembangkan usahanya. Pemerintah melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung menyediakan skema "kredit program" yang lebih bersifat subsidi "dana hibah bergulir" untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bergerak di usaha mikro. Kredit program itu ternyata kurang efektif. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain, pertama, dibutuhkan dana pemerintah yang sangat besar untuk menyediakan subsidi dana hibah bergulir tersebut sehingga setiap tahun akan memberatkan keuangan negara melalui APBN. Kedua... █ SELANJUTNYA silakan click ke http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/masjid-sebagai-center-of-empowerment.html bulan Juli tahun 2008

Reinventing Local Govt

MENURUT hasil disertasi bung Fadel di UGM, faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintah ada empat yakni kapasitas manajemen kewirausahaan, budaya organisasi, lingkungan makro dan endowment daerah. Kesemuanya menuntut untuk segera dilakukannya pembenahan atau reinventing local government. Hasil disertasinya menyimpulkan bahwa ternyata faktor lingkungan makro atau pemerintah pusat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap terhadap manajemen maupun kinerja daerah. Pemerintah daerah di era otonomi ini harus berani bikin inovasi, bikin terobosan. Dulu saat akan mengembangkan pelabuhan di Gorontalo untuk mengekspor jagung, keinginan tersebut ditolak oleh pusat dengan alasan seandainya Gorontalo memiliki pelabuhan –dan daerah tersebut tak punya pendapatan- maka pusat tidak akan memberi uang. Dengan kewenangan yang penuh dan mendapat persetujuan DPRD, Pemprov Gorontalo lantas mengalokasikan dana dari APBD untuk membangun pelabuhan. Setelah pelabuhan ada, perekonomian Gorontalo justru maju. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/pemberdayaan-apa-mengapa-dan-bagaimana.html try to copy, paste, then enter

Pemberdayaan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

APA itu “Pemberdayaan”? Ialah agenda peningkatan kesejahteraan rakyat melalui peran serta aktif masyarakat itu sendiri dalam mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup, meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi, serta memperkukuh martabat manusia dan bangsa. Mengapa atau kenapa dipilih Pemberdayaan? Pemberdayaan menjadi penting karena ia merupakan strategi penanggulangan kemiskinan yang paling efektif. Hasilnya lebih sustainable atau berkelanjutan. Bagaimana pemberdayaan? Masyarakat miskin kelompok usia produktif (15-55 tahun) diberi "daya”. Penyadaran dengan target. Mereka yang akan diberdayakan diberi pencerahan dan disadarkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk maju. Diberikan kemampuan. Peningkatan kapasitas ini dilakukan kepada manusia, organisasi, dan sistem nilai yang melekat padanya. Diberi daya, kekuasaan, dan otoritas. Mereka diberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam komunitas .... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/memberdayakan-masjid.html try to copy, paste, then enter

Senin, 25 Agustus 2008

Sabar-Syukur thd Kemerdekaan

PEMAKNAAN kemerdekaan akan beragam tergantung world view dari individu-individu. Pemaknaan berikutnya yang tergolong realistis adalah pemahaman yang sufistik, yaitu ”sabar dan syukur”. Terhadap fenomena kemiskinan yang masih mendera di Indonesia pada saat ini (yaitu 15,4 persen pada Maret 2008), dan juga pengangguran yang masih 8,5 persen, kita harus bersabar. Karena memang persoalan itu tidak akan tuntas. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi tingkat persoalan dengan lebih mengoptimalkan upaya kita. Setelah sabar kita bersyukur. Presiden dalam pidato kenegaraannya di depan Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Jumat 16 Agustus 2008, menyatakan bahwa angka kemiskinan tahun 2008 adalah angka kemiskinan terendah baik besaran maupun persentasenya selama satu dekade terakhir. Tingkat kemiskinan mengalami penurunan dari 17.7 persen pada tahun 2006 menjadi 15.4 persen pada Maret 2008. demikian pula dengan pengangguran terbuka yang juga berhasil diturunkan, dari 10,5 persen pada Februari 2006, menjadi 8,5 persen pada Februari 2008. Bersyukur atas upaya tersebut. Dus, bagi saya, dari 100 persen keberhasilan maka yang 99 persen adalah usaha manusia dan 1 persen adalah Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Tetapi yang 1 persen ini letaknya mendekati paripurna dan bersifat menentukan. Ketika 1 persen tidak dikabulkan Tuhan YME maka rusaklah usaha 99 persen kita. Maka kita harus sabar dalam mengarungi 99, dan bersyukur ketika 1 melengkapinya menjadi 100. ”Menjadi warga negara yang sabar dan bersyukur”, itulah yang bisa saya pesankan kepada kita semua. RANGKUMAN dari rubrik Renungan pada edisi September dwimingguan pertama, 2008 Lanjutan dari http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/syukur-kemerdekaan.html

Syukur Kemerdekaan

DUA pekanan lalu baru kita memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63. Pemaknaan kemerdekaan akan beragam tergantung world view dari individu-individu. Hari ahad kemarin (24 Agustus 2008) harian Kompas menurunkan laporannya mengenai kegiatan perayaan 17-an di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Magelang. Mereka memaknai kemerdekaan dengan perayaan lewat pentas ketoprak dan beragam unjuk kebudayaan. Merdeka lewat seni. Bagi kaum yang gelisah –kebanyakan generasi muda- pemaknaan merdeka adalah ketidakpuasan terhadap kondisi kebangsaan yang tak kunjung selesai. Berbagai persoalan bangsa masih mengemuka seperti kemiskinan, korupsi, dan pengangguran. Next Pemaknaan lain, yang lebih optimis, masuk ke handphone saya via sms tepat pada tanggal 17 Agustus. Dari adik angkatan saya di SMA Negeri 1 Solo, yang saya sebut dengan “yayi jenderal”, atau mas Joko Santoso. Menurut pembicaraan kami, kemerdekaan yang sejati adalah hubungan atau komunikasi langsung. Dengan berkomunikasi langsung maka akan terjalin setiakawan, semangat gotong royong, upaya beraliansi dengan semua golongan. Hal tersebut merupakan cerminan sikap yang mengutamakan “musyawarah mufakat” sesuai dengan sila keempat Pancasila. Kesetiakawanan yang utama adalah dengan Allah SWT (hablum min Allah) yang merupakan cerminan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kesetiakawanan ketiga adalah dengan alam seisinya, sebagai refleksi dari hablum min ardi. Hal tersebut juga mengindikasikan cerminan sila “Kemanusiaan yang adil beradab”. Kesetiakawanan berikutnya adalah dengan sesama manusia yang biasa disebut dengan hablum minannas, yang merefleksikan sila ketiga “Persatuan Indonesia”. Kesetiakawanan dengan sesama ini untuk menunjang kehidupan yang lebih bahagia. Sesuai dengan hukum ekonomi supply and demand yang merupakan turunan dari hukum alam bahwa yang menanam akan memetik hasilnya. Hal tersebut relevan juga dengan hukum Allah SWT dalam surat Al Baqarah, laha makasabat wa alaiha maa tasabat. Kalimat terakhir ini merupakan simpul dari sila kelima, Keadilan Sosial bagi Rakyat Indonesia. RANGKUMAN dari rubrik Renungan pada edisi September dwimingguan pertama, 2008

Kendalikan Pertumbuhan Penduduk

MENGAPA Indonesia masih miskin? Karena kelahiran bayi kebanyakan dari orang tua yang miskin pula. Coba bila kita tekadkan semangat “tiada bayi lahir miskin” dengan menakan angka kelahiran dari keluarga miskin, mungkin hasilnya akan berbeda. Sebenarnya Pemerintah telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN yang dikutip Kompas hari ini 25 Agustus 2008 halaman 1 menunjukkan bahwa dari laju pertumbuhan penduduk 2,34% per tahun pada periode 1970/ 1980 bisa turun menjadi 1,3 persen di tahun 2006 kemarin. Tetapi karena jumlah penduduknya terlanjur banyak –yaitu 220 juta jiwa- maka setiap tahunnya Indonesia bertambah 3,2 juta jiwa. Sama dengan total penduduk Singapura. Lalu jumlah penduduk masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu 128, 2 juta jiwa –atau mencapai 58% dari total 219,2 juta jiwa penduduk Indonesia tahun 2005. Bersambung Agustus 2008

Rabu, 20 Agustus 2008

Pesanku kepada Para Pilot

MEMBACA buku ”Pilot Spiritual Journey” membawa alam bawah sadar saya ke arena angkasa yang pernah saya saksikan secara live di cockpit pesawat udara. Terima kasih kepada mas Kapten Setia Budi yang beberapa kali membawa saya masuk ke ruang itu. Sungguh pengalaman yang luar biasa menyaksikan bahwa kita begitu kecil di dalam keruangan-Nya. Itu saja baru langit, bagaimana dengan jagad raya yang jarak antar bintang bisa mencapai ribuan tahun cahaya. Kita benar-benar kecil. Saya pernah mengatakan hal ini kepada mas Kapten Setya Budi dan Kapten Abdul Rozak –sang Pilot yang mendaratkan pesawat Garuda di Bengawan Solo. Anda sebagai seorang pilot adalah juga merupakan utusan Tuhan Allah SWT. Orang-orang yang pinilih. Di dalam jiwa Anda melekat sifat-sifat Tuhan YME, yang harus Anda implementasikan dalam bekerja sebagai seorang pilot. Ya Muta’aaliy, yang meninggikan, yang menjunjung tinggi akan nilai tanggung jawab, dan melayani. Dalam buku ini juga disebut bahwa di Indonesia setidaknya terdapat 5.000 orang pilot, tidak seberapa dibanding 250 juta penduduk Indonesia, karena perbandingannya mencapai 1: 50.000. Investasi untuk menjadi pilot dalam training 3 (tiga) tahun setidaknya mencapai Rp 300 juta. Benar-benar sebuah penanaman modal yang besar dalam pembangunan manusia. Penanaman modal tersebut tidak akan berarti apa-apa bila tidak diiringi dengan ”penanaman modal akhirat” atau PMA. Bila melihat pilot sebagai sebuah profesi, maka hanya melihat dari perspektif emosional. Dalam ’kaidah’ emosional, eksodus pilot dari maskapai satu ke yang lain dapat dibenarkan, dalam rangka memenuhi hajad hidupnya. Tetapi secara ’intelektual’ dan ’spiritual’ belum dapat dipandang benar. Peran pelayanan seorang pilot dalam menerbangkan awak dan penumpang adalah penglihatan secara perspektif intelektual. Seperti seorang sastrawan Kahlil Gibran menyatakan, ”Kerja adalah cinta yang mengejawantah”. Seterusnya silakan click http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/korupsi-dilawan-dengan-kesejahteraan.html August 2008

Cita-cita Pilot Malah Menjadi Ekonom

SAYA memang pernah bercita-cita menjadi pilot. Tidak hanya saya, banyak orang bercitacita untuk menjadi seorang pilot. Hampir setiap anak –terutama bocah laki-laki- akan menyebut ’pilot’ ketika ditanya citacitanya. Tetapi ketika SMA saya merasa kurang mampu dalam matematika sehingga masuk ke jurusan sosial, bukan jurusan ilmu pasti yang sebenarnya akan lebih mempermudah jalan untuk menjadi seorang pilot. Untuk itu saya mengambil les private khusus pelajaran matematika di Solo sekitar 40 tahun yang lalu. Tetapi jalan hidup mengantar saya ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Berbekal les matematika, saya menjadi asisten mata kuliah matematika ekonomi, dan akhirnya mata kuliah ”Ekonometrika” merupakan mata kuliah yang saya ampu pertama kali sebagai staf pengajar di UGM. Urung menjadi pilot ternyata membawa berkah, blessing in disguise. Ilmu matematika yang rencananya saya pakai untuk melamar pilot malah membawa saya ke Ekonometrika. Dan yang lebih penting, teman –bahkan saudara- saya kebanyakan adalah pilot. Kakak ipar saya seorang pilot, keponakan saya ada juga yang pilot, dan tak terhitung teman-teman saya –terutama di ESQ- yang berprofesi sebagai seorang pilot. MORE on http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/korupsi-dilawan-dengan-kesejahteraan.html , August 2008

Lawan Korupsi

KORUPSI di dilawan dengan Kesejahteraan Sosial. Kesetiakawanan sosial hanya dapat terjadi jika terbangun dari kumpulan masyarakat terkecil, yakni keluarga –bahkan pribadi. Setelah itu berkembang ke tingkat rukun tetangga, rukun warga, dusun, desa, berlanjut kecamatan, kabupaten, lalu provinsi. Provinsi-provinsi bergabung di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak mungkin suatu Negara terbentuk tanpa kesetiakawanan. Namun kesetiakawanan belum cukup. Kesetiakawanan harus diikuti oleh bukti nyata berupa kesejahteraan. Jika ketiga nilai di atas dapat terpenuhi maka hilanglah yang namanya korupsi. Kesejahteraan sosial menjadi senjata paling ampuh untuk melawan korupsi. Semua dalam kesejahteraan masing-masing, tanpa berusaha mengurangi hak orang lain .... Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/kesejahteraan-sosial-sebagai-senjata.html copy, paste, then enter

Evaluasi Kinerja Pemberdayaan Sosial

MENGUTIP dari laporan buku bertajuk "Evaluasi 3 (Tiga) Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009: Bersama Menata Perubahan” yang dilaunch pada tanggal 15 Agustus 2008 maka sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen. Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini. Dengan demikian jumlah penduduk miskin relatif bisa dikendalikan mengingat beberapa bencana, goncangan eksternal, dan jumlah penduduk yang meningkat terus selama itu. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah sebesar 16,6 persen sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 16,58 persen. Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 36,1 juta jiwa. Meskipun telah terjadi penurunan namun jumlahnya masih mencapai 35,1 juta jiwa. Dalam rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, telah dicapai sejumlah keberhasilan dalam rehabilitasi kesejahteraan, pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, pengembangan sistem perlindungan sosial, penelitian dan pengembangan, penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, pemberdayaan kelembagaan, peningkatan kualitas penyuluhan, serta pemberian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. Namun demikian, secara umum, kondisi kesejahteraan sosial di Indonesia masih memprihatinkan. Jumlah anak terlantar, balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah penyandang cacat, dan fakir miskin masih menjadi persoalan di bidang kesejahteraan sosial.

SOTK Depsos dan Tantangan Pembangunan

DIREKTORAT Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia , nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” atau yang lebih dikenal dengan nama SOTK mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. SOTK tersebut dihadapkan pada tantangan Pemerintah dan harapan masyarakat. Secara umum dalam rangka penanggulangan kemiskinan, capaian positif ditunjukkan dengan berkurangnya angka persentase penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin sudah hampir menyamai sebelum krisis. Bahkan, dalam persentase, tingkat penduduk miskin lebih rendah daripada saat sebelum krisis yang tercatat sebesar 17,50 persen. Sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen. Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini▀ BERSAMBUNG

Selasa, 19 Agustus 2008

Refleksi dan Tindakan

PRESENTASI bapak Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN)sangat menarik. Beliau menyatakan bahwa perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada umur negara itu. Contohnya negara India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Sedangkan Singapura, Kanada, Australia & New Zealand– negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun- saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin. Demikian pula ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas. Daratannya, 80% berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian & peternakan. Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Demikian pula ras dan/ atau warna kulit juga bukan faktor penting. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/kaya di Eropa. Lalu, apa perbedaannya? ▀ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/aparat-dan-pemberdayaan-masyarakat.html

Mengenal Depsos dan Dayasos

BERDASARKAN peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 82/ HUK/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial, Departemen Sosial mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang sosial. Susunan organisasi Departemen Sosial yang dipimpin Menteri Sosial terdiri dari Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Inspektorat Jenderal, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Staf Ahli Menteri sebanyak 5 orang –yang membidangi Otonomi Daerah, Hubungan Antar Lembaga, Perlindungan Sosial, Dampak Sosial, dan Integrasi Sosial. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial atau dikenal dengan Dayasos mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sedangkan pemberdayaan sosial yang diorganisasikan di Departemen Sosial meliputi pemberdayaan fakir miskin, pemberdayaan keluarga, pemberdayaan kelembagaan sosial masyarakat, pemberdayaan komunitas adat terpencil, serta program kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.█ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/revitalisasi-makna-pemberdayaan-sosial.html

Rabu, 13 Agustus 2008

SE Koperasi

SISTEM ekonomi Indonesia pada era Orde Baru sering disebut juga dengan Sistem Ekonomi Koperasi (SE Koperasi), sering pula disebut dengan Sistem Ekonomi Pancasila. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila didasarkan pada konsep demokrasi ekonomi di mana peranan Pemerintah dalam kehidupan ekonomi adalah terbatas pada cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Persaingan dapat dibenarkan karena potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Dasar perekonomian Indonesia adalah demokrasi ekonomi yang tercermin salahsatunya pada “bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi”. Dengan demikian koperasi berperan secara dominan, bersama dengan perusahaan Negara dan perusahaan-perusahaan swasta. Kuncinya adalah bahwa semua bentuk badan usaha didasarkan pada asas kekeluargaan dan prinsip harmoni, dan bukan pada asas kepentingan pribadi dan prinsip konflik kepentingan.█ TULISAN ini merupakan rangkuman buku "Sistem Ekonomi Pancasila dalam Perspektif" tahun 1999 halaman 34-36

Demokrasi Ekonomi

DALAM demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Tujuannya adalah kemakmuran bersama, bukan kemakmuran orang per orang. Sebab itu perekonomian itu disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai adalah koperasi. Selanjutnya apabila kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat belum tercapai maka pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Ini merupakan dasar pengakuan hukum bahwa kesejahteraan bersama merupakan tujuan dari tujuan dari pembangunan ekonomi, tidak hanya kesejahteraan golongan atau orang-orang. Mengutip pandangan Bung Hatta bahwa politik perekonomian berjangka panjang adalah semua usaha dan rencana untuk menyelenggarakan ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Selama proses menuju tercapainya hasil tersebut, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Bahkan Bung Hatta secara lebih jelas menganggap bahwa kegiatan perekonomian yang sedang dilaksanakan sangat mungkin berlainan dengan tujuan ideal kita di masa mendatang, asalkan hasilnya nyata untuk memperbaiki keadaan rakyat dan memecahkan permasalahan ketidak merataan kemakmuran. Tindakan ini untuk sementara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakannya....█ TULISAN ini merupakan rangkuman buku "Sistem Ekonomi Pancasila dalam Perspektif" tahun 1999 halaman 34-36

Kamis, 07 Agustus 2008

'Kasihsayang' Bukan 'Belaskasihan'

KITA sepakat bahwa program penanggulangan kemiskinan tidak boleh hanya charity semata, namun selanjutnya harus diikuti dengan langkah pemberdayaan dalam penanganan kemiskinan guna memperkuat keberfungsian sosial seseorang. Disini kami menenkankan bahwa ‘dari belas kasihan menjadi kasih sayang’. Maka upaya untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya ekonomi Indonesia serta mengurangi kemiskinan –dalam kerangka Ekonomi Pancasila- adalah “Bersama Membangun Bangsa”. Bekerjasama dengan BUMN dan swasta maka kita perlu mengoptimalkan CSR atau corporate social responsibility dalam upaya mengembalikan pusat ekonomi kepada rakyat: pembangunan dari-oleh-untuk Rakyat di Daerah. Lebih tepatnya Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. Mengutip laporan dari Bappenas dalam “Inventarisasi Program-program penanggulangan Kemiskinan” tahun 2002- menyatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan program selama ini yaitu banyak pengkategorian yang sebenarnya berbeda dengan tujuan penanggulangan kemiskinan. Seperti kelompok sasaran yang tidak ke usia produktif (15-55 tahun), adanya program yang bersifat pemberian bantuan (charity, karitatif), dan tumpangtindihnya program lintas sektor lintas regional. Kondisi yang dinginkan adalah paradigma pemberdayaan yang menjadi ‘ruh’ penanggulangan kemiskinan, kemudian terkikisnya ego sektoral, dan koordinasi yang rapi lintas sektor dan lintas regional. Sehingga tidak saatnya lagi kita hanya ‘memberi’ kepada orang miskin, tapi harus kita berdayakan. Beri mereka kepercayaan untuk mengelola modal dalam rangka mengembangkan usaha. Beri kesempatan untuk berkompetisi di pasar, dan bergaul dengan indah bersama perbankan. Perlakukan mereka secara sama dalam kesempatan berusaha.█ TULISAN ini merupakan rangkuman dari makalah yang dapat diunduh di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/revitalisasi-makna-pemberdayaan-sosial.html

Bebas Nilaikah SEP

SISTEM Ekonomi Pancasila atau SEP tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value system) inilah yang akan mempengaruhi tindakan dari para pelaku ekonomi. Sistem yang dikembangkan semestinya bertolak dari ideologi yang dianut, dalam hal ini adalah ideologi Pancasila. Sistem itulah elan vital dari manusia berperilaku. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamika pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintang pengarahan), ke jurusan mana sistem nilai nanti akan dikembangkan. Dalam Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan "hak menguasai" ini perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh karena itu, "hak menguasai oleh negara" harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak dan kewajiban negara sebagai; (1) pemilik; (2) pengatur; (3) perencana; (4) pelaksana; dan (5) pengawas. Ramuan kelima pokok ini dengan bobot yang berlainan dapat menempatkan negara dalam kedudukannya untuk menguasai lingkungan alam, sehingga "hak menguasai" bisa dilakukan baik dengan memiliki sumberdaya alam, maupun tidak memiliki sumberdaya alam, namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan. ▀ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/sistem-ekonomi-pancasila.html

Lagi: Ekonomi Pancasila

SISTEM Ekonomi Pancasila secara umum dapat diartikan yang memadukan ideologi-konstitusional (Pancasila dan UUD 1945) bangsa Indonesia dengan Sistem Ekonomi Campuran (Sistem Ekonomi Pasar Terkelola) yang diwujudkan melalui kerangka demokrasi ekonomi serta dijabarkan dalam langkah-langkah ekonomi yang memihak dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat, yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila adalah pertama, peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasta adalah penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight liberalism. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain. Dalam konsep demokrasi ekonomi dan politik, hubungan politik dan ekonomi tidak vertikal, tetapi paralel horisontal.▀ SELENGKAPNYA di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/sistem-ekonomi-pancasila.html

Negara Maju dan Terbelakang

PERBEDAAN utama antara Bangsa yang telah maju dan yang masih miskin adalah pada sikap/ perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan. Terdapat beberapa prinsip kehidupan yaitu sebagai berikut (1) Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari, (2) Kejujuran dan integritas, (3) Bertanggungjawab, (4) Hormat pada aturan & hukum masyarakat, (5) Hormat pada hak orang/warga lain, (6) Cinta pada pekerjaan, (7) Berusaha keras untuk menabung & investasi, (8) Mau bekerja keras, (9) Tepat waktu, (10) Tidak menyalahkan orang lain. Di negara terbelakang/miskin /berkembang, hanya sebagian kecil masyarakatnya mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut. Kita terbelakang/lemah/miskin karena perilaku kita yang kurang atau tidak baik. Kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan yang akan memungkinkan masyarakat kita pantas membangun masyarakat, ekonomi, dan negara..... ▀ NEXT on http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/aparat-dan-pemberdayaan-masyarakat.html

Faktor Pemengaruh Proses Pemberdayaan

URAIAN dari literatur pemberdayaan masyarakat sering menekankan adanya 2 (dua) faktor utama yang berpengaruh pada proses pemberdayaan, yaitu pertama adalah diri dan kedua adalah lingkungan. Diri dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah mencakup keluarga –yaitu keluarga yang menjadi peserta proses pemberdayaan. Sedangkan lingkungan (external) dalam proses tersebut mencakup pihak-pihak dan kondisi yang berada di luar keluarga atau lingkungan. Proses pembangunan yang alamiah hanya bisa terjadi jika asumsi-asumsi pembangunan dapat dipenuhi, yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh (full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal productivity, equal access, level playing field), dan masing-masing pelaku bertindak rasional (efficient). Akan tetapi dalam kenyataannya, asumsi-asumsi tersebut sangat sulit untuk dipenuhi. Pasar seringkali tidak mampu memanfaatkan tenaga kerja dan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tidak mampu berada pada kondisi full employment. Kemudian tingkat kemampuan dan produktifitas pelaku ekonomi sangatlah beragam. Kondisi di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa tidak setiap pelaku ekonomi mendasarkan setiap perilaku pasarnya atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan efisien. Dalam kondisi demikian pasar atau ekonom telah terdistrosi... ◄SELANJUTNYA silakan membaca di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/pemberdayaan-menuju-keluarga-mandiri.html

Sarasehan Kepahlawanan, Kesetiakawanan, dan Pemerkayaan

PADA bulan-bulan November dan Desember ini Departemen Sosial –tepatnya di Ditjen Pemberdayaan Sosial- akan mengadakan serangkaian kegiatan. Dimulai dari Hari Pahlawan sepekan lagi, kemudian penyelenggaraan East Asia Ministerial Forum on Families di Bali tanggal 17 November 2008, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional pada tanggal 20 Desember di Istora Senayan. Untuk mewarnai kegiatan tersebut kami mengundang Tim Pemerkayaan Keluarga sebagai bagian dari Gerakan Nasional Kesejahteraan Sosial.

Sarasehan yang diselenggarakan pada tanggal 04 November 2008 ini mengundang 300 peserta terdiri dari kementerian lembaga, perbankan, dunia usaha, dan organisasi sosial seperti Karang Taruna dan Tagana. Tujuan dari acara ini adalah Tersosialisasikannya agenda kegiatan Ditjen Pemberdayaan Sosial pada bulan November-Desember 2008 meliputi Hari Pahlawan (10 November), EAMFF (17 November), dan HKSN (20 Desember). Kemudian kedua adanya saran dan masukan untuk melestarikan nilai-nilai kepahlawanan dan kesetiakawanan dalam keluarga. Sedang ketiga adalah keberlanjutan kegiatan dalam rangka pemaknaan wawasan kebangsaan.

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Ditjen Pemberdayaan Sosial dikoordinasi oleh Sekretariat Ditjen yang mempunyai tugas memberikan pelayanan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial yang menangani PSKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Direktorat Pemberdayaan Keluarga, dan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Sedangkan direktorat yang menangani PMKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, serta Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial.

Saudara-saudara sekalian,
Mengembalikan peran keluarga sebagai subyek pembangunan merupakan kompromi antara peran negara dan keterlibatan masyarakat dewasa ini. Negara dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat mempunyai aspirasi tersendiri dalam mengembangkan individu dan mencintai bangsa dan negara. Individu-individu penyusun negara dan bangsa semuanya secara serempak berpengaruh secara signifikan. Individu berkumpul dalam keluarga, keluarga membentuk masyarakat, kemudian berjenjang ke tingkat RT, RW, Kelurahan, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Negara, dan antar Negara.

Makna “Strong family strong nation”, dan ”Keluargaku adalah Martabatkau”, sebuah pesan moral yang sarat dengan makna keniscayaan yang patut menjadi pegangan bagi setiap insan yang mendambakan keharmonisan keluarga. banyak keluarga yang belum menyadari bahwa lingkungan sosial di luar keluarga saling terkait karena keluarga berada di tengah-tengah lingkungan sosialnya yang kemudian berkembang menjadi pemahaman kesejahteraan sosial keluarga dari beragam perspektif seperti persepsi keluarga sebagai penyebab masalah, korban dan sekaligus sumber pemecahan/penanganan masalah keluarga. Strategi penanganan keluarga yang diterapkan adalah melalui pemberian stimulan dengan tujuan untuk meningkatkan usaha pengembangan kemandirian keluarga. Lingkungan sosial keluarga merupakan entry point bagi terbangunnya proses sosial bagi anggota keluarga dalam menjalankan fungsi dan peran sosialnya. Kenyataannya ini perlu dimaknai bahwa menempatkan peran strategis keluarga dalam lingkungan sosial ini merupakan suatu kelaziman untuk mencegah dan mengatasi "ketidakberfungsian sosial " keluarga.
HKSN dari Masa ke Masa
HKSN atau Kari Kesetiakawanan Sosial Nasional sempat terhenti seremonialnya pada era reformasi. Kemudian dihidupkan lagi pada tahun 2006. Pada peringatan HKSN tahun 2006 di Solo Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 di Medan –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.
Sambutan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada Sarasehan “Hari Pahlawan, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, dan Pemerkayaan Keluarga” pada tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial, Jakarta

Saudara-saudara sekalian,
Kabinet Indonresia Bersatu telah menetapkan triple track untuk mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, yaitu dengan employment, income, dan growth. Dalam khasanah ekonomika pembangunan, ketiganya merupakan solusi untuk mengantar masyarakat agar bertransformasi struktural. Misalnya pendapat Harrod-Domar yang membahas 2 (dua) tahap perkembangan masyarakat yaitu dari tradisional ke modern (underdevelopment ke developed communities). Chennery yang berpendapat 3 (tiga) tahapan dari pertanian, industri, lalu ke jasa. Kemudian Rostow yang berasumsi 5 (lima) tahapan yaitu tradisional, pra-kondisi lepas landas, lepas landas, tahap konsumsi tinggi, dan masyarakat yang matang.

Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Depsos mengadaptasi hal ini dengan slogan “Kerja Untung Tabung” atau Kutabung. Bahwa bekerja akan mendatangkan keuntungan (profit) yang kemudian disimpan (saving) untuk kehidupan mendatang. Dengan Kutabung akan memunculkan warga yang mandiri, dan pastinya menjadi sejahtera. Hal ini relevan dengan slogan triple track Kabinet Indonesia yaitu employment, income, dan growth. Dengan semangat triple-track tersebut maka Pemerintah mempunyai target untuk mengurangi pengangguran, penanggulangan kemiskinan, dan memacu pertumbuhan.
.....◄Diringkas dari Sambutan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada Sarasehan “Hari Pahlawan, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, dan Pemerkayaan Keluarga” pada tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial, JakartaBaca juga di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Berawal dari Keluarga

MENJELANG akhir tahun kami di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan disibukkan dengan acara Hari Pahlawan tanggal 10 November, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tanggal 20 Desember. Tahun ini ditambah satu kegiatan yang melibatkan 16 kementerian sosial negara-negara ASEAN plus Australia, China, dan Jepang yang akan hadir untuk membahas masalah-masalah sosial di Bali, 17-19 Desember 2008 dalam acara East Asia Ministerial Forum on Families (EAMFF). Acara sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 04 November 2008 dengan mengambil tema “Kesetiakawanan dan kepahlawanan berawal dari keluarga (Solidarity and Heroism begin from home)”. Tema Renungan edisi kali ini beranjak dari tema sarasehan tersebut. Pembaca yang budiman, kondisi berbangsa dan bernegara sekarang ini dirasakan kondusif dengan nuansa demokratis yang telah berhasil dijaga keberlanjutannya oleh segenap komponen bangsa. Tetapi pada sisi lain suasana global merupakan tantangan bagi bangsa dan negara untuk mengatasi ancaman dan gangguan yang mungkin timbul. Beberapa bulan ini situasi ekonomi dunia baru dilanda keadaan mencemaskan yang terutama menerpa negara-negara maju.

Selain ekonomi, kondisi sosial budaya menjadi perihal yang juga patut diperhatikan. Dalam aspek ekonomi Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan strategi dan aksi menghadapi krisis dunia yang sepertinya telah menjadi siklus dasawarsa. Sedangkan aspek sosial-budaya dijaga oleh kementerian/ lembaga di bawah koordinasi Menko Kesra. Di tengah krisis dunia, program pemberdayaan yang diarahkan kepada sektor riil –seperti program dalam naungan Depsos yaitu Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, serta Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial- diharapkan menjadi jaring pengaman sosial untuk katup-katup ekonomi rakyat agar tetap bergerak, dalam koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM.

Mungkin akan menjadi perihal yang ambisius dan berlebihan kalau Pemerintah menyatakan mampu meng-cover 220 juta rakyatnya agar memiliki ketahanan dalam menghadapi gejolak lingkungan –baik negara maupun dunia- tanpa kecuali. Pemerintah memiliki keterbatasan finansial, manajerial, dan organisasional. Tetapi setidaknya terdapat upaya-upaya untuk menyadarkan rakyat mengenai situasi dan kondisi kebangsaan dan global saat ini. Pemerintah mengembalikan perannya sebagai fasilitator sementara masyarakat adalah aktor dalam pembangunan. Semuanya dalam kerangka kerjasama dengan akademisi, dunia usaha, baik swasta, maupun perbankan. Pemerintah mengingatkan masyarakat yang berkelompok dalam keluarga untuk memiliki kesadaran komunal yang akan ditularkan kepada anak-anaknya secara individual, hal itu mungkin akan lebih mendasar dan mengena dikaatkan peran Pemerintah dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam hal pemberdayaan keluarga Depsos memiliki tenaga pendamping seperti Lembaga Ketahanan Keluarga atau LK3, kemudian Karang Taruna, Petugas Sosial Kecamatan, Pekerja Sosial Masyarakat, dan Manager Sosial Kecamatan/ Kota. Peran para pendamping ini adalah “mengingatkan” kepada para anggota keluarga bahwa mereka mempunyai potensi untuk memajukan bangsa dan negara, dan agar memiliki unsur ketahanan dalam menghadapi tantangan dari luar.
Kepahlawanan tidak hanya berhenti pada aras sejarah. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan, atau minimal mewarisi makna kepahlawanan dalam diri kita. Sifat-sifat itu adalah kejujuran, keberanian, kerelaan berkorban, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau bahkan individu. Sifat-sifat tersebut perlu selalu kita sosialisasikan terutama karena tahun depan kita menghadapi Pemilihan Umum 2009. Saat kita terbagi dalam partai, saat itulah suasana kebatinan wawasan kebangsaan kita diuji, kepentingan manakah yang kita dahulukan. Secara lebih jauh, bila kita dihadapkan pada globalisasi terutama budaya dan ekonomi, maka kesetiakawanan kita juga diuji. Kesetiakawanan harus selalu kita gelorakan baik kepada diri sendiri, kepada lingkungan atau alam sekitar, kepada ibu pertiwi, kepada orang tua kita, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari katagori waktu, terminologi “kepahlawanan”, “kesetiakawan”, dan “keluarga” dapat ditenggarai aspek kesejarahannya. Nilai kepahlawanan adalah masa lalu. Kesetiakawanan adalah saat ini. Keluarga adalah masa depan. Masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri, masa sekarang adalah karunia. Bagaimana menurunkan nilai-nilai kepahlawanan yang masa lalu, untuk menjadi sikap setiakawan pada masa kini, dan diwariskan kepada keluarga kita sebagai aset masa depan.
Mengembalikan peran keluarga sebagai tempat pembelajaran akan menjadi relevan karena eksistensi Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah negara. Kalau baik kehidupan keluarganya, seharusnya baik pula negara tersebut. Kalau kita amati akhir-akhir ini, kekerasan kemudian tawuran, dan sederetan peristiwa yang membuat hati kita miris, adalah berawal dari keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta kasih dan penuh penghargaan, tentu berbeda perkembangannya setelah dewasa. Pada saat sarasehan tersebut pak Soerya Poetranto menyebutkan hasil penelitian bahwa anak-anak yang sukses dalam pendidikan –katakan dalam level master- hampir dipastikan berasal dari keluarga yang memang memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya di masa depan. Ketika menghadiri undangan menjadi pembicara di sebuah acara perenungan nilai-nilai Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, saya menyatakan bahwa keberhasilan generasi masa depan adalah ketika bertanggungjawab dalam menyatakan, ”Siap Berkeluarga”. Dengan menyatakan kesiapan maka akan muncul pula regenerasi masa depan yang siap –demi menyongsong citacita yang lebih baik.
Pada peringatan HKSN tahun 2006 Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.█ ◄Dimuat di rubrik Renungan di Majalah Komite pada bulan November 2008 edisi awal

Revitalisasi Makna "Pemberdayaan Sosial"

PEMBERDAYAAN sosial yang diorganisasikan di Departemen Sosial meliputi pemberdayaan fakir miskin, pemberdayaan keluarga, pemberdayaan kelembagaan sosial masyarakat, pemberdayaan komunitas adat terpencil, serta program kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. Pemberdayaan mengandung makna adanya partisipasi seluruh sasaran pelayanan dan komunitas sekitarnya serta masyarakat umumnya; adanya pendelegasian wewenang kepada daerah dalam menyusun rencana, melaksanakan dan mengendalikan program pembangunan kesejahteraan sosial; adanya peningkatan kemampuan sasaran pelayanan; serta aktualisasi peran-peran kelembagaan sosial masyarakat dan swasta dalam mengkoordinasikan pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial bersama-sama pemerintah. Strategi pemberdayaan dipergunakan dalam pelaksanaan program pembangunan kesejahteraan sosial karena tersedianya potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang belum didayagunakan secara optimal. Pemberdayaan dapat dilakukan dengan menggali kemampuan sasaran pelayanan, mendayagunakan potensi dan sumber yang tersedia di masyarakat dengan memberikan pelatihan ketrampilan, pendampingan dan bimbingan sosial serta pengembangan usaha ekonomi produktif dan usaha kesejahteraan sosial. Semakin lama semakin disadari bahwa program penanggulangan kemiskinan tidak boleh hanya charity semata, namun selanjutnya harus diikuti dengan langkah pemberdayaan dalam penanganan kemiskinan guna memperkuat keberfungsian sosial seseorang. Disini kami menenkankan bahwa ‘dari belas kasihan menjadi kasih sayang’. Maka upaya untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya ekonomi Indonesia serta mengurangi kemiskinan –dalam kerangka Ekonomi Pancasila- adalah “Bersama Membangun Bangsa”. Bekerjasama dengan BUMN dan swasta maka kita perlu mengoptimalkan CSR atau corporate social responsibility dalam upaya mengembalikan pusat ekonomi kepada rakyat: pembangunan dari-oleh-untuk Rakyat di Daerah. Lebih tepatnya Kecamatan sebagai pusat pertumbuhan. Strateginya adalah pemberdayaan masyarakat, langkahnya melalui Kutabung. Mari bekerja, raih keuntungan, dan sisihkan untuk menabung –demi masa depan yang lebih baik.
Kondisi pada saat ini –seperti yang dikutip dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui laporannya “Inventarisasi Program-program penanggulangan Kemiskinan” tahun 2002- menyatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan program selama ini yaitu banyak pengkategorian yang sebenarnya berbeda dengan tujuan penanggulangan kemiskinan. Seperti kelompok sasaran yang tidak ke usia produktif (15-55 tahun), adanya program yang bersifat pemberian bantuan (charity, karitatif), dan tumpangtindihnya program lintas sektor lintas regional. Kondisi yang dinginkan adalah paradigma pemberdayaan yang menjadi ‘ruh’ penanggulangan kemiskinan, kemudian terkikisnya ego sektoral, dan koordinasi yang rapi lintas sektor dan lintas regional. Sehingga tidak saatnya lagi kita hanya ‘memberi’ kepada orang miskin, tapi harus kita berdayakan. Beri mereka kepercayaan untuk mengelola modal dalam rangka mengembangkan usaha. Beri kesempatan untuk berkompetisi di pasar, dan bergaul dengan indah bersama perbankan. Perlakukan mereka secara sama dalam kesempatan berusaha.█ TULISAN ini merupakan rangkuman dari makalah yang disampaikan dalam rangka Seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Korda DIY, di Ruang Seminar FE UAJY, Jalan Babarsari, Yogyakarta, bulan November 2007

Employment, Income, Growth

NEGARA (baca: Pemerintah) tidak dapat bekerja sendiri dalam menyelesaikan seluruh permasalahan berbangsa dan bernegara. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya merupakan monopoli pemerintah dengan berbagai departemen sektoralnya, namun kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi yang menjadi tanggung jawab seluruh unsur bangsa Indonesia. Pemerintah tidak akan mampu menjadi pemain tunggal dalam menanggulangi kemiskinan, karena memiliki berbagai keterbatasan, baik dalam aspek manajemen, organisasi, maupun keuangan. Penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan secara menyeluruh (lintas sektor dan lintas regional) dengan melibatkan forum lintas pelaku. Sementara itu, arah penanggulangan kemiskinan ditujukan pada pemberdayaan dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat miskin, sehingga mereka dapat terlepas dari kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan.
Penanggulangan kemiskinan menjadi kunci untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah telah menetapkan triple track untuk mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, yaitu dengan employment, income, dan growth. Dalam khasanah ekonomika pembangunan, ketiganya merupakan solusi untuk mengantar masyarakat agar bertransformasi struktural. Misalnya pendapat Harrod-Domar yang membahas 2 (dua) tahap perkembangan masyarakat yaitu dari tradisional ke modern (underdevelopment ke developed communities). Chennery yang berpendapat 3 (tiga) tahapan dari pertanian, industri, lalu ke jasa. Kemudian Rostow yang berasumsi 5 (lima) tahapan yaitu tradisional, pra-kondisi lepas landas, lepas landas, tahap konsumsi tinggi, dan masyarakat yang matang. Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Depsos mengadaptasi hal ini dengan slogan “Kerja Untung Tabung” atau Kutabung. Bahwa bekerja akan mendatangkan keuntungan (profit) yang kemudian disimpan (saving) untuk kehidupan mendatang. Dengan Kutabung akan memunculkan warga yang mandiri, dan pastinya menjadi sejahtera. Hal ini relevan dengan slogan triple track Kabinet Indonesia yaitu employment, income, dan growth. Dengan semangat triple-track tersebut maka Pemerintah mempunyai target untuk mengurangi pengangguran, penanggulangan kemiskinan, dan memacu pertumbuhan.

Rabu, 06 Agustus 2008

Sistem Ekonomi Pancasila

SISTEM Ekonomi Pancasila secara umum dapat diartikan yang memadukan ideologi-konstitusional (Pancasila dan UUD 1945) bangsa Indonesia dengan Sistem Ekonomi Campuran (Sistem Ekonomi Pasar Terkelola) yang diwujudkan melalui kerangka demokrasi ekonomi serta dijabarkan dalam langkah-langkah ekonomi yang memihak dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat, yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur.
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila menurut Emil Salim (Emil Salim, “Membangun Koperasi dan Sistem Ekonomi Pancasila”, dalam Sri-Edhie Swasono, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, Cetakan Kedua, 1987) adalah sebagai berikut: Pertama, peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasta adalah penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain. Sistem ekonomi ini memuat dasar demokrasi ekonomi, sebagai satu sisi dan "mata uang demokrasi". Sisi lain adalah demokrasi politik. Hakikat demokrasi ekonomi adalah tersebarnya (dispersi) kekuatan ekonomi di masyarakat, dan tidak tersentralisasi di pusat atau terkumpul di beberapa tangan anggota masyarakat (monopoli dan oligopoli). Dalam konsep demokrasi ekonomi dan politik, hubungan politik dan ekonomi tidak vertikal, tetapi paralel horisontal. Kedua, dalam Sistem Ekonomi Pancasila maka hubungan kerja antar lembaga-lembaga ekonomi tidak didasarkan pada dominasi modal, seperti halnya dalam Sistem Ekonomi Kapitalis. Juga tidak didasarkan pada dominasi buruh, seperti halnya dalam Sistem Ekonomi Komunis, tetapi asas kekeluargaan, menurut keakraban hubungan antar manusia. Hubungan seperti ini mengelak konfrontasi kepentingan antara modal versus buruh. Peranan manusia tidak ditentukan oleh besar-kecil modal yang dimiliki, atau tinggi-rendah upah yang diterima. Peranan manusia ditentukan oleh harkat dirinya selaku manusia. Karena itu pengembangan diri manusia memegang posisi sentral dalam pembangunan Sistem Ekonomi Pancasila. Arah pengembangan tertuju pada pembentukan manusia seutuhnya, sebagai penjelmaan keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara kemajuan lahiriah dan batiniah, antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan masyarakat dan antara manusia dengan lingkungan alam. Ini memerlukan keselarasan dalam pengembangan iman, budi-pekerti dan rasio dalam diri manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia berkualitas, yang bisa tumbuh berkembang dalam peri kehidupan berkualitas. Sebaliknya, kualitas hidup merupakan penciptaan dan manusia yang berkualitas.
Ketiga, masyarakat sebagai suatu kesatuan memegang peranan sentral dalam Sistem Ekonomi Pancasila. Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Masyarakat adalah bagian dari unsur ekonomi non-negara, yakni ekonomi swasta. Dalam ekonomi swasta ini yang menonjol bukan perorangan (individual), tetapi masyarakat sebagai kesatuan yang melebihi jumlah orang perorangan. Tekanan kepada masyarakat tidak berarti mengabaikan individu. Tetapi langkah tindak individu harus serasi dengan kepentingan masyarakat. Masyarakat umum terbagi atas sub-sistem masyarakat petani, masyarakat nelayan, masyarakat buruh, masyarakat penawar jasa, dan sebagainya. Pengelompokan ini dipengaruhi oleh macam sumberdaya alam (resources) yang digunakan masyarakat ini masing-masing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka yang penting dalam perkembangan sub-sistem masyarakat ini adalah terbukanya kesempatan memperoleh {accessibility) sumberdaya alam bagi kelompok masyarakat ini. Keempat, Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan "hak menguasai" ini perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh karena itu, "hak menguasai oleh negara" harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak dan kewajiban negara sebagai; (1) pemilik; (2) pengatur; (3) perencana; (4) pelaksana; dan (5) pengawas. Ramuan kelima pokok ini dengan bobot yang berlainan dapat menempatkan negara dalam kedudukannya untuk menguasai lingkungan alam, sehingga "hak menguasai" bisa dilakukan baik dengan memiliki sumberdaya alam, maupun tidak memiliki sumberdaya alam, namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan pengawasan. Sistem Ekonomi Pancasila tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value system) inilah mempengaruhi kelakuan pelaku ekonomi. Sistem yang dikembangkan bertolak dan ideologi yang dianut, dalam hal ini adalah ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamika pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintang pengarahan), ke jurusan mana sistem nilai dikembangkan.█ KUTIPAN dari buku "Ekonomi Pancasila Dalam Perspektif"

Asal Muasal "Ekonomika"

DALAM perspektif empiris teoritis, pengertian ekonomi berasal dari penggabungan dua suku kata Yunani yaitu oikos dan nomos. Arti oikos adalah rumah tangga sedangkan nomos berarti mengatur. Istilah ”oikos” dan ”nomos” pertamakali digunakan oleh Xenophone, salah seorang filsuf yunani. Atas dasar pengertian tersebut, maka ilmu ekonomi diartikan sebagai ilmu tentang mengelola dan mengatur rumah tangga. Tujuan pengelolaan rumah tangga ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup melalui tiga kegiatan utama, yaitu; produksi, distribusi dan konsumsi. Pemenuhan kebutuhan hidup dengan kendala terbatasnya sumber-sumber daya (scarcity) erat kaitannya dengan upaya meningkatkan kemakmuran (menyangkut aspek ekonomi) dan kesejahteraan (menyangkut aspek non ekonomi). Tingkat kemakmuran dan kesejahteraan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas barang dan jasa, baik berupa barang konsumsi, barang produksi, barang habis pakai, barang tahan lama, maupun jasa-jasa termasuk di dalamnya kesehatan, pendidikan, sewa rumah, serta berbagai bentuk jasa pelayanan lainnya.
Kebutuhan konsumsi barang dan jasa hanya dapat dipenuhi jika tingkat pendapatan yang diperoleh sebagai imbalan dari keikutsertaan dalam kegiatan produksi adalah tinggi. Tingkat rendahnya produksi dipengeruhi oleh pengeluaran untuk pengadaan berbagai faktor produksi. Semakin tinggi pendapatan, maka jumlah dan macam pengeluaran ini dapat terbeli disebabkan pendapatan rumah tangga tinggi. Semakin besar pengeluaran yang berarti pula pembelian dan pemilikan barang dan jasa menjadi semakin bertambah. Dengan demikian dapat bahwa masyarakat sebagai kumpulan dari rumah tangga telah mencapai kemakmuran dan sekaligus kesejahteraan yang semakin tinggi.█ TULISAN ini merupakan rangkuman dari makalah "Ekonomi Pancasila: Dari Wacana ke Realita" yang disampaikan dalam rangka Seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Korda DIY, di Ruang Seminar FE UAJY, Jalan Babarsari, Yogyakarta, bulan November 2007

Ekonomi Pancasila dalam Perspektif

SISTEM Ekonomi Pancasila adalah rancang bangun dari ekonomi nasional, yang dijiwai oleh sila-sila dalam Pancasila. Secara garis besar, Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistim ekonomi yang berorientasi pada keadilan sosial dengan landasan utamanya adalah akhlak dan moral ke-Tuhanan, menekankan pada etika manusia yang beradab, menjunjung persatuan dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan. Konsep Ekonomi Pancasila, adalah normatif, yang setiap saat butuh penjabaran dan pemaknaan sesuai dengan tuntutan waktu. Menurut Sri Edi Swasono, Ekonomi Pancasila adalah pandangan filsafati di bidang kehidupan ekonomi sebagai implikasi langsung dari diterimanya Pancasila di negeri ini.
Penjabaran dan perwujudan secara kongkrit dari ekonomi Pancasila adalah pelaksanaan ekonomi masyarakat sesuai dengan tuntutan, kondisi dan aspirasi masyarakat Indonesia saat ini. Ekonomi masyarakat sesuai dituntunkan oleh ekonomi Pancasila dibentuk oleh tiga pilar utama, yaitu pertama, ideologi pembangunan ekonomi yaitu pancasila dan UUD 1945 sebagai moral dan etika pembangunan ekonomi Indonesia. Kedua, jiwa dan kondisi masyarakat Indonesia yang tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah juga APBN/APBD, yang memuat aspirasi dan kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pembangunan ekonomi. Ketiga, adalah teori-teori pembangunan ekonomi masyarakat yang akan menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Ekonomi masyarakat adalah bukan semata-mata ekonomi masyarakat kecil, yang dipisahkan dengan ekonomi masyarakat kelompok besar, atau ekonomi perdesaan yang dipisahkan dengan ekonomi perkotaan. Ekonomi masyarakat adalah suatu system ekonomi dimana seluruh lapisan masyarakat kelompok atau pelaku ekonomi dari yang kecil hingga yang besar dapat berperan serta aktif dan penuh. Yang dimaksud dengan penuh disini adalah tidak selalu sama, namun lebih menunjukkan pada makna optimal, adil, proporsional dan dapat berkembang. Untuk sampai kepada peran serta yang aktif dan penuh dari seluruh lapisan ekonomi dibutuhkan pemberdayaan pelaku ekonomi. Ekonomi masyarakat mengadakan perubahan penting ke arah kemajuan khususnya ke arah pendobrakan ikatan serta halangan yang membelenggu bagian terbesar dari masyarakat Indonesia dalam keadaan serba kekurangan dan serba keterbelakangan. Dalam perspektif empiris teoritis, setiap ilmu terutama ilmu ekonomi harus dapat dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan tercapainya kesejahteraan masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara adil dan merata. Teori ekonomi yang dirumuskan dari berbagai pengalaman pengelolaan kegiatan ekonomi terus berkembang sesuai dengan pemikiran dan peradaban manusia yang pada dasarnya mengutamakan atau memusatkan kepada manusia, baik sebagai makhluk individual maupun makhluk sosial dalam menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pelaku ekonomi. Asumsi dasarnya adalah yang menghasilkan, menikmati dan melestarikan dan tumbuh berkembang secara berkesinambungan. Asumsi ini tidak pernah terpenuhi bagi seluruh anggota masyarakat mengingat partisipasi, produktifitas dan efisiensi dari seluruh anggota masyarakat secara realitas tidak sama. Dalam perspektif empiris teoritis tentunya ada pelaku ekonomi yang sudah dapat mewujudkan tujuan ekonominya dan ada yang belum sehingga teori ekonomi terus tumbuh dan berkembang mengikuti dan menyesuaikan perkembangan masyarakat....█ TULISAN ini merupakan rangkuman dari makalah "Ekonomi Pancasila: Dari Wacana ke Realita" yang disampaikan dalam rangka Seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Korda DIY, di Ruang Seminar FE UAJY, Jalan Babarsari, Yogyakarta, bulan November 2007

Ekonomi yang Sesungguhnya

Makalah di uajy yogyakarta ini saya awali dari definisi terlebih dahulu. Dari definisi, kemudian kita sepakati permasalahannya. Bila sudah sepakat mari kita laksanakan, secara konsisten, dan akhirnya yang kita pikir selalu yang terbaik. Kita ucapkan, laksanakan, kendalikan, sehingga terealisir. Dalam hal ini Ilmu Ekonomi kita anggap sebagai suatu proses. Ekonomi adalah pembangunan, pembangunan adalah ekonomi. Keduanya adalah suatu proses bagaimana mewujudkan kesejahteraan rakyat. Rakyat adalah bahasa lain dari manusia. Manusia berkembang menjadi rakyat, rakyat berkembang menjadi masyarakat, masyarakat berkumpul menjadi warga, warga berkumpul menjadi warga desa, warga kecamatan, warga kabupaten, warga provinsi, warga negara, dan warga dunia. Ekonomi adalah ilmu yang mengatur rumah tangga dari manusia, manusia jadi rakyat, masyarakat jadi warga, dan seterusnya. Tujuannya adalah kesejahteraan. Kesejahteraan adalah sesuatu yang diperoleh dari proses ekonomi. Sejahtera itu kalau semua kebutuhannya terpenuhi. Kesejahteraan harus dicapai oleh manusia itu sendiri. Slogannya ”Siapa yang menikmati adalah yang menghasilkan”, itulah ekonomi yang sesungguhnya.█ TULISAN ini merupakan rangkuman dari makalah yang disampaikan dalam rangka Seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) dan Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Korda DIY, di Ruang Seminar FE UAJY, Jalan Babarsari, Yogyakarta, bulan November 2007

Senin, 04 Agustus 2008

Arusutamakan Ugm: Usaha Gurem dan Mikro

PERTUMBUHAN tidak serta-merta mampu menurunkan jumlah penduduk miskin, apabila tidak diikuti perbaikan kapabilitas sumber daya manusia. Akumulasi dana masyarakat yang besar tidak berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan, jika tidak didistribusikan ke sektor riil. Khususnya mendukung usaha gurem dan mikro atau ugm, yang orang sering menyebutnya dengan ekonomi rakyat. Segenap potensi perlu digerakkan agar tercipta sinergi dalam pengentasan kemiskinan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Meski memiliki sumber daya yang melimpah, namun Human Development Index (HDI) Indonesia pada 2006 masih menempati urutan 108 (medium human development) dari 177 negara. Ini jauh di bawah negara-negara lain yang memiliki sumber daya lebih rendah. Tahun ini HDI kita masih rendah. Kondisi kesejahteraan penduduk miskin sangat rentan terhadap gejolak dan perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Ketidakberdayaan penduduk miskin kerap diperburuk oleh intervensi yang tidak tepat sasaran, misalnya dalam bentuk subsidi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara berlebihan. Jumlah penduduk miskin sejak 1970-an menurun hingga pertengahan 1990-an. Kemudian meningkat akibat krisis multidimensi hingga akhir 1990-an dan kembali menurun hingga 2005. Pada 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin akibat bencana alam, meskipun kembali menurun pada 2007 menjadi 37,2 juta orang (BPS). Jumlah rumah tangga miskin pada 2006 sebanyak 19,3 juta kepala keluarga (Pusdatin Depsos). Persentase penduduk miskin terbesar terdapat di Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo. Sedangkan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Garis kemiskinan pada 2006-2008 adalah pendapatan Rp 158.051 per kapita per bulan yang merupakan rata-rata perkotaan Rp 179.144 per kapita per bulan dan perdesaan Rp 135.896per kapita per bulan. Selengkapnya di http://www.waspada.co.id/Ragam/Diskursus/Gunawan-Sumodiningrat-pemerintah-wajib-atasi-kemiskinan.html Dikutip dari Wawancara dengan Waspada Online tanggal 01 Agustus 2008

Anggaran untuk Kemiskinan

TREN belanja pemerintah pusat maupun daerah yang meningkat pesat tidak diikuti perbaikan indikator pembangunan secara memadai. Penelitian menyebutkan bahwa dalam 23 tahun (1985-2007) belanja pemerintah pusat meningkat rata- rata 101,9% per tahun, sedangkan belanja pemerintah daerah meningkat rata-rata 216,5% per tahun. Anggaran penanggulangan kemiskinan meningkat dari Rp18 triliun pada 2004 menjadi Rp81 triliun pada 2008, atau meningkat rata-rata 70% per tahun. Peningkatan anggaran tidak sejalan dengan pengurangan jumlah penduduk miskin, sehingga terdapat indikasi belanja pemerintah untuk mengurangi kemiskinan kurang efektif. Presiden telah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk menciptakan sinergi pemanfaatan sumber daya pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat dengan mengharmonisasi sekitar 53 program yang disertai dengan pendampingan dan penyediaan dana stimulan. Apa yang disebut ekonomi rakyat merupakan sasaran utama pemberdayaan,agar pelakunya dapat bekerja, mendapatkan keuntungan, kemudian menabung untuk hari depan. Kerja, untung, dan tabung.
Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/penanggulangan-kemiskinan-berwawasan.html try to copy, paste, then enter

Program yang Mainstreaming Gender

SEMUA orang normal yang hidup di alam ini pasti ingin sejahtera. Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan cita-cita ideal untuk mencapai sejahtera dalam kerangka berbangsa dan bernegara? Dengan pembangunan, development. Pemerintah Indonesia semenjak kemerdekaan telah selalu dan terus berupaya melakukan pembangunan. Bahkan para Bapak Pendiri Bangsa dalam Pembukaan UUD 1945 menyebut bahwa tujuan berdiri Republik ini adalah untuk: Melindungi segenap warga negara Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Selengkapnya adalah sebagai berikut ”.....membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Kesemuanya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Ditilik dari esensi dan muatannya, isi Pembukaan UUD 45 tersebut sangat sempurna pada eranya. Fungsi Negara tersebut tidak jauh berbeda dengan teori kebijakan publik seperti yang dirumuskan Musgrave melalui bukunya Public Finance: Theory and Practice, 1973. Menurut Musgrave fungsi utama pemerintah dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara berkenaan dengan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi meliputi aspek pengelolaan alokasi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan publik. Fungsi distribusi meliputi aspek pemerataan di dalam pendapatan dan kekayaan masyarakat. Sedangkan fungsi stabilisasi meliputi aspek-aspek pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/pkh-dan-mainstreaming-gender.html try to copy, paste, then enter

Solusi atas Persoalan Bangsa

TERDAPAT 3 (tiga) hal persoalan bangsa yang semakin perlu ditingkatkan dewasa ini. Pertama adalah semakin perlunya intensifitas pemaknaan kerakyatan dan kebangsaan dalam menyelesaikan kemiskinan, terutama dikaitkan dengan peringatan 100 tahun kebangkitan nasional (1928-2008) dan 80 tahun Sumpah Pemuda (1928-2008) pada tahun ini. Kedua desentralisasi yang memungkinkan penyebaran kekuasaan justru berlawanan arah dengan fenomena pemusatan distribusi ekonomi –dengan tolok ukur PDRB atau Produk Domestik Bruto- di wilayah Jawa. Sehingga daerah kaya sumberdaya alam, seperti Kalimantan dan Papua justru mengalami fenomena ”paradox of plenty” atau kemiskinan di tengah kelimpahan. Ketiga kemiskinan dan ketimpangan pada saat ini berada dalam konteks perkembangan praktik demokrasi –pasca Reformasi- yang diwarnai oleh politik biaya tinggi. Situasi semacam itu mengharuskan kita untuk mengkaji kembali keseluruhan tatanan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya yang justru memperkokoh proses pemiskinan seperti: besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan berbagai proses eletoral di tingkat nasional pun lokal, pembiayaan politik yang tinggi dalam proses kandidasi dan selanjutnya dalam proses kompetisi politik untuk merebut jabatan politik. Universitas Gadjah Mada dalam salahsatu seminarnya memfasilitasi berbagai perguruan tinggi untuk mewujudkan Tridharma Perguruan Tinggi yang memiliki kepedulian mendalam pada persoalan kemiskinan dan ketimpangan serta penumbuhan demokrasi yang murah dan berkualitas. ........ Selanjutnya dapat diunduh di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/dari-lokakarya-ke-dialog-publik.html

KPK, Hari ini dan ke Depan

KOMISI Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah lembaga independen yang diberi tugas untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi benarbenar berjalan dengan baik dan pada tempatnya.Masalahnya adalah, pada saat ini KPK telah berubah menjadi sebuah “panggung” dengan dua aktor: Para pejabat KPK sebagai “Pandawa” dan mereka yang dipanggil, tidak peduli apakah hanya sekadar wawancara, saksi, atau tersangka, sebagai “Kurawa”nya. Setting hitam-putih ini sungguh pas untuk media massa Indonesia yang berada pada kondisi reformasi. Sebuah perspektif baru public exposure di media massa Indonesia, sebagaimana istilah sosiolog Irwing Goffman, “dramaturgi”. Semua dilihat sebagai suatu drama,dan yang menentukan “Pandawa” dan “Kurawa” adalah media massa.Media massa menjadi kebenaran dan seringkali tanpa ampun melakukan pembunuhan karakter (character assasination). Sebagai seorang guru,saya menyadari bahwa ada yang salah dalam hal ini. Pertama, mengapa sampai bisa terjadi, seseorang yang diundang ke KPK untuk dimintai informasi, bahkan informasi yang bersifat ilmiah, dalam waktu kurang dari 12 jam sudah mengalami character assasination tanpa bisa membela diri? Betapa luar biasa negeri kita yang tercinta ini. Kedua, mengapa KPK, dalam waktu sangat singkat, selama lima tahun terakhir mendadak menjadi sebuah panggung drama politik paling kesohor di negeri ini. Ketiga, apa yang harus kita lakukan untuk menjadikan upaya penanggulangan korupsi menjadi sebuah upaya yang semakin accountable atau semakin dapat dipertanggungjawabkan? Ada beberapa pemahaman untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas......... N e x t http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=8305&coid=3&caid=31 dan/ atau http://www.reformasihukum.org/konten.php?nama=Pemilu&op=detail_politik_pemilu&id=273 Pernah dimuat di koran Sindo tanggal 26 Juni 2007

Subsidi buat Petani

MENURUT Stiglitz (1988), alasan pemihakan pemerintah terhadap satu golongan adalah adanya kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar didefinisikan sebagai munculnya masalah-masalah pembangunan akibat tidak terpenuhinya asumsi-asumsi pembangunan yang ada. Asumsi-asumsi tersebut antara lain kesamaan informasi serta kemampuan dan akses pada sumber daya ekonomi. Dalam konteks inilah upaya pemihakan pemerintah terhadap petani-terutama petani padi-selama ini dimaksudkan untuk mengoreksi kegagalan pasar yang terjadi, yang mengakibatkan terpuruknya nasib petani.Berbagai kebijakan, strategi, program, dan proyek pembangunan telah dijalankan pemerintah untuk mengangkat nasib petani agar mereka mampu menjadi pelaku ekonomi yang dapat bersaing di pasar. Berbagai subsidi yang telah diberikan pemerintah kepada petani diharapkan dapat menempatkan posisi petani dalam mekanisme pasar yang wajar. Namun, intervensi pemerintah tersebut dapat berubah menjadi kegagalan pemerintah yang semakin memperparah kondisi petani apabila tidak dilakukan secara tepat. Dalam konteks inilah diperlukan kebijakan yang tepat, penentuan sasaran yang tepat, dan kelompok sasaran yang tepat........ N e x t http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/lagi-subsidi-for-petani.html try to copy, paste, then enter

MDGs adalah Pembukaan UUD

KITA sebagai on behalf of Rakyat Indonesia sangat amat berkepentingan dengan keberhasilan MDGs. Kebetulan, delapan nilai dasar dari MDGs sudah menjadi amanat konstitusi negara UUD 1945. Nilai dasar 1-2 MDGs tersebut masing-masing berbunyi: menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar bagi semua, sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang berbunyi: mewujudkan kesejahteraan umum dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Nilai dasar ke 3-6: mendorong kesetaraan gender, menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, sesuai dengan pembukaan UUD 45 yang berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia. Sementara nilai dasar ke 7-8 melestarikan lingkungan, mengembangkan kemitraan global, sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang berbunyi ”menjaga dan melaksanakan ketertiban dunia”. MDGs tak lain merupakan Pembukaan UUD 45 yang diperluas…▀ Seterusnya http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/antara-mdg-dan-pembukaan-uud-45.html try to copy, paste, then enter

Pemberdayaan dan Pengembangan Kapasitas

MENGAPA Indonesia masih miskin? Karena kelahiran bayi kebanyakan dari orang tua yang miskin pula. Coba bila kita tekadkan semangat “tiada bayi lahir miskin” dengan menakan angka kelahiran dari keluarga miskin, mungkin hasilnya akan berbeda. Sebenarnya Pemerintah telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN yang dikutip Kompas, 25 Agustus 2008 halaman 1, menunjukkan bahwa dari laju pertumbuhan penduduk 2,34% per tahun pada periode 1970/ 1980 bisa turun menjadi 1,3 persen di tahun 2006 kemarin. Tetapi karena jumlah penduduknya terlanjur banyak –yaitu 220 juta jiwa- maka setiap tahunnya Indonesia bertambah 3,2 juta jiwa. Sama dengan total penduduk Singapura. Lalu jumlah penduduk masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu 128, 2 juta jiwa –atau mencapai 58% dari total 219,2 juta jiwa penduduk Indonesia tahun 2005. Permasalahan lain diungkap dalam buku laporan “Evaluasi 3 (Tiga) Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009: Bersama Menata Perubahan”.
Dari buku tersebut, Bappenas menyatakan bahwa secara umum dalam rangka penanggulangan kemiskinan, capaian positif ditunjukkan dengan berkurangnya angka persentase penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin sudah hampir menyamai sebelum krisis. Bahkan, dalam persentase, tingkat penduduk miskin lebih rendah daripada saat sebelum krisis yang tercatat sebesar 17,50 persen. Sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen.
Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini. Dengan demikian jumlah penduduk miskin relatif bisa dikendalikan mengingat beberapa bencana, goncangan eksternal, dan jumlah penduduk yang meningkat terus selama itu. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah sebesar 16,6 persen sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 16,58 persen.
Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 36,1 juta jiwa. Meskipun telah terjadi penurunan namun jumlahnya masih mencapai 35,1 juta jiwa. Sampai dengan saat ini pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Masih terjadi fenomena gizi buruk seperti yang terjadi di NTB dan NTT yang diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kecukupan gizi, dan kemarau berkepanjangan.
Selain masalah keterbatasan pangan, keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan juga merupakan masalah yang perlu diperhatikan pemenuhannya bagi masyarakat. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang rendah terhadap pendidikan, baik formal maupun non formal. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang terbatas dalam kesempatan berusaha. Kesulitan terjadi dalam memulai dan mengembangkan koperasi dan bentuk usaha lain, baik dalam skala mikro maupun skala kecil.
----
PEMERINTAH masih perlu bekerja keras dan berupaya lebih besar untuk mencapai sasaran penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin relatif masih cukup tinggi yaitu sebesar 37,17 juta jiwa atau 16,58 persen dari total penduduk. Sementara itu Pemerintah telah menetapkan sasaran pengurangan jumlah penduduk miskin sebesar 8,2 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2008 ini sasaran pencapaian kemiskinan sebesar 14,2 persen sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah atau RKP.
Rendahnya kualitas penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial dan masih lemahnya penanganan korban bencana alam dan sosial, juga merupakan permasalahan yang masih harus ditangani secara serius oleh negara. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Ditjen Pemberdayaan Sosial dikoordinasi oleh Sekretariat Ditjen yang mempunyai tugas memberikan pelayanan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial yang menangani PSKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Direktorat Pemberdayaan Keluarga, dan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Sedangkan direktorat yang menangani PMKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, serta Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial.
----

DALAM rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, telah dicapai sejumlah keberhasilan dalam rehabilitasi kesejahteraan, pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, pengembangan sistem perlindungan sosial, penelitian dan pengembangan, penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, pemberdayaan kelembagaan, peningkatan kualitas penyuluhan, serta pemberian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. Namun demikian, secara umum, kondisi kesejahteraan sosial di Indonesia masih memprihatinkan. Jumlah anak terlantar, balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah penyandang cacat, dan fakir miskin masih menjadi persoalan di bidang kesejahteraan sosial.
Dalam beberapa kesempatan, kami di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Departemen Sosial, menyatakan bahwa Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam menyelesaikan seluruh permasalahan berbangsa dan bernegara. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya merupakan monopoli pemerintah dengan berbagai departemen sektoralnya, namun kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi yang menjadi tanggung jawab seluruh unsur bangsa Indonesia. Pemerintah tidak akan mampu menjadi pemain tunggal dalam menanggulangi kemiskinan, karena memiliki berbagai keterbatasan, baik dalam aspek manajemen, organisasi, maupun keuangan. Penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan secara menyeluruh (lintas sektor dan lintas regional) dengan melibatkan forum lintas pelaku. Sementara itu, arah penanggulangan kemiskinan ditujukan pada pemberdayaan dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat miskin, sehingga mereka dapat terlepas dari kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pemerintah cukup ‘mengingatkan’ masyarakat agar berperikehidupan lebih maju. Dan yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mengantarkannya ke arah hidup yang lebih sejahtera.█ DIMUAT di Majalh KOMITE kolom Renungan pada bulan Oktober 2008