Senin, 06 Oktober 2008

Masyarakat Modern dan Tradisional

KEUNTUNGAN dari keberadaan pasar persaingan sempurna adalah kemampuannya untuk mencerminkan harga keseimbangan sebagai harga yang sesunguhnya diinginkan masing-masing pelaku ekonomi. Persaingan karena banyaknya penjual/ pembeli akan membuat semakin efisiennya dinamika ekonomi yang terjadi. Pertanyaannya, bagaimana apabila struktur pasar telah mengejawantah persaingan sempurna namun masih terjadi kegagalan pasar? Dalam hal ini Pemerintah perlu untuk bertindak dengan mengintervensi pasar. Bisa dengan ceiling price maupun floor price, atau menambah jumlah uang beredar dan menaik/ turunkan suku bunga dalam ilmu moneter. Dalam beberapa program Pemerintah seperti dalam program penanggulangan kemiskinan, masyarakat diingatkan agar ’seimbang’ melalui komponen pendamping, misalnya para Manager Sosial Kecamatan atau Maskot dalam program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang tugasnya adalah mengingatkan masyarakat agar kembali menuju keseimbangan. Pengibaratannya kurang lebih demikian. Ketika ketidakseimbangan terjadi dalam kehidupan kita, dalam kehidupan sehari-hari dengan tetangga, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apakah kita memang harus selalu menunggu kehadiran Pemerintah melalui intervensinya. Di sinilah perbedaan antara masyarakat modern dan tradisional. Masyarakat tradisional selalu menunggu uluran tangan Pemerintah –seperti dalam sebuah anekdot kasus bocornya genteng sekolahan yang tidak ditambaltambal karena menunggu bantuan Depdiknas. Sementara masyarakat modern berusaha untuk menyelesaikannya secara bersama dengan musyawarah dan mufakat. Dengan kesadaran sendiri maka mereka tanggulangi permasalahan secara bersamasama.█ Kutipan dari kolom Renungan bulan September 2008 /akhir

Percontohan Desa Wisata

PADA hari Sabtu tanggal 31 Maret 2007 kami bersama Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan Kunjungan Kerja bersama Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX dan jajarannya di lokasi Transmigrasi Lokal, Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Kegiatan ini sangat relevan dengan kesetiakawanan sosial. Saya sampaikan bahwa inti dari sebuah pembangunan manusia ada 5 (lima) langkah yang harus ditempuh, yaitu kerjasama dengan sang pencipta, kerjasama dengan sesama manusianya, setia kawan dengan alam, setia kawan dengan orang tuanya dan leluhurnya, serta kerjasama dengan dirinya sendiri. Yogya akan dijadikan pusat percontohan pembangunan manusia dan desa wisata, termasuk pembangunan sosial, maupun pembangunan ekonomi yang harus dipenuhi oleh masyarakatnya sendiri bagi daerah lain. Karena tanpa membangun ekonomi seperti berpakaian lengkap, makan kenyang, tidur nyenyak dan enak, pembangunan disegala bidang tidak akan mungkin dapat dilakukan.

Dalam rangkaian kunjungan kerja tersebut kami melihat areal seluas 150 hektar yang akan dijadikan percontohan desa wisata, di Bulak Dusun Mojo Legi, Karang Tengah, Imogiri, Bantul, kemudian melakukan penanaman perdana pohon jambu mete dari 4000 pohon yang akan ditanam sebagai makanan pokok ulat sutera liar, pelepasan kupu-kupu, dan penempelan telur ulat sutera liar di pohon jambu mete yang telah ada.█ Selengkapnya di http://nakertrans.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=41