Minggu, 09 November 2008

Merenungkan Makna Setia Kawan

KEPAHLAWANAN tidak hanya berhenti pada aras sejarah. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan, atau minimal mewarisi makna kepahlawanan dalam diri kita. Sifat-sifat itu adalah kejujuran, keberanian, kerelaan berkorban, mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan atau bahkan individu. Sifat-sifat tersebut perlu selalu kita sosialisasikan terutama karena tahun depan kita menghadapi Pemilihan Umum 2009. Saat kita terbagi dalam partai, saat itulah suasana kebatinan wawasan kebangsaan kita diuji, kepentingan manakah yang kita dahulukan. Secara lebih jauh, bila kita dihadapkan pada globalisasi terutama budaya dan ekonomi, maka kesetiakawanan kita juga diuji. Kesetiakawanan harus selalu kita gelorakan baik kepada diri sendiri, kepada lingkungan atau alam sekitar, kepada ibu pertiwi, kepada orang tua kita, dan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari katagori waktu, terminologi “kepahlawanan”, “kesetiakawan”, dan “keluarga” dapat ditenggarai aspek kesejarahannya. Nilai kepahlawanan adalah masa lalu. Kesetiakawanan adalah saat ini. Keluarga adalah masa depan. Masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri, masa sekarang adalah karunia. Bagaimana menurunkan nilai-nilai kepahlawanan yang masa lalu, untuk menjadi sikap setiakawan pada masa kini, dan diwariskan kepada keluarga kita sebagai aset masa depan. Pada peringatan HKSN tahun 2006 Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.█
Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Karang Taruna

KARANG Taruna adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas kesadaran dan tanggungjawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda diwilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial. Karang Taruna lahir tanggal 26 September 1960 di Kelurahan Bukit Duri Kampung Melayu Jakarta Selatan. Diprakarsai oleh Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAW) dan Lembaga Sosial Kampung (LSK) bekerja sama dengan Jawatan Pekerjaan Sosial. Sifat Stelsel Pasif ( setiap warga generasi muda yang berada dan berdomisili di Desa/Kelurahan tersebut adalah Warga Karang Taruna ( Tidak ada penerimaan anggota ). Bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS), Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Rekreasi Olahraga dan Kesenian (ROK). Karang Taruna sebagai mitra utama Kepala Desa/ Lurah, karena merupakan satu-satunya wadah Kepemudaan di Desa/Kelurahan yang bergerak dibidang UKS. Kepanjangan tangan Kepala Desa/Lurah dalam menangani permasalahan sosial kepemudaan di desa/kelurahannya. Perekat semangat NKRI di desa/kelurahan. Kemudian sebagai pendamping sosial bagi seluruh proses pembangunan dalam rangka penanganan PMKS di desa/kelurahan. Karang Taruna merupakan wadah kaderisasi kepemimpinan desa/kelurahan. Data kami di Ditjen Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial pada tahun 2006, upaya Pemberdayaan sosial yang dilaksanakan terhadap PSKS telah banyak meningkatkan jumlah PSKS, yaitu sebagai berikut: Dari jumlah Orsos 17.620, dan sebanyak 7.747 telah diberdayakan jumlah Karang Taruna 64.811, sebanyak 9.037 telah diberdayakan; jumlah PSM 364.427, sebanyak 26.364 telah diberdayakan. ◄Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/10/pemuda-harapan-bangsa.html Diringkas dari Renungan bulan Oktober 2008 paruh kedua Majalah Komite

Mengembalikan Peran Keluarga

MUNGKIN akan menjadi perihal yang ambisius dan berlebihan kalau Pemerintah menyatakan mampu meng-cover 220 juta rakyatnya agar memiliki ketahanan dalam menghadapi gejolak lingkungan –baik negara maupun dunia- tanpa kecuali. Pemerintah memiliki keterbatasan finansial, manajerial, dan organisasional. Tetapi setidaknya terdapat upaya-upaya untuk menyadarkan rakyat mengenai situasi dan kondisi kebangsaan dan global saat ini. Pemerintah mengembalikan perannya sebagai fasilitator sementara masyarakat adalah aktor dalam pembangunan. Semuanya dalam kerangka kerjasama dengan akademisi, dunia usaha, baik swasta, maupun perbankan. Pemerintah mengingatkan masyarakat yang berkelompok dalam keluarga untuk memiliki kesadaran komunal yang akan ditularkan kepada anak-anaknya secara individual, hal itu mungkin akan lebih mendasar dan mengena dikaatkan peran Pemerintah dalam berbangsa dan bernegara. Dalam hal pemberdayaan keluarga Departemen Sosial memiliki tenaga pendamping seperti Lembaga Ketahanan Keluarga atau LK3, kemudian Karang Taruna, Petugas Sosial Kecamatan, Pekerja Sosial Masyarakat, dan Manager Sosial Kecamatan/ Kota. Peran para pendamping ini adalah “mengingatkan” kepada para anggota keluarga bahwa mereka mempunyai potensi untuk memajukan bangsa dan negara, dan agar memiliki unsur ketahanan dalam menghadapi tantangan dari luar. ◄Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Strong Family Strong Nation

STRONG family, strong community, strong government, strong nation. Demikian pernyataan banyak pihak saat menanggapi presentasi kami di acara sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan Depsos yang diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bhakti. Acara mengambil tema “Kesetiakawanan dan kepahlawanan berawal dari keluarga (Solidarity and Heroism begin from home)”. Intinya bagaimana menurunkan nilai-nilai kepahlawanan yang masa lalu, untuk menjadi sikap setiakawan pada masa kini, dan diwariskan kepada keluarga kita sebagai aset masa depan. Mengembalikan peran keluarga sebagai tempat pembelajaran akan menjadi relevan karena eksistensi Keluarga sebagai unit terkecil dalam sebuah negara. Kalau baik kehidupan keluarganya, seharusnya baik pula negara tersebut. Kalau kita amati akhir-akhir ini, kekerasan kemudian tawuran, dan sederetan peristiwa yang membuat hati kita miris, adalah berawal dari keluarga. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh cinta kasih dan penuh penghargaan, tentu berbeda perkembangannya setelah dewasa. Pada saat sarasehan tersebut pak Soerya Poetranto menyebutkan hasil penelitian bahwa anak-anak yang sukses dalam pendidikan –katakan dalam level master- hampir dipastikan berasal dari keluarga yang memang memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya di masa depan. Ketika menghadiri undangan menjadi pembicara di sebuah acara perenungan nilai-nilai Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober, saya menyatakan bahwa keberhasilan generasi masa depan adalah ketika bertanggungjawab dalam menyatakan, ”Siap Berkeluarga”. Dengan menyatakan kesiapan maka akan muncul pula regenerasi masa depan yang siap –demi menyongsong citacita yang lebih baik. ◄Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Kondisi-Nasional, Kondisi-Global

PEMBACA yang budiman, kondisi berbangsa dan bernegara sekarang ini dirasakan kondusif dengan nuansa demokratis yang telah berhasil dijaga keberlanjutannya oleh segenap komponen bangsa. Tetapi pada sisi lain suasana global merupakan tantangan bagi bangsa dan negara untuk mengatasi ancaman dan gangguan yang mungkin timbul. Beberapa bulan ini situasi ekonomi dunia baru dilanda keadaan mencemaskan yang terutama menerpa negara-negara maju. Menjelang akhir tahun kami di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan disibukkan dengan acara Hari Pahlawan tanggal 10 November, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tanggal 20 Desember. Tahun ini ditambah satu kegiatan yang melibatkan 16 kementerian sosial negara-negara ASEAN plus Australia, China, dan Jepang yang akan hadir untuk membahas masalah-masalah sosial di Bali, 17-19 Desember 2008 dalam acara East Asia Ministerial Forum on Families (EAMFF). Acara sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 04 November 2008 dengan mengambil tema “Kesetiakawanan dan kepahlawanan berawal dari keluarga (Solidarity and Heroism begin from home)”. Selain ekonomi, kondisi sosial budaya menjadi perihal yang juga patut diperhatikan. Dalam aspek ekonomi Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan strategi dan aksi menghadapi krisis dunia yang sepertinya telah menjadi siklus dasawarsa. Sedangkan aspek sosial-budaya dijaga oleh kementerian/ lembaga di bawah koordinasi Menko Kesra. Di tengah krisis dunia, program pemberdayaan yang diarahkan kepada sektor riil –seperti program dalam naungan Depsos yaitu Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai, serta Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial- diharapkan menjadi jaring pengaman sosial untuk katup-katup ekonomi rakyat agar tetap bergerak, dalam koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM.
Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Menyiasati Anggaran yg Terbatas

KEADILAN Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia merupakan amanat untuk mewujudkan kesejahteraan umum seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kita kenal mekanisme tax and subsidy. Barangkali yang sering kita lupa adalah subsidi itu pajak-minus. Hal tersebut hanya dapat difasilitasi oleh kebijakan sektor riil. Subsidi tidak apa-apa sepanjang hal tersebut akan dimanfaatkan kelompok masyarakat yang lemah untuk pemberdayaan. Pemberdayaan yang nantinya akan membuat kesenjangan menjadi semakin tipis. Komprominya di tengah anggaran yang terbatas adalah eksistensi kebijakan subsidi langsung contohnya conditional cash transfer seperti bantuan langsung pemberdayaan. Dengan tambahan catatan pula, pendataan by name by address penerima yang kuat. Dengan CCT maka masyarakat dapat bekerja, kemudian mendapatkan keuntungan, dan menyisakannya untuk ditabung. Kerja, untung, tabung, yang dalam kaidah ekonomi pembangunan dikenal dengan mekanisme employment - income - growth...... ◄Selanjutnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/pancasila-sebagai-panduan-kehidupan.html