Senin, 04 Agustus 2008

Arusutamakan Ugm: Usaha Gurem dan Mikro

PERTUMBUHAN tidak serta-merta mampu menurunkan jumlah penduduk miskin, apabila tidak diikuti perbaikan kapabilitas sumber daya manusia. Akumulasi dana masyarakat yang besar tidak berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan, jika tidak didistribusikan ke sektor riil. Khususnya mendukung usaha gurem dan mikro atau ugm, yang orang sering menyebutnya dengan ekonomi rakyat. Segenap potensi perlu digerakkan agar tercipta sinergi dalam pengentasan kemiskinan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Meski memiliki sumber daya yang melimpah, namun Human Development Index (HDI) Indonesia pada 2006 masih menempati urutan 108 (medium human development) dari 177 negara. Ini jauh di bawah negara-negara lain yang memiliki sumber daya lebih rendah. Tahun ini HDI kita masih rendah. Kondisi kesejahteraan penduduk miskin sangat rentan terhadap gejolak dan perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Ketidakberdayaan penduduk miskin kerap diperburuk oleh intervensi yang tidak tepat sasaran, misalnya dalam bentuk subsidi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara berlebihan. Jumlah penduduk miskin sejak 1970-an menurun hingga pertengahan 1990-an. Kemudian meningkat akibat krisis multidimensi hingga akhir 1990-an dan kembali menurun hingga 2005. Pada 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin akibat bencana alam, meskipun kembali menurun pada 2007 menjadi 37,2 juta orang (BPS). Jumlah rumah tangga miskin pada 2006 sebanyak 19,3 juta kepala keluarga (Pusdatin Depsos). Persentase penduduk miskin terbesar terdapat di Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo. Sedangkan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Garis kemiskinan pada 2006-2008 adalah pendapatan Rp 158.051 per kapita per bulan yang merupakan rata-rata perkotaan Rp 179.144 per kapita per bulan dan perdesaan Rp 135.896per kapita per bulan. Selengkapnya di http://www.waspada.co.id/Ragam/Diskursus/Gunawan-Sumodiningrat-pemerintah-wajib-atasi-kemiskinan.html Dikutip dari Wawancara dengan Waspada Online tanggal 01 Agustus 2008

Anggaran untuk Kemiskinan

TREN belanja pemerintah pusat maupun daerah yang meningkat pesat tidak diikuti perbaikan indikator pembangunan secara memadai. Penelitian menyebutkan bahwa dalam 23 tahun (1985-2007) belanja pemerintah pusat meningkat rata- rata 101,9% per tahun, sedangkan belanja pemerintah daerah meningkat rata-rata 216,5% per tahun. Anggaran penanggulangan kemiskinan meningkat dari Rp18 triliun pada 2004 menjadi Rp81 triliun pada 2008, atau meningkat rata-rata 70% per tahun. Peningkatan anggaran tidak sejalan dengan pengurangan jumlah penduduk miskin, sehingga terdapat indikasi belanja pemerintah untuk mengurangi kemiskinan kurang efektif. Presiden telah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk menciptakan sinergi pemanfaatan sumber daya pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat dengan mengharmonisasi sekitar 53 program yang disertai dengan pendampingan dan penyediaan dana stimulan. Apa yang disebut ekonomi rakyat merupakan sasaran utama pemberdayaan,agar pelakunya dapat bekerja, mendapatkan keuntungan, kemudian menabung untuk hari depan. Kerja, untung, dan tabung.
Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/penanggulangan-kemiskinan-berwawasan.html try to copy, paste, then enter

Program yang Mainstreaming Gender

SEMUA orang normal yang hidup di alam ini pasti ingin sejahtera. Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan cita-cita ideal untuk mencapai sejahtera dalam kerangka berbangsa dan bernegara? Dengan pembangunan, development. Pemerintah Indonesia semenjak kemerdekaan telah selalu dan terus berupaya melakukan pembangunan. Bahkan para Bapak Pendiri Bangsa dalam Pembukaan UUD 1945 menyebut bahwa tujuan berdiri Republik ini adalah untuk: Melindungi segenap warga negara Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Selengkapnya adalah sebagai berikut ”.....membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Kesemuanya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Ditilik dari esensi dan muatannya, isi Pembukaan UUD 45 tersebut sangat sempurna pada eranya. Fungsi Negara tersebut tidak jauh berbeda dengan teori kebijakan publik seperti yang dirumuskan Musgrave melalui bukunya Public Finance: Theory and Practice, 1973. Menurut Musgrave fungsi utama pemerintah dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara berkenaan dengan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi meliputi aspek pengelolaan alokasi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan publik. Fungsi distribusi meliputi aspek pemerataan di dalam pendapatan dan kekayaan masyarakat. Sedangkan fungsi stabilisasi meliputi aspek-aspek pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter. Selengkapnya di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/pkh-dan-mainstreaming-gender.html try to copy, paste, then enter

Solusi atas Persoalan Bangsa

TERDAPAT 3 (tiga) hal persoalan bangsa yang semakin perlu ditingkatkan dewasa ini. Pertama adalah semakin perlunya intensifitas pemaknaan kerakyatan dan kebangsaan dalam menyelesaikan kemiskinan, terutama dikaitkan dengan peringatan 100 tahun kebangkitan nasional (1928-2008) dan 80 tahun Sumpah Pemuda (1928-2008) pada tahun ini. Kedua desentralisasi yang memungkinkan penyebaran kekuasaan justru berlawanan arah dengan fenomena pemusatan distribusi ekonomi –dengan tolok ukur PDRB atau Produk Domestik Bruto- di wilayah Jawa. Sehingga daerah kaya sumberdaya alam, seperti Kalimantan dan Papua justru mengalami fenomena ”paradox of plenty” atau kemiskinan di tengah kelimpahan. Ketiga kemiskinan dan ketimpangan pada saat ini berada dalam konteks perkembangan praktik demokrasi –pasca Reformasi- yang diwarnai oleh politik biaya tinggi. Situasi semacam itu mengharuskan kita untuk mengkaji kembali keseluruhan tatanan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya yang justru memperkokoh proses pemiskinan seperti: besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan berbagai proses eletoral di tingkat nasional pun lokal, pembiayaan politik yang tinggi dalam proses kandidasi dan selanjutnya dalam proses kompetisi politik untuk merebut jabatan politik. Universitas Gadjah Mada dalam salahsatu seminarnya memfasilitasi berbagai perguruan tinggi untuk mewujudkan Tridharma Perguruan Tinggi yang memiliki kepedulian mendalam pada persoalan kemiskinan dan ketimpangan serta penumbuhan demokrasi yang murah dan berkualitas. ........ Selanjutnya dapat diunduh di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/dari-lokakarya-ke-dialog-publik.html

KPK, Hari ini dan ke Depan

KOMISI Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah lembaga independen yang diberi tugas untuk memastikan bahwa pemberantasan korupsi benarbenar berjalan dengan baik dan pada tempatnya.Masalahnya adalah, pada saat ini KPK telah berubah menjadi sebuah “panggung” dengan dua aktor: Para pejabat KPK sebagai “Pandawa” dan mereka yang dipanggil, tidak peduli apakah hanya sekadar wawancara, saksi, atau tersangka, sebagai “Kurawa”nya. Setting hitam-putih ini sungguh pas untuk media massa Indonesia yang berada pada kondisi reformasi. Sebuah perspektif baru public exposure di media massa Indonesia, sebagaimana istilah sosiolog Irwing Goffman, “dramaturgi”. Semua dilihat sebagai suatu drama,dan yang menentukan “Pandawa” dan “Kurawa” adalah media massa.Media massa menjadi kebenaran dan seringkali tanpa ampun melakukan pembunuhan karakter (character assasination). Sebagai seorang guru,saya menyadari bahwa ada yang salah dalam hal ini. Pertama, mengapa sampai bisa terjadi, seseorang yang diundang ke KPK untuk dimintai informasi, bahkan informasi yang bersifat ilmiah, dalam waktu kurang dari 12 jam sudah mengalami character assasination tanpa bisa membela diri? Betapa luar biasa negeri kita yang tercinta ini. Kedua, mengapa KPK, dalam waktu sangat singkat, selama lima tahun terakhir mendadak menjadi sebuah panggung drama politik paling kesohor di negeri ini. Ketiga, apa yang harus kita lakukan untuk menjadikan upaya penanggulangan korupsi menjadi sebuah upaya yang semakin accountable atau semakin dapat dipertanggungjawabkan? Ada beberapa pemahaman untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas......... N e x t http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=8305&coid=3&caid=31 dan/ atau http://www.reformasihukum.org/konten.php?nama=Pemilu&op=detail_politik_pemilu&id=273 Pernah dimuat di koran Sindo tanggal 26 Juni 2007

Subsidi buat Petani

MENURUT Stiglitz (1988), alasan pemihakan pemerintah terhadap satu golongan adalah adanya kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar didefinisikan sebagai munculnya masalah-masalah pembangunan akibat tidak terpenuhinya asumsi-asumsi pembangunan yang ada. Asumsi-asumsi tersebut antara lain kesamaan informasi serta kemampuan dan akses pada sumber daya ekonomi. Dalam konteks inilah upaya pemihakan pemerintah terhadap petani-terutama petani padi-selama ini dimaksudkan untuk mengoreksi kegagalan pasar yang terjadi, yang mengakibatkan terpuruknya nasib petani.Berbagai kebijakan, strategi, program, dan proyek pembangunan telah dijalankan pemerintah untuk mengangkat nasib petani agar mereka mampu menjadi pelaku ekonomi yang dapat bersaing di pasar. Berbagai subsidi yang telah diberikan pemerintah kepada petani diharapkan dapat menempatkan posisi petani dalam mekanisme pasar yang wajar. Namun, intervensi pemerintah tersebut dapat berubah menjadi kegagalan pemerintah yang semakin memperparah kondisi petani apabila tidak dilakukan secara tepat. Dalam konteks inilah diperlukan kebijakan yang tepat, penentuan sasaran yang tepat, dan kelompok sasaran yang tepat........ N e x t http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/lagi-subsidi-for-petani.html try to copy, paste, then enter

MDGs adalah Pembukaan UUD

KITA sebagai on behalf of Rakyat Indonesia sangat amat berkepentingan dengan keberhasilan MDGs. Kebetulan, delapan nilai dasar dari MDGs sudah menjadi amanat konstitusi negara UUD 1945. Nilai dasar 1-2 MDGs tersebut masing-masing berbunyi: menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar bagi semua, sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang berbunyi: mewujudkan kesejahteraan umum dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Nilai dasar ke 3-6: mendorong kesetaraan gender, menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, sesuai dengan pembukaan UUD 45 yang berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia. Sementara nilai dasar ke 7-8 melestarikan lingkungan, mengembangkan kemitraan global, sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang berbunyi ”menjaga dan melaksanakan ketertiban dunia”. MDGs tak lain merupakan Pembukaan UUD 45 yang diperluas…▀ Seterusnya http://gs-renungan.blogspot.com/2008/07/antara-mdg-dan-pembukaan-uud-45.html try to copy, paste, then enter

Pemberdayaan dan Pengembangan Kapasitas

MENGAPA Indonesia masih miskin? Karena kelahiran bayi kebanyakan dari orang tua yang miskin pula. Coba bila kita tekadkan semangat “tiada bayi lahir miskin” dengan menakan angka kelahiran dari keluarga miskin, mungkin hasilnya akan berbeda. Sebenarnya Pemerintah telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN yang dikutip Kompas, 25 Agustus 2008 halaman 1, menunjukkan bahwa dari laju pertumbuhan penduduk 2,34% per tahun pada periode 1970/ 1980 bisa turun menjadi 1,3 persen di tahun 2006 kemarin. Tetapi karena jumlah penduduknya terlanjur banyak –yaitu 220 juta jiwa- maka setiap tahunnya Indonesia bertambah 3,2 juta jiwa. Sama dengan total penduduk Singapura. Lalu jumlah penduduk masih terkonsentrasi di pulau Jawa yaitu 128, 2 juta jiwa –atau mencapai 58% dari total 219,2 juta jiwa penduduk Indonesia tahun 2005. Permasalahan lain diungkap dalam buku laporan “Evaluasi 3 (Tiga) Tahun Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009: Bersama Menata Perubahan”.
Dari buku tersebut, Bappenas menyatakan bahwa secara umum dalam rangka penanggulangan kemiskinan, capaian positif ditunjukkan dengan berkurangnya angka persentase penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin sudah hampir menyamai sebelum krisis. Bahkan, dalam persentase, tingkat penduduk miskin lebih rendah daripada saat sebelum krisis yang tercatat sebesar 17,50 persen. Sasaran pencapaian di tahun 2009 untuk tingkat kemiskinan adalah 8,2 persen.
Walaupun selama kurun waktu 3 tahun telah terjadi penurunan namun masih lebih tinggi dari sasaran yang ingin dicapai. Perkembangan terakhir menunjukkan angka kemiskinan dapat diturunkan dengan kecepatan yang lebih tinggi dalam 2 tahun terakhir ini. Dengan demikian jumlah penduduk miskin relatif bisa dikendalikan mengingat beberapa bencana, goncangan eksternal, dan jumlah penduduk yang meningkat terus selama itu. Persentase jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk pada tahun 2004 adalah sebesar 16,6 persen sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar 16,58 persen.
Pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 36,1 juta jiwa. Meskipun telah terjadi penurunan namun jumlahnya masih mencapai 35,1 juta jiwa. Sampai dengan saat ini pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Masih terjadi fenomena gizi buruk seperti yang terjadi di NTB dan NTT yang diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kecukupan gizi, dan kemarau berkepanjangan.
Selain masalah keterbatasan pangan, keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan juga merupakan masalah yang perlu diperhatikan pemenuhannya bagi masyarakat. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang rendah terhadap pendidikan, baik formal maupun non formal. Masyarakat miskin juga mempunyai akses yang terbatas dalam kesempatan berusaha. Kesulitan terjadi dalam memulai dan mengembangkan koperasi dan bentuk usaha lain, baik dalam skala mikro maupun skala kecil.
----
PEMERINTAH masih perlu bekerja keras dan berupaya lebih besar untuk mencapai sasaran penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin relatif masih cukup tinggi yaitu sebesar 37,17 juta jiwa atau 16,58 persen dari total penduduk. Sementara itu Pemerintah telah menetapkan sasaran pengurangan jumlah penduduk miskin sebesar 8,2 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2008 ini sasaran pencapaian kemiskinan sebesar 14,2 persen sebagaimana tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah atau RKP.
Rendahnya kualitas penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial dan masih lemahnya penanganan korban bencana alam dan sosial, juga merupakan permasalahan yang masih harus ditangani secara serius oleh negara. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Ditjen Pemberdayaan Sosial dikoordinasi oleh Sekretariat Ditjen yang mempunyai tugas memberikan pelayanan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial yang menangani PSKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Direktorat Pemberdayaan Keluarga, dan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Sedangkan direktorat yang menangani PMKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, serta Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial.
----

DALAM rangka peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial, telah dicapai sejumlah keberhasilan dalam rehabilitasi kesejahteraan, pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, pengembangan sistem perlindungan sosial, penelitian dan pengembangan, penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, pemberdayaan kelembagaan, peningkatan kualitas penyuluhan, serta pemberian bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. Namun demikian, secara umum, kondisi kesejahteraan sosial di Indonesia masih memprihatinkan. Jumlah anak terlantar, balita terlantar, orang lanjut usia, jumlah penyandang cacat, dan fakir miskin masih menjadi persoalan di bidang kesejahteraan sosial.
Dalam beberapa kesempatan, kami di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Departemen Sosial, menyatakan bahwa Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam menyelesaikan seluruh permasalahan berbangsa dan bernegara. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya merupakan monopoli pemerintah dengan berbagai departemen sektoralnya, namun kemiskinan merupakan permasalahan multidimensi yang menjadi tanggung jawab seluruh unsur bangsa Indonesia. Pemerintah tidak akan mampu menjadi pemain tunggal dalam menanggulangi kemiskinan, karena memiliki berbagai keterbatasan, baik dalam aspek manajemen, organisasi, maupun keuangan. Penanggulangan kemiskinan harus dilaksanakan secara menyeluruh (lintas sektor dan lintas regional) dengan melibatkan forum lintas pelaku. Sementara itu, arah penanggulangan kemiskinan ditujukan pada pemberdayaan dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat miskin, sehingga mereka dapat terlepas dari kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pemerintah cukup ‘mengingatkan’ masyarakat agar berperikehidupan lebih maju. Dan yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan pelayanan kepada masyarakat untuk mengantarkannya ke arah hidup yang lebih sejahtera.█ DIMUAT di Majalh KOMITE kolom Renungan pada bulan Oktober 2008

MDGs: Millenium or Minimum

DALAM rangka mengurangi jumlah penduduk miskin di dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2000 telah mendeklarasikan Millennium Development Goals atau MDGs. Dalam deklarasi tersebut, diharapkan seluruh negara anggota PBB, melalui berbagai upaya serius, dapat mengurangi jumlah penduduk miskin dan kekurangan pangan hingga mencapai 50 persen pada tahun 2015. Sedangkan dalam RKP atau Rencana Kerja Pemerintah 2008, beberapa tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2008 adalah sebagai berikut. Pertama, mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah menetapkan sasaran ekonomi makro tahun 2008 adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen dan laju inflasi sebesar 6,0 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tersebut, pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin diharapkan akan turun menjadi sebesar 9,0 persen dan 16,8 persen pada tahun 2008. Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8 persen, dibutuhkan investasi sebesar Rp 1.296,1 triliun. Dalam RKP disebutkan bahwa dorongan akan diberikan pada peningkatan investasi yang masih lambat dan pertumbuhan sektor industri pengolahan yang masih lemah dalam tahun-tahun sebelumnya.Kedua, mempercepat pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Diharapkan pengangguran terbuka dan jumlah penduduk miskin akan turun menjadi 9,0 persen dan 16,8 persen pada tahun 2008. Kemudian ketiga, menjaga stabilitas ekonomi potensi gejolak moneter internasional yang terkait dengan melebarnya kesenjangan global, melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang, menurunnya harga-harga komoditi nonmigas dunia, dan tingginya likuiditas ekonomi dunia dapat mempengaruhi ketidakseimbangan eksternal, ketahanan fiskal, dan stabilitas moneter di dalam negeri.

SAAT deklarasi MDGs diluncurkan, tahun 2000, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 37,3 juta atau sekitar 19 persen. Tahun 2001, jumlah penduduk miskin turun meski tidak signifikan, mencapai 37,1 juta dari total penduduk. Sementara tahun 2004 angka penduduk miskin kembali turun menjadi 36,1 juta atau sekitar 16,6 persen. Tahun 2006 kembali meningkat, dan pada tahun 2007 menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 37,17 juta jiwa penduduk miskin atau 16,58 persen penduduk Indonesia dengan mempergunakan garis kemiskinan Rp 166.697 per bulan. Jumlah ini menurun sebanyak 2,13 juta orang dibandingkan tahun 2006.
Sedangkan menurut Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (2006) terdapat lebih dari 43 persen kabupaten/kota atau 190 kabupaten/kota dari 440 kabupaten/ kota di Indonesia yang masuk dalam kategori daerah miskin atau tertinggal. Bagian terbesar, sekitar 63 persen, berada di kawasan timur Indonesia, 28 persen di Sumatera, dan 8 persen di Pulau Jawa dan Bali. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sekitar 67 persen atau 120 kabupaten dari 180 kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia merupakan daerah miskin.
▀ ..... Bersambung kutipan dari makalah berjudul "Pemberdayaan SOsial dan Pencapaian MDGs: Evaluasi dan Prospek" pada dialog publik yang diselenggarakan oleh Yayasan Katalis bertempat di Jakarta Media Center, pada hari Kamis, tanggal 17 Januari 2008