Kamis, 07 Agustus 2008

Sarasehan Kepahlawanan, Kesetiakawanan, dan Pemerkayaan

PADA bulan-bulan November dan Desember ini Departemen Sosial –tepatnya di Ditjen Pemberdayaan Sosial- akan mengadakan serangkaian kegiatan. Dimulai dari Hari Pahlawan sepekan lagi, kemudian penyelenggaraan East Asia Ministerial Forum on Families di Bali tanggal 17 November 2008, dan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional pada tanggal 20 Desember di Istora Senayan. Untuk mewarnai kegiatan tersebut kami mengundang Tim Pemerkayaan Keluarga sebagai bagian dari Gerakan Nasional Kesejahteraan Sosial.

Sarasehan yang diselenggarakan pada tanggal 04 November 2008 ini mengundang 300 peserta terdiri dari kementerian lembaga, perbankan, dunia usaha, dan organisasi sosial seperti Karang Taruna dan Tagana. Tujuan dari acara ini adalah Tersosialisasikannya agenda kegiatan Ditjen Pemberdayaan Sosial pada bulan November-Desember 2008 meliputi Hari Pahlawan (10 November), EAMFF (17 November), dan HKSN (20 Desember). Kemudian kedua adanya saran dan masukan untuk melestarikan nilai-nilai kepahlawanan dan kesetiakawanan dalam keluarga. Sedang ketiga adalah keberlanjutan kegiatan dalam rangka pemaknaan wawasan kebangsaan.

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia, nomor: 82/ HUK/2005 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial” mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pemberdayaan sosial. Sedangkan fungsinya adalah pertama Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemberdayaan sosial, kedua Pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan sosial, ketiga Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pemberdayaan sosial, keempat Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pemberdayaan sosial, kelima Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial menangani Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Ditjen Pemberdayaan Sosial dikoordinasi oleh Sekretariat Ditjen yang mempunyai tugas memberikan pelayanan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal. Direktorat di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial yang menangani PSKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Direktorat Pemberdayaan Keluarga, dan Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Sedangkan direktorat yang menangani PMKS terdiri dari Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, serta Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial.

Saudara-saudara sekalian,
Mengembalikan peran keluarga sebagai subyek pembangunan merupakan kompromi antara peran negara dan keterlibatan masyarakat dewasa ini. Negara dihadapkan pada kenyataan bahwa masyarakat mempunyai aspirasi tersendiri dalam mengembangkan individu dan mencintai bangsa dan negara. Individu-individu penyusun negara dan bangsa semuanya secara serempak berpengaruh secara signifikan. Individu berkumpul dalam keluarga, keluarga membentuk masyarakat, kemudian berjenjang ke tingkat RT, RW, Kelurahan, Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Negara, dan antar Negara.

Makna “Strong family strong nation”, dan ”Keluargaku adalah Martabatkau”, sebuah pesan moral yang sarat dengan makna keniscayaan yang patut menjadi pegangan bagi setiap insan yang mendambakan keharmonisan keluarga. banyak keluarga yang belum menyadari bahwa lingkungan sosial di luar keluarga saling terkait karena keluarga berada di tengah-tengah lingkungan sosialnya yang kemudian berkembang menjadi pemahaman kesejahteraan sosial keluarga dari beragam perspektif seperti persepsi keluarga sebagai penyebab masalah, korban dan sekaligus sumber pemecahan/penanganan masalah keluarga. Strategi penanganan keluarga yang diterapkan adalah melalui pemberian stimulan dengan tujuan untuk meningkatkan usaha pengembangan kemandirian keluarga. Lingkungan sosial keluarga merupakan entry point bagi terbangunnya proses sosial bagi anggota keluarga dalam menjalankan fungsi dan peran sosialnya. Kenyataannya ini perlu dimaknai bahwa menempatkan peran strategis keluarga dalam lingkungan sosial ini merupakan suatu kelaziman untuk mencegah dan mengatasi "ketidakberfungsian sosial " keluarga.
HKSN dari Masa ke Masa
HKSN atau Kari Kesetiakawanan Sosial Nasional sempat terhenti seremonialnya pada era reformasi. Kemudian dihidupkan lagi pada tahun 2006. Pada peringatan HKSN tahun 2006 di Solo Presiden menyatakan bahwa musuh kita yang terkini adalah kemiskinan. Ketika HKSN tahun 2007 di Medan –yang saatnya bertepatan dengan perayaan Idul Adha saat itu- beliau menyatakan bahwa sikap berkorban atau sifat untuk berbagi demi kepentingan bangsa perlu semakin kita kedepankan. Dari kedua acara HKSN tersebut Presiden selalu menekankan mengenai bagaimana kesetiakawanan sosial jangan sekadar menjadi wacana. Masyarakat dan dunia usaha harus mampu mewujudkan kesetiakawanan sosial dalam tindakan nyata agar permasalahan bangsa seperti kemiskinan dan pengangguran cepat teratasi. Presiden sempat mengistilahkan dengan “membangun ekonomi berdasarkan kesetiakawanan sosial”.
Sambutan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada Sarasehan “Hari Pahlawan, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, dan Pemerkayaan Keluarga” pada tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial, Jakarta

Saudara-saudara sekalian,
Kabinet Indonresia Bersatu telah menetapkan triple track untuk mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan, yaitu dengan employment, income, dan growth. Dalam khasanah ekonomika pembangunan, ketiganya merupakan solusi untuk mengantar masyarakat agar bertransformasi struktural. Misalnya pendapat Harrod-Domar yang membahas 2 (dua) tahap perkembangan masyarakat yaitu dari tradisional ke modern (underdevelopment ke developed communities). Chennery yang berpendapat 3 (tiga) tahapan dari pertanian, industri, lalu ke jasa. Kemudian Rostow yang berasumsi 5 (lima) tahapan yaitu tradisional, pra-kondisi lepas landas, lepas landas, tahap konsumsi tinggi, dan masyarakat yang matang.

Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Depsos mengadaptasi hal ini dengan slogan “Kerja Untung Tabung” atau Kutabung. Bahwa bekerja akan mendatangkan keuntungan (profit) yang kemudian disimpan (saving) untuk kehidupan mendatang. Dengan Kutabung akan memunculkan warga yang mandiri, dan pastinya menjadi sejahtera. Hal ini relevan dengan slogan triple track Kabinet Indonesia yaitu employment, income, dan growth. Dengan semangat triple-track tersebut maka Pemerintah mempunyai target untuk mengurangi pengangguran, penanggulangan kemiskinan, dan memacu pertumbuhan.
.....◄Diringkas dari Sambutan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial pada Sarasehan “Hari Pahlawan, Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, dan Pemerkayaan Keluarga” pada tanggal 04 November 2008 di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial, JakartaBaca juga di http://gs-renungan.blogspot.com/2008/08/menyiasati-anggaran-yg-terbatas.html

Tidak ada komentar: