Minggu, 03 Agustus 2008

Pendampingan Usaha Gurem

PADA hari Jumat Legi tanggal 01 Agustus 2008 saya menghadiri acara pelatihan untuk calon Micro Mandiri Manager di training center Bank Mandiri, bertempat di daerah Tanah Abang, Jakarta. Waktu itu kami menyampaikan makalah mengenai “Pendampingan Program Penanggulangan Kemiskinan Berwawasan Kebangsaan”. Saya awali paparan dengan kondisi kemiskinan di Indonesia. Saat ini lebih daripada 43 persen kabupaten/kotamadya atau 190 kabupaten/kotamadya dari 440 kabupaten/ kotamadya di Indonesia masuk dalam kategori daerah tertinggal. Bagian terbesar, sekitar 63 persen, berada di kawasan timur Indonesia, 28 persen di Sumatera, dan 8 persen di Pulau Jawa dan Bali. Itu berarti 67 persen atau 120 kabupaten dari 180 kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia merupakan daerah tertinggal.
Menurut BPS, pada 2007 terdapat 37,17 juta jiwa penduduk miskin atau 16,58 persen penduduk Indonesia. Bila kita taksir ke atas, angka 16,58 persen atau 17% adalah mendekati 20%. Berarti dari 5 orang Indonesia, 1 diantaranya adalah miskin. Lalu bagaimana 4 (empat) orang lain? Mestinya mereka bersama-sama mengentaskan satu orang yang miskin. Selama ini kita kenal “SOS” atau satu orang satu, seandainya satu orang Indonesia membantu satu orang lain –yang notabene miskin- maka selesai sudah kemiskinan di Indonesia. Waktu itu saya mengajak para hadirin untuk memulai dari diri sendiri di forum yang mulia tersebut. Makalah yang saya sampaikan juga berintikan upaya untuk merumuskan peran sebagai maicro mandiri manager untuk berbareng bergerak dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
Akumulasi dana masyarakat yang besar dan terkumpul di bank tidak akan berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan, jika tidak didistribusikan ke sektor riil. Khususnya mendukung usaha gurem dan mikro atau UGM, yang orang sering menyebutnya dengan ekonomi rakyat. Kelompok usia produktif (15-55 tahun) sebagai sasaran utama penanggulangan kemiskinan kemudian berkelompok menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), atau malahan ke level yang lebih rendah, yaitu usaha gurem dan mikro (UGM).
Sebagai usaha gurem mereka memerlukan modal untuk mengembangkan usahanya. Pemerintah melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung menyediakan skema "kredit program" yang lebih bersifat subsidi "dana hibah bergulir" untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bergerak di usaha mikro. Kredit program itu ternyata kurang efektif. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain, pertama, dibutuhkan dana pemerintah yang sangat besar untuk menyediakan subsidi dana hibah bergulir tersebut sehingga setiap tahun akan memberatkan keuangan negara melalui APBN.
Kedua, implementasi kredit program ternyata tidak terlalu berhasil terutama berkaitan dengan tingkat kemacetan kredit dan semakin menipisnya dana hibah bergulir sebagai akibat rendahnya akuntabilitas di tingkat masyarakat (moral hazard) yang disebabkan persepsi yang keliru bahwa dana tersebut milik masyarakat yang tidak perlu dipertanggungjawabkan ke pemerintah. Ketiga, kredit program cenderung tidak mendorong penerapan dan pengembangan sistem dan mekanisme pembiayaan yang benar dan proporsional, yaitu melalui lembaga perbankan/lembaga keuangan bukan bank.
Maka UMKM kita dorong untuk berhubungan dengan perbankan, seperti skema program Kredit Untuk Rakyat yang disosialisasikan gencar saat ini. Upaya pemerintah tersebut semestinya ditindaklanjuti dengan mindset pelayanan dari pihak bank. Selama ini UMKM, terutama usaha mikro, sangat sulit memenuhi kriteria 5-C, yaitu character (moral), condition of economy (produktivitas), capacity to repay (kemampuan membayar), capital (semangat kerja/berusaha), dan collateral (agunan tambahan) yang diterapkan perbankan dalam penyaluran kredit. Selama ini, UMKM, terutama usaha mikro dan bahkan gurem, kesulitan memenuhi kriteria collateral.
Untuk menjembatani kesenjangan persepsi antara pemerintah dengan UMKM dan bahkan dengan bank, beberapa program pemerintah menyediakan para pendamping. Seperti misalnya Penyuluh Pertanian Lapangan, Petugas Lapangan Keluarga Berencana, Pekerja Sosial Kecamatan, dan sebagainya. Pada tahun 2003 Bank Indonesia bersama Komite Penanggulangan Kemiskinan di Kementerian Koordinator Bidang Kesra menginisiasi keberadaan Konsultan Keuangan Mitra Bank atau KKMB. KKMB merupakan pendamping/konsultan untuk menghubungkan UMKM dan bank, UMKM dan pasar, serta exit program. Micro Mandiri Manager dapat berperan sebagai KKMB dalam hal ini. Di Depsos semenjak tahun 2007 diperkenalkan Manager Sosial Kecamatan atau Maskot sebagai up grading terhadap Pekerja Sosial Kecamatan.
Para Pendamping, KKMB, dan MMM perlu menyadari kondisi sosiologis masyarakat miskin. Mereka eksis dalam keberagaman kondisi dan potensi, yang ditandai adanya kesenjangan antarmanusia, antargolongan, dan antarwilayah, maka pemberdayaan masyarakat melalui peran segenap komponen pembangunan melalui pendampingan sangat diperlukan. Maka KUR atau skema kredit lainnya apabila ingin memberdayakan masyarakat miskin secara optimal maka fokusnya adalah sektor pertanian di perdesaan.
Senior kami, Profesor Boediono, sering menyatakan dalam hal ini adalah terfokusnya program ke kantong-kantong kemiskinan atau poverty enclave. Bahkan lanjut beliau keberhasilan demokrasi ditentukan oleh keberadaan kelompok pembaharu. Kelompok inilah yang menjadi ujung tombak dan pengawal proses transformasi. Tanpa kelompok pembaharu, proses transformasi akan berisiko mandek atau keluar dari jalur yang kita inginkan. Kelompok pembaharu ini dapat meliputi unsur-unsur reformis dari kaum pengusaha, intelektual, profesional, birokrat, pemuda, aktivis LSM dan lain-lain, bahkan MMM.
Sekali lagi, Pendamping merupakan bagian dari upaya menanggulangi kemiskinan. Pendamping akan menyemangati masyarakat agar mandiri. Masyarakat miskin tidak boleh terlalu tergantung pada pemerintah. Dia harus diberdayakan, memiliki kemampuan, dan mulai berkenalan dengan pasar. Inti dari penanggulangan kemiskinan adalah penciptaan lapangan kerja yang luas█ PERNAH dimuat di rubrik Renungan pada edisi Agustus dwimingguan kedua, tahun 2008

Tidak ada komentar: