Selasa, 29 Juli 2008

CSR dan Pemberdayaan Sosial

PADA saat tulisan ini disusun, kami di Departemen Sosial tengah mempersiapkan acara Deklarasi Konsorsium Corporate Social Responsibility (CSR) pada tanggal 26 Februari 2008 di Gedung Aneka Bakti, Depsos. Di Depsos tepatnya Ditjen Pemberdayaan Sosial, terdapat Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, yang salahsatu Sub Direktoratnya adalah Kerjasama Kelembagaan dan Dunia Usaha. Para pemangku jabatan di struktur tersebut yang merumuskan bentuk dan fungsi kerjasama dalam rangka optimalitas CSR. Para pembaca yang budiman, salahsatu upaya penanganan kemiskinan melalui peningkatan peran serta masyarakat dan pemanfaatan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang dilaksanakan melalui kegiatan dalam konsepsi penyelenggaraan tanggung jawab sosial dan kerjasama kemitraan dengan Konsorsium CSR ini nanti kita harapkan dapat memfasilitasi dan membuat acuan-acuan dalam rangka pelaksanaaan CSR yang baik.
Bahwasanya telah lama dipahami kerjasama kemitraan yang ideal adalah tripartit antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Dunia usaha sebagai Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial merupakan modal sosial yang strategis dalam proses pembangunan Kesejahteraan Sosial, melalui program Tanggung Jawab Sosialnya atau Corporate Social Responsibility. Kerjasama kemitraan dapat dipandang sebagai mitra yang paling efektif dalam rangka menyelesaikan masalah sosial. Dengan daya dukung/modal yang sangat memadai baik sumber daya manusia, sumber dana, sarana dan prasarana, lingkungan dan modal sosial atau social capital, semua ini dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat, sehingga diharapkan mampu menghadapi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi bangsa ini.
Perkembangan, sebaran dan kompleksitas Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, baik yang bersifat konvensional maupun kontemporer saat ini semakin meningkat, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Kenyataan ini tidak mungkin hanya ditangani oleh pemerintah baik Departemen Sosial maupun Dinas instansi Sosial dan Instansi terkait lainnya, namun diperlukan keikut sertaan seluruh lapisan masyarakat. Oleh sebab itu Kami mengharapkan penyelesaian masalah Sosial tersebut terintegrasi dalam Kebijakan Perusahaan.
Usaha kesejahteraan sosial pada hakekatnya merupakan fungsi pemerintah dan sekaligus fungsi masyarakat. Pemerintah dan masyarakat secara sosial bersama-sama mempunyai kesempatan dan bertanggung jawab terhadap upaya peningkatan taraf kesejahteraan Masyarakat, khususnya bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau mereka yang kurang beruntung. Apabila hal ini dikaitkan dengan strategi pembangunan nasional saat ini, maka masyarakat ditempatkan sebagai strategi utama dalam penyelenggaraan Pembangunan Kesejahteraan Sosial, sedangkan pemerintah sebagai penentu kebijakan.
Sidang pembaca yang berbahagia, mengutip pidato Bapak Menteri Sosial, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka penanganan kemiskinan yaitu, 1) pentingnya persatuan dan kesatuan dilakukan pada setiap aspek kehidupan dalam masyarakat, 2) pendekatan antar kelompok melalui pendekatan multi profesi dan multi stakeholders, 3) kebutuhan adanya Pekerja Sosial yang serba bisa dan mampu bekerja pada berbagai pekerjaan yang berbeda, 4) adanya pemahaman pada budaya masyarakat lokal, 5) adanya prinsip keberlanjutan dan kemandirian.
Jika kita tilik dari data BPS disebutkan bahwa jumlah perusahaan di Indonesia meningkat sebanyak 3,32% per tahunnya sejak tahun 1996-2006 hingga mencapai jumlah sebanyak 22,7 juta. Saya mengutip sekelebat hitungan di sebuah web, jika diasumsikan 22,7 juta perusahaan ini menyisihkan dana sebesar Rp. 5000/ hari maka terkumpul Rp 110 milyar/hari. Jumlah tersebut bila kita bandingkan dengan jumlah subsidi masyarakat miskin maka perusahaan di Indonesia mampu memberikan kontribusi sebesar 31,33%.
Skema program penerapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia selama ini mencakup berbagai sektor yang memberikan kontribusi dalam berbagai bentuk dan kelompok sasaran. Adalah tantangan ketika program-program tersebut dilakukan sebagai komitmen jangka panjang perusahaan dan adanya strukturisasi skema program yang diarahkan untuk mengatasi kelangkaan berbagai faktor penyebab kemiskinan di Indonesia melalui program-program yang memberikan stimulasi bagi masyarakat. Tidak hanya program kemitraan UKM seperti yang di arahkan oleh Kementrian BUMN atau program charity dan filantropy yang menjadi primadona perusahaan Indonesia. Perlu adanya integrasi komitmen perusahaan di Indonesia untuk mengarahkan SCR pada pengentasan kemiskinan sebagai tujuan kolektif yang dapat menjadi keunikan karakteristik tanggung jawab sosial perusahaan di negara ini.
Bila semua perusahaan menjalankan praktek Corporate Social Responsibility dengan baik, sebagian masalah yang membelit bangsa ini akan terselesaikan. Kemiskinan, minimnya pelayanan kesehatan, pendidikan buruk, pengangguran, tak akan dibiarkan bercokol begitu saja. Perusahaan yang berdiri di tengah-tengah masyarakat serba kekurangan itu akan terpanggil untuk membantu menyelesaikannya. CSR, merupakan konsep yang menganjurkan perusahaan tidak semata-mata mencari laba. Mereka diminta untuk memperhatikan semua pihak yang berhubungan dengannya.
“Semua pihak’ di sini adalah para pemangku kepentingan, bukan hanya lingkungan internal seperti karyawannya, melainkan semua yang bisa terpengaruh oleh perilaku perusahaan, di antaranya: pelanggan, pemasok, mitra kerja, organisasi masyarakat, lingkungan, pemerintah.
Penerapan praktik CSR membuat perusahaan harus menghitung dengan cermat segala dampak yang mereka lakukan. Di masa lalu perusahaan sering mengabaikan begitu saja persoalan lingkungan dan masalah kemasyarakatan lainnya, dengan dalih tugas perusahaan adalah mencari laba. Sedang masalah lingkungan menjadi kewajiban pemerintah, yang sudah mendapatkan pajak, royalti, serta setoran lainnya dari berbagai jalur.
Namun, seiring perkembangan pola pikir para ekonom dan usahawan, sikap minimalis seperti itu sekarang tidak populer lagi. Para pengusaha seolah berlomba-lomba bertindak baik melebihi kewajibannya. Perilaku terpuji ini akibatnya positif. Perusahaan mendapat citra bagus, hal yang amat penting dari sisi promosi. Masyarakat juga diuntungkan, karena mereka dibantu untuk menuju derajat hidup lebih tinggi.
CSR memang bukan sekadar charity, aksi welas asih. Di dalamnya juga terdapat kalkulasi bisnis, yang bisa menguntungkan kedua pihak. Kita bisa mengambil contoh pelaksanaan CSR oleh berbagai perusahaan dari kasus banjir di Jakarta, setahun yang lalu –di bulan Februari 2007. Genangan bah melanda permukiman, jalan, industri, perumahan, serta berbagai fasilitas umum. Banjir itu melumpuhkan sebagian besar perekonomian di Jakarta. Industri tutup. Telekomunikasi terganggu. Kehidupan ekonomi terganggu, karena konsumen akhir, yakni rakyat, tengah berduka. Pasokan barang juga tidak berjalan karena jalanan terendam banjir.
Kini pemerintah masih menimbang-nimbang mengenai cara untuk memacu lebih kencang pelaksanaan CSR. Hal itu diperlukan, untuk mendorong agar perusahaan bersama para pemangku kepentingan tumbuh bersama secara berkelanjutan. Karena beban untuk meningkatkan harkat hidup masyarakat bukan hanya terletak di swasta saja atau pemerintah saja. Melainkan pada pundak kita bersama-sama.∆TULISAN ini pernah dimuat sebagai kolom RENUNGAN di majalah Komite edisi Februari akhir, di tahun 2008

Tidak ada komentar: