Rabu, 30 Juli 2008

Di Mana Letak Kebahagiaan

TUHAN semesta alam menciptakan manusia dengan dibekali akal dan budi –yang keduanya merupakan landasan dalam proses bermanusia (human being process). Akal dan budi adalah saling melengkapi dan mengisi serta tak terpisahkan satu sama lain. Jika keduanya terpisahkan maka pasti akan mengakibatkan suatu yang buruk. Untuk itu manusia perlu bersyukur –selalu ingat bahwa akal dan budi itu adalah anugerah Tuhan Yang Mahakuasa, dan bersabar –bahwa akal serta budi akan selalu mendapat tantangan untuk bisa berkembang. Muara dari syukur dan sabar akan mendatangkan kebahagiaan. Pertanyaannya, di mana letak kebahagiaan?
Pada awal bulan Agustus 2006 lalu terselenggara kegiatan inhouse training emotional spiritual quotient bertempat di Gedung Aneka Bakti, Departemen Sosial. Di sela-sela acara tersebut saya berbincang dengan rekan dan sekaligus ‘Guru’ saya, Palgunadi Setiawan, membicarakan apa itu kebahagiaan. Dulu, pak Palgunadi –anggota wali amanat ITB- adalah orang yang menambah khasanah pemikiran saya tentang ‘orang lahir itu kaya’, karena selama ini perspektifnya adalah ‘orang lahir itu miskin’. Mengutip salahsatu surat di Quran dia menyatakan bahwa setiap orang diberi kekayaan berupa iman pada setiap lahirnya. Dunia merupakan ajang ‘bisnis’ manusia dengan Tuhan yang mempertaruhkan iman dan amal shaleh.
Kembali kepada pertanyaan, di mana letak kebahagiaan. Setelah saya renungkan ada 5 (lima) jenis kebahagiaan. Pertama adalah rumah. Rumah sebagai sarana kita singgah, bercengkerama, dan mengembangkan peradaban kepada anak-anak yang nantinya akan memimpin dunia. Tetapi akan seperti mendapatkan musibah –merasa kehilangan kebahagiaan- ketika genting rumah kita bocor. Kita tetap harus sabar, dengan diiringi ikhtiar, karena masih ada kebahagiaan yang tingkatnya lebih tinggi.
Kedua adalah sarana transportasi yang membawa kita ke manamana. Dengan transportasi ini kita akan menjalin networking dan kepercayaan (trust), atau dalam rangka kita menjaga silaturahmi dengan sesama. Namun bagaimana bila ban mobil yang mengantar ke mana kita pergi itu bocor? Hilang bahagia, namun jangan terlalu kecewa, maish ada tingkatan kebahagiaan lain.
Ketiga adalah tetangga. Tetangga yang baik akan membawa hidup kita tenteram, seandainyapun ada persaingan tentunya adalah kompetisi ke arah kebaikan (fastabiqul khairot). Akan tetapi bagaimana bila tetangga itu suka menggunjing. Atau bagaimana bila keberadaan tetangga malah membuat perselisihan yang mengarah kepada kecemburuan (seperti pepatah Barat mengatakan the grass always greener in vence alias rumput tetangga kelihatan lebih hijau). Disinilah pentingnya kita saling ingat mengingatkan yang baik dengan tetangga dalam rangka mempertahankan kebahagiaan.
Keempat adalah sahabat. Sebuah kata bijak menyatakan a friend in need is a friend indeed maka teman sejati akan datang ketika kita membutuhkan (pertolongan). Namun bagaimana apabila sahabat itu berkhianat –kebahagiaan akan serasa benar-benar hilang mengingat dialah orang yang kita percayai. Tentunya kita hanya bisa mengelus dada, istighfar, dan apabila masih diperkenankan untuk tersenyum, kita akan bahagia di sumber kebahagiaan yang kelima berikut.
Ia adalah teman serumah, atau keluarga kita. Istri atau suami dan anak, juga orang tua, adalah muara kepercayaan dari setiap problematika hidup kita. Ketika pulang kerja kita merasa penat dengan tugas-tugas, seakan hilang ketika menemukan canda bersama keluarga. Bahkan beberapa penelitian menyebutkan usia orang akan lebih lama bila dia berumahtangga. Kebahagiaan kelima ini –dengan teman serumah- merupakan jenis yang paling disarankan bila katagori kebahagiaan 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) menemui kendala.
Seandainyapun kebahagiaan dengan teman serumah ini diguncang, kita musti meredamnya dengan kebahagiaan yang ultimate, tidak ternilai, paling pungkasan, paripurna, yaitu kebahagiaan diri sendiri. Kemampuan untuk menghibur pribadi masing-masing, merupakan kekuatan luar biasa untuk menekan semua problematika yang ada. Di mana letak kebahagiaan? Ya, di dalam diri kita sendiri. Dengan niat, patrap, dan tekad, maka semua masalah bukan hanya mitos yang sukar dipecahkan, tetapi etos dari dalam yang akan memecahkannya. Dengan menyelesaikan 1 (satu) permasalahan maka sudah muncul banyak kebahagiaan. Selamat menggayuh kebahagiaan.◄ DIMUAT di rubrik Renungan majalah Komite pada September 2006

1 komentar:

landak mengatakan...

Inspiratif sekali tulisannya...banyak belajar saya dari tulisan ini..Thx Prof.