Rabu, 30 Juli 2008

Pemberdayaan Menuju Keluarga Mandiri

URAIAN dari literatur pemberdayaan masyarakat sering menekankan adanya 2 (dua) faktor utama yang berpengaruh pada proses pemberdayaan, yaitu pertama adalah diri dan kedua adalah lingkungan. Diri dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah mencakup keluarga –yaitu keluarga yang menjadi peserta proses pemberdayaan. Sedangkan lingkungan (external) dalam proses tersebut mencakup pihak-pihak dan kondisi yang berada di luar keluarga atau lingkungan.
Proses pembangunan yang alamiah hanya bisa terjadi jika asumsi-asumsi pembangunan dapat dipenuhi, yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh (full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal productivity, equal access, level playing field), dan masing-masing pelaku bertindak rasional (efficient). Akan tetapi dalam kenyataannya, asumsi-asumsi tersebut sangat sulit untuk dipenuhi. Pasar seringkali tidak mampu memanfaatkan tenaga kerja dan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tidak mampu berada pada kondisi full employment. Kemudian tingkat kemampuan dan produktifitas pelaku ekonomi sangatlah beragam. Kondisi di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa tidak setiap pelaku ekonomi mendasarkan setiap perilaku pasarnya atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan efisien. Dalam kondisi demikian pasar atau ekonom telah terdistrosi. Dalam jangka panjang, hal tersebut akan melahirkan masalah-masalah pembangunan seperti kesenjangan, pengangguran dan akhirnya kemiskinan. Hal tersebut juga akan menjauhkan masyarakat dari kondisi makmur dan sejahtera.
Pencapaian akses yang baik akan menunjukkan kondisi hidup dan kehidupan rumahtangga yang semakin baik, yang selanjutnya akan terlihat pula dalam perbaikan hasil pembangunan yang dilakukan. Keluarga yang menjadi sasaran program pemberdayaan terlibat sebagai peserta dalam pasar (market participant) di dalam interaksi dengan lingkungannya yang secara umum dinyatakan sebagai pelaku usaha (business), baik itu dari kalangan perusahaan maupun juga dari pemerintah.
Pada pasar barang konsumsi maupun pada pasar faktor produksi, keluarga terlibat aktif untuk dapat sama-sama mencapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran di dalam pasar, berdampingan dengan pemerintah dan perusahaan negara maupun swasta. Keterlibatan keluarga memberi pengaruh pada pasar dan pemerintah, yang kemudian keterlibatan tersebut memberi pengaruh balik kepada keluarga berupa pendapatan. Kemudian pendapatan dapat dipergunakan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya baik untuk konsumsi, usaha, maupun untuk menabung, atau bahkan untuk membayar pajak yang menjadi kewajibannya.
Walaupun keluarga tercakup dalam aspek mikro, akan tetapi apa yang dilakukan oleh keluarga mempunyai peranan yang penting bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi di tingkat makro –bahkan di tingkat global atau internasional. Keterlibatan keluarga dalam proses produksi menjadi faktor penting pertama yang melibatkan keluarga ke dalam siklus kegiatan ekonomi yang lebih besar. Seperti juga dapat dilihat dalam skema aliran melingkar rupiah di teks book ekonomi, kemudian dalam skema siklus kegiatan ekonomi keluarga memperoleh manfaat dengan adanya investasi dari lingkungan makro maupun internasional, dan sebaliknya keluarga memberikan sumbangan kepada pihak makro melalui pembayaran pajak dan peningkatan kesejahteraan yang mereka peroleh.
Dalam kaitan dengan perekonomian, keluarga berperan baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen. Proses pemberdayaan keluarga oleh karena itu didasarkan pada peningkatan peran keluarga pada proses-proses perekonomian seperti yang telah di uraikan di atas. Keberdayaan keluarga yang dicapai pada akhirnya akan menimbulkan keberdayaan masyarakat secara lebih luas. Keluarga berdaya adalah keluarga mandiri. Departemen Sosial pernah pada tahun 2002-2003 melaksanakan program KUBE untuk Keluarga Muda Mandiri.
Dari situs BKKBN dan artikel Prof Haryono Suyono kita dapatkan pemahaman bahwa keluarga mandiri diindikasikan adanya usaha ekonomi produktif yang berkelanjutan. Keberadaan keluarga mandiri merupakan lanjutan dari program ”keluarga sejahtera”. Sebuah keluarga pada awalnya akan mendapatkan bimbingan dan memperoleh kredit Kukesra Mandiri yang jenis dan besarnya dana disesuaikan dengan kebutuhan yang lebih riel dan tersedianya dana serta atas alasan manfaat untuk memajukan usaha guna memenuhi permintaan pasar yang meningkat. Dengan program baru ini keluarga yang mempunyai usaha yang berhasil, rajin menabung dalam Takesra, tetap akan dibimbing dalam usaha ekonomi produktif dan diberi kesempatan mengambil kredit dengan jumlah yang lebih besar dengan bunga pasar, yaitu “Kredit Usaha Keluarga Sejahtera Mandiri” atau “Kukesra Mandiri”. Bedanya dengan kredit biasa adalah bahwa mereka yang berhasil akan mendapat dukungan karena pengalamannya yang baik selama mengikuti program Kukesra dan dikenal sebagai nasabah yang rajin. Mereka dikenal sebagai nasabah yang baik karena rajin mencicil pinjamannya dan mempunyai produk atau usahanya berhasil. Mereka akan dibimbing melalui Lembaga Keuangan Mikro (LPM) atau Koperasi atau lembaga profesional lain yang ada di Desa atau di Kecamatannya, sehingga kemampuan pengelolaan usaha dan keuangannya bisa lebih ditingkatkan. Kita mengenal juga Konsultan Keuangan Mitra Bank atau KKMB.
Kondisi berdaya pada keluarga dicapai jika ciri-ciri berdaya dapat dipenuhi, baik dari sisi keluarga penerima program perguliran dana maupun dari sisi pengelola program perguliran dana. Dari berbagai literatur mengenai pemberdayaan keluarga, kondisi berdaya disimpulkan oleh mahasiswa bimbingan kami di program Doktor di Universitas Gunadarma yaitu Dr Budiman, merumuskan ciri-ciri masyarakat berdaya sebagai berikut.

Ciri Masyarakat Berdaya
(1) Ciri berdaya: sustainable (keberlanjutan), (1) Indikasi : accumulation (akumulasi dari yang dilakukan seperti dana)
(2) Ciri berdaya: self-reliance (kemandirian), (2) Indikasi : goals, ultimate (tujuan besar yang akan dicapai)
(3) Ciri berdaya: integrated (terintegrasi), (3) Indikasi: management system
(4) Ciri berdaya: participation (keterlibatan semua pihak), (4) Indikasi: commitmen kesepakatan dari semua pihak terhadap sistem yang akan dilaksanakan dan kesediaan untuk terlibat di dalamnya
Sumber: Budiman (2007)
Dalam literatur lainnya, Yunus (2002) lebih rinci menunjukkan 10 indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran tidak miskin. Uraian ini menunjukkan bahwa ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah terutama pada hal-hal mikro di tingkat keluarga yang menjadi sasaran program, walaupun peranan lingkungan sebagai tempat keluarga tersebut melakukan aktivitasnya juga perlu diperhatikan.◄PERNAH dimuat di rubrik Renungan di majalah Komite pada bulan bulan Maret 2008 dwimingguan kedua

Tidak ada komentar: