Senin, 28 Juli 2008

Aspek Pembangunan Ekonomi dan Kemiskinan

PADA bulan Januari 2005 ini saya diundang oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk membahas kaitan antara pembangunan ekonomi dan kemiskinan. Meski saya berhalangan hadir, tetapi makalah yang telah saya persiapkan tetap dikirim pada acara tersebut. Mengenai tema ”pembangunan ekonomi dan kemiskinan” tentunya kaitannya sangat erat. Namun jangan sampai melupakan satu aspek lagi: pembangunan sosial.
Dalam salah satu buku (Alm) Prof Mubyarto tentang ’Membangun Sistem Ekonomi” diungkap pernyataan ekonomi Bank Dunia yang bernama Nancy Birdsall pada tahun 1993 yang menyatakan ”...investment in people, in human and social development, have among the highest economic returns of all possible spending directed to long term economic development” artinya: pembangunan sosial adalah pembangunan ekonomi. Bahwa ternyata investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan yang biasanya masuk katagori pembangunan sosial, dalam waktu relatif singkat mempunyai dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pada perkembangannya, makna pembangunan dan kemiskinan semakin meluas.
Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2004-2009 pendekatan kemiskinan memakai perspektif hak dasar (right based approach). Pada periode ini upaya komprehensif, yaitu pemaduan antara aspek sosial dengan ekonomi dan politik tampak dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. RPJMN menyebutkan bahwa kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekolompok orang dalam menjalani kehidupan secara martabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik baik bagi perempuan maupun laki-laki.

1. Hakikat Pembangunan
ROH pembangunan adalah penanggulangan kemiskinan, demikian yang pernah dikatakan oleh –misalnya- seorang ekonom Michael P. Todaro dalam bukunya Economic Development (2003, halaman 195 tentang Poverty, Inequality, and Development). Para founding fathers telah sadar mengenai hal itu. Sehingga dalam Pembukaan UUD 1945 termuat tujuan berbangsa bernegara yaitu mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi warganya, dan ikut menjaga ketertiban dunia. Salahsatu bagian dari mewujudkan kesejahteraan umum adalah penanggulangan kemiskinan, selain dari pengurangan kesenjangan, serta penurunan tingkat pengangguran.
Terminologi pembangunan sendiri menurut beberapa kalangan dibagi menjadi pembangunan ekonomi dan sosial. Pembangunan ekonomi dipahami sebagai investasi dalam infrastruktur, pembukaan usaha (perdagangan dan industri), dan perluasan akses pasar. Dapat pula dipahami bahwa pembangunan ekonomi dilakukan melalui pemberdayaan dan pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Keberpihakan tersebut diwujudkan melalui keterlibatan semua unsur masyarakat seperti lembaga keuangan atau perbankan, dunia usaha, LSM, dan juga perguruan tinggi dalam pendampingan kepada masyarakat (KKMB). Keberpihakan ini akan membawa pembangunan berjalan secara mandiri dan berkelanjutan berlandaskan pada mekanisme pasar yang berkeadilan sosial (friendly market mechanism). Sedangkan pembangunan sosial adalah bagaimana pembangunan mampu mewujudkan pelayanan dasar di bidang pendidikan, kesehatan, dan budaya. Pendidikan berupa beasiswa, pendidikan dasar gratis, dan pengalokasikan APBN sebesar 20% kepada pendidikan. Kesehatan adalah penyelenggaraan kesehatan yang bermutu, terjangkau, dan tanpa diskriminasi. Budaya adalah etos kerja masyarakat yang membuat bangsa maju dan mandiri.
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses alamiah (natural) yang berjalan secara berkesinambungan untuk mewujudkan cita-cita bernegara yaitu mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera dan merata. Kata multidimensional disini menandakan pembangunan tidak hanya mencakup aspek ekonomi, namun juga politik dan sosial budaya.

2. Strategi, Kebijakan, dan Program Penanggulangan Kemiskinan
SETIAP perencanaan pembangunan yang diarahkan pada penanggulangan kemiskinan paling tidak harus memuat unsur-unsur pokok sebagai berikut. Pertama, strategi dasar yang merupakan acuan dari seluruh upaya penanggulangan kemiskinan; kedua, kerangka rencana makro yang memuat berbagai besaran sebagai sasaran yang harus dicapai; ketiga, perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama sumber pembiayaan; keempat, kerangka dan perangkat kebijaksanaan berupa program pembangunan yang secara konsisten diarahkan pada penanggulangan kemiskinan.
Dengan berjalannya waktu, masyarakat makin menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang diupayakan melalui berbagai program tidak dapat dengan sendirinya dapat menyelesaikan permasalahan sosial ekonomi yang dihadapi. Diperlukan suatu strategi atau arah baru dari kebijaksanaan pembangunan yang memadukan pertumbuhan dan pemerataan. Strategi itu pada dasarnya mempunyai tiga arah. Pertama, pemihakan dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, pemberian otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan di daerah. Dan ketiga, modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah dari perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
Strategi pembangunan seperti itu perlu dipahami sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya, dan politik masyarakat. Perubahan struktur yang diharapkan adalah proses yang berlangsung secara alamiah yaitu yang menghasilkan akan menikmati. Begitu pula sebaliknya, yang menikmati adalah yang menghasilkan. Proses ini diarahkan agar setiap upaya penanggulangan kemiskinan dapat meningkatkan kapasitas masyarakat (capacity building) melalui penciptaan akumulasi modal yang bersumber dari surplus yang dihasilkan dan pada gilirannya dapat menciptakan pendapatan yang dinikmati oleh rakyat. Proses transformasi harus digerakkan oleh masyarakat sendiri.

3. Penutup
UNTUK mengatasi kemiskinan, kunci utamanya terletak pada masyarakat miskin itu sendiri. Masyarakat harus mandiri dan memahami semangat ”siapa yang menanam, dia akan menuai hasilnya” (Jawa: ”sapa sing nandur bakal ngunduh”). Prinsip tersebut dapat diperluas menjadi ”siapa yang bekerja harus menikmati, siapa yang ingin menikmati harus bekerja”. Bekerja merupakan jawaban untuk penanggulangan kemiskinan.
Namun seringkali karena asumsi-asumsi pasar tidak berlaku (unemployment, unequal productivity, not efficient) maka struktur ekonomi dapat merubah hukum sebab akibat menjadi ”yang menanam tetapi tidak memetik hasilnya”. Disinilah penting dan strategisnya peran intervensi pemerintah sebagai wasit dalam kompetisi antarpelaku ekonomi sehingga pada akhirnya akan terwujud iklim persaingan usaha yang sehat, adil dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Itu adalah pembangunan ekonomi. Dalam konteks pembangunan sosial, pembangunan harus mewujudkan pelayanan dasar di bidang pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Bukankah, social development is economic developmentTulisan ini pernah dimuat di Majalah Komite bulan Februari 2005

Tidak ada komentar: