Senin, 28 Juli 2008

Kepemimpinan

SEJARAH peradaban umat manusia telah menggariskan, bahwa kepemimpinan menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa. Berbagai kemajuan yang dicapai suatu bangsa secara empiris tidak pernah lepas dari peran strategis seorang pemimpin. Lingkungan tempat ia tumbuh menjadi berlangsungnya praktik kepemimpinan yang baik dan efektif. Secara historis, bangsa-bangsa besar di dunia selalu melahirkan dan memiliki pemimpin-pemimpin besar. Bagi Negara dunia ketiga, kepemimpinan diperlukan dalam pembangunan nasional untuk meningkatkan kemampuan masyarakat yang masih tertinggal, miskin, dan tidak berdaya.
Kepemimpinan yang ’ala Indonesia’ selayaknya mengobarkan kembali semangat Bhinneka Tunggal Ika. Upaya mengeksplorasi semboyan luhur bangsa tersebut diharapkan wawasan kebangsaan kita akan dapat tumbuh berkembang lagi di masa depan. Dengan demikian dalam jangka panjang kita tidak saja akan mampu melihat kondisi “keanekaragaman” sebagai realitas dan fakta kehidupan sehari-hari, melainkan pula kita akan dapat menggunakannya sebagai modal yang dapat dikembangkan sebagai potensi dan modal kebangsaan yang sangat berharga.
Selanjutnya, wawasan kebangsaan yang bersifat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu dilengkapi dan dijalankan dengan prinsip Tan Hana Dharma Mangrova, artinya “tidak ada dharma atau pengabdian yang mendua”. Implikasinya, seorang pemimpin diharapkan dapat membawa dan mengarahkan segenap warga bangsa –yang beranekaragam sifat, jenis, asal-usul dan tuntutannya– kepada tercapainya satu tujuan bersama berbangsa dan bernegara, yaitu kemakmuran dan keadilan bangsa bagi seluruh rakyat diatas kepentingan pribadi, kelompok atau golongan.
Prinsip kepemimpinan yang dapat mewujudkan cita-cita kebangsaan tersebut secara kultural harus mampu “memayu hayuning bawono”, artinya harus dapat mewujudkan tumbuhnya peranserta seluruh umat manusia atau seluruh masyarakat yang dipimpinnya. Disamping itu, seorang pemimpin harus senantiasa memberi keteladanan di semua posisi dengan menerapkan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang dikenal sebagai “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Karena hanya dengan memberi teladan, seorang pemimpin dapat melakukan tugas kepemimpinannya dengan baik dan efektif.
Sekali lagi, kepemimpinan adalah kunci bagi keberhasilan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan. Kepemimpinan harus berkarakter. Pemimpinan adalah produk terunggul di lingkungannya, ia adalah individu yang paling berkemampuan di lingkungannya. Teorema Rosabeth Moss Kanter (The World Class: Thriving Locally in The Global Economy, 1996) tentang triple C yang terdiri dari concept, competence, connectedness (atau networking) disingkat dengan KKN. Konsep berarti kemampuan membuat konsep akan masa depan. Kompetensi adalah bekerja relevan dengan ilmu yang dikuasainya. Sedangkan networking adalah kekuatan menjalin jaringan hubungan yang dimiliki. Sehingga penyakit KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) harus dilawan dengan KKN (konsep, kompetensi, networking)!
Kemudian mengenai nilai kepemimpinan. Tugas dari Pemimpin adalah memberikan value atau nilai bagi organisasi yang dipimpinnya. Kepemimpinan adalah melakukan value creation di sepanjang waktu ia memimpin. Warren Bennis –sang guru leadership itu- menekankan bahwa pemimpin bertugas untuk make different. Ia harus membuat organisasi berbeda dengan sebelum ia pimpin namun memberikan hasil yang lebih besar dan efektif
Di kantor yang baru diamanahkan beberapa hari kepada kami untuk memimpin –Ditjen Pemberdayaan Sosial (Depsos)- perihal make different tersebut ditanamkan melalui prinsip 3S dalam bekerja. Ketiga S itu adalah Senyum, Salam, dan Sahabat. Senyum pantas disunggingkan (kalau versi mas Ary Ginanjar adalah 3 cm ke kiri dan 3 cm ke kanan) kepada sesama sebagai hadiah untuk memulai kerja yang bersemangat. Salam –atau lebih tepatnya ’salam ala semut’- berarti menebarkan keselamatan kepada teman-teman agar bersama-sama sukses dalam bekerja. Terakhir adalah sahabat, yang berarti semua partner kerja adalah saudara sehingga paradigma berpikir positif perlu dikedepankan. Dengan senyum dan menebar salam kepada sahabat kita maju bersama!█ TULISAN ini pernah dimuat di rubrik Renungan pada majalah Komite bulan bulan Maret 2006

Tidak ada komentar: