Senin, 28 Juli 2008

PKH dan Mainstreaming Gender

1. Pendahuluan
SEMUA orang normal yang hidup di alam ini pasti ingin sejahtera. Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan cita-cita ideal untuk mencapai sejahtera dalam kerangka berbangsa dan bernegara? Dengan pembangunan, development. Pemerintah Indonesia semenjak kemerdekaan telah selalu dan terus berupaya melakukan pembangunan. Bahkan para Bapak Pendiri Bangsa dalam Pembukaan UUD 1945 menyebut bahwa tujuan berdiri Republik ini adalah untuk: Melindungi segenap warga negara Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan Ikut melaksanakan ketertiban dunia. Selengkapnya adalah sebagai berikut ”.....membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Kesemuanya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Ditilik dari esensi dan muatannya, isi Pembukaan UUD 45 tersebut sangat sempurna pada eranya. Fungsi Negara tersebut tidak jauh berbeda dengan teori kebijakan publik seperti yang dirumuskan Musgrave melalui bukunya Public Finance: Theory and Practice, 1973. Menurut Musgrave fungsi utama pemerintah dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara berkenaan dengan alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi alokasi meliputi aspek pengelolaan alokasi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan publik. Fungsi distribusi meliputi aspek pemerataan di dalam pendapatan dan kekayaan masyarakat. Sedangkan fungsi stabilisasi meliputi aspek-aspek pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter.
Sedangkan di dunia internasional, kesepakatan Millennium Development Goals atau MDGs dideklarasikan pada tahun 2000 yang intinya juga tidak berbeda dengan Pembukaan UUD 45. Dalam deklarasi tersebut, diharapkan seluruh negara anggota PBB, melalui berbagai upaya serius, dapat mengurangi jumlah penduduk miskin dan kekurangan pangan hingga mencapai 50 persen pada tahun 2015.
Nilai dasar 1-2 MDGs yang berbunyi Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, dan Mencapai pendidikan dasar bagi semua, sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang cvrbunyi: mewujudkan kesejahteraan umum dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Nilai dasar ke 3-6: mendorong kesetaraan gender, menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, sesuai dengan pembukaan UUD 45 yang berbunyi melindungi segenap bangsa Indonesia. Sementara nilai dasar ke 7-8 melestarikan lingkungan, mengembangkan kemitraan global, sesuai dengan Pembukaan UUD 45 yang berbunyi ”menjaga dan melaksanakan ketertiban dunia”.
Kepala Negara beserta jajarannya menerjemahkan peran Negara dalam Pembukaan UUD 45 tersebut dalam Visi dan Misi Presiden/ Wakil Presiden. Visi dan Misi tersebut diterjemahkan lebih lanjut dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah untuk skala 5 tahunan dan kemudian Rencana Kerja Pemerintah untuk 1 tahun. Inti dari dokumen Pemerintah tersebut adalah pelaksanaan pembangunan, yang kemudian menjadi panduan bagi segenap komponen bangsa untuk mencapai target-target yang termaktub di dalamnya. Selanjutnya kita mengenal triple track strategy –yang berisi target untuk pengurangan pengangguran, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Turunan dari triple tracks tersebut adalah program-program penanggulangan kemiskinan, yang kali ini –sesuai permintaan Panitia- akan dibahas kaitan antara Program Keluarga Harapan (PKH) dengan keadilan gender. Makalah ini akan berupaya membahas permasalahan tersebut.

1. Realita Pembangunan
DARI bagian di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan permasalahan utama pembangunan. Publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2007 adalah sejumlah 37,17 juta orang atau 16,58% (menurun sebanyak 2,13 juta orang atau 17,75% dari total penduduk). Tentunya hal tersebut mengindikasikan perkembangan pembangunan yang menggembirakan, ditambah lagi dengan selalu meningkatnya Human Development Index (HDI, atau Indeks Pembangunan Manusia) yang pada tahun 2004 menempati urutan ken-108 dari 177 negara.
Dari laporan Human Development Report 2006, didapatkan juga berbagai keberhasilan pembangunan yang menarik. Seperti pada tolok ukur Indikator Kesetaraan Gender, bahwa ternyata Gender-related development index Indonesia menempati urutan 81 dengan nilai 0,704 dari 177 negara. Kemudian usia harapan hidup perempuan Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan kaum lelakinya (69,2 tahun > 65,3 tahun). Beberapa indikator lain memang perlu diperbaiki seperti tingkat melek huruf perempuan sebesar 86,8% yang lebih rendah dibandingkan kaum prianya yang mencapai 94%. Partisipasi sekolah kaum hawa sebesar 67% sedikit lebih rendah dibading lelaki yang sebanyak 70%.
Keterwakilan perempuan Indonesia di aras politik meski masih rendah namun menunjukkan perkembangan yang berarti. Kursi perempuan di parlemen sebanyak 11,3%, kemudian pada tingkat menteri sebanyak 10,8%. Dengan demikian keberadaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan memang perlu mengingat jumlah perempuan yang lebih besar (55%) sementara dari aktivitas ekonomi dan politik baru separuh (50,7%) dari kaum adamnya.
Diperlukan pemberdayaan terhadap kaum perempuan. Proses ‘pemberdayaan’ dalam ekonomi identik dengan perubahan struktural. Dalam teks-teks ekonomi beberapa ahli yang menekankan pentingnya perubahan struktural misalnya Rostow (5 tahap), Chennery (3 tahap), dan Harrod-Domar (2 tahap). Pada pembahasan di sub-bab selanjutnya, Departemen Sosial menganalogikan perubahan struktur ini dengan semangat Kerja-Untung-Tabung.
Ahli lainnya misalnya ekonom-humanis Amartya Kumar Sen menyatakan bahwa pembangunan ekonomi harus diterjemahkan sebagai proses peningkatan derajat kebebasan manusia dalam menentukan pilihannya sendiri dalam pembangunan. Pendapatnya didasarkan atas pengamatan bahwa permasalahan utama dari negara berkembang lebih mengacu pada berkurangnya makna kehidupan, daripada rendahnya penda-patan. Dengan demikian strategi yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah peningkatan "kebebasan" dan "kemampuan" umat manusia untuk memilih dengan nilai dan dasar yang diyakini itu.
Pembangunan dari bawah tidak berarti peran pemerintah hilang, melainkan harus tetap memberikan ruang bagi intervensi dari atas atau pemerintah. Intervensi pemerintah makin dapat dibenarkan apabila kondisi pasar atau ekonomi telah sedemikian terdistorsi, sehingga perbaikan secara alami sulit diharapkan seperti kata Stiglitz (1988).

2. Program-program Pemberdayaan
KEMISKINAN bukanlah karena masalah ekonomi semata namun memiliki dimensi permasalahan mendasar dan menyeluruh termasuk didalamnya dimensi psikologis, dimensi sosial, dan dimensi fisik –kecacatan. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan musuh yang harus dihadapi bersama, yang melibatkan semua pihak dan jajaran karena bukan hanya tanggung jawab Pemerintah –tetapi merupakan tanggung jawab kita bersama seluruh komponen bangsa, termasuk Swasta, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat.
Pemerintah telah merealisasikan pembangunan salahsatunya melalui dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Sejak awal pemerintah telah memulai berbagai program sektoral yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 1974-1988 di sektor pertanian dikenal program Bimas, Inmas, KUK dan transmigrasi, kemudian di sektor perindustrian dengan program padat karya. Selain itu di sektor jasa melalui fasilitasi kredit investasi kecil dan kredit modal kerja permanen, dan di sektor pembangunan daerah melalui berbagai program Inpres termasuk Inpres Desa, Provinsi, Inpres Pembangunan Jalan, dan Inpres Irigasi.
Tahun 1988-1998 program Pemerintah terus dimantapkan dengan pengembangan Kawasan Terpadu melalui Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT) dan berbagai program ad-hoc penanggulangan kemiskinan pasca krisis (misalnya Padat Karya, dan Program Dalam rangka Menanggulangi Dampak Krisis Ekonomi /PDMDKE).
Pada tahun 1998-2006, upaya menghadapi krisis masih berlanjut dengan program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat di berbagai sektor, meliputi: Program Pengembangan Kecamatan atau PPK, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan atau P2KP, P2MPD, WSSLIC, KPEL dan Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Sejalan dengan pemahaman terhadap permasalahan yang dihadapi dan sesuai aspirasi masyarakat maka program penanggulangan kemiskinan terus dimantapkan. Mulai tahun anggaran 2007 program penanggulangan kemiskinan dikonsolidasikan ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Sedangkan perbaikan terhadap program Bantuan Langsung Tunai (BLT) diupayakan pada tahun ini melalui Program Keluarga Harapan (PKH).
Dalam rangka mendukung PNPM, Departemen Sosial pada tahun ini menyelenggarakan program Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial (BLPS) yang ditujukan langsung pada fakir miskin usia produktif. BLPS akan memberdayakan masyarakat miskin yang berkelompok membentuk KUBE (Kelompok Usaha Bersama), yang dialokasikan kepada 99 Kabupaten. Dari 99 Kabupaten itu dipilih masing-masing Kabupaten minimal 2 Kecamatan. Dari masing-masing Kecamatan dipilih 5 Desa, dan dalam satu desa dipilih minimal 2 KUBE atau Kelompok Usaha Bersama.
Upaya Departemen Sosial tersebut diharapkan mendukung Rencana Kerja Pemerintah untuk 2008 nanti. Kita harapkan pada tahun 2008, penciptaan lapangan kerja baru sebesar 2,3 juta orang, investasi meningkat sebesar 15,4%, industri pengolahan non-migas tumbuh sebesar 11%, devisa dari sektor pariwisata meningkat sebesar 15% dibandingkan tahun 2007, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 6,6%.
Dalam BLPS dikenal pendamping yang terdiri dari Karang Taruna, Pekerja Sosial Masyarakat, dan Organisasi Sosial. Mereka akan dilatih dan didik untuk menjadi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). KKMB adalah menjembatani hubungan antara perbankan dengan UMKM, yang berarti pula melakukan pendampingan kepada UMKM untuk seluruh aspek kelayakan usaha terutama aspek perbankan dan keuangan yaitu agar KKMB membantu mengemas potensi UMKM menjadi lebih layak dibiayai bank menjadi feasible, bankable, dan possible. Dengan menjadi pendamping bagi masyarakat miskin yang tergabung dalam kelompok usaha mikro dan kecil maka mereka akan menjadi bagian kaum pembaharu. Kaum yang membawa pencerahan untuk membawa transformasi bangsa dalam mengurangi kemiskinan.
PKH sendiri merupakan bentuk dari conditional cash transfer (CCT) atau bantuan tunai bersyarat (BTB) –menggantikan bantuan langsung tunai (BLT) yang diselenggarakan sejak tahun 1995. Program ini ditujukan untuk meningkatkan akses anakn usia sekolah yang masih berada di luar sistem sekolah, sehingga meningkatkan tingkat melek huruf dan partisipasi sekolah. PKH memiliki tenaga pendamping lokal sebanyak 1300 orang, dengan target 7 provinsi, 48 kabupaten, 348 kecamatan, 500.00 KK dengan dana bantuan berkisar Rp 600.000,00 sampai Rp 2 juta per KK. Dengan demikian anggaran yang terserap untuk program ini sebesar Rp 1 triliun. Ditargetkan pada tahun 2008 sebanyak 1,5 juta KK sangat miskin menjadi targetnya.

3. Peran Departemen Sosial
SAAT ini kita menghadapi daerah yang lebih dari 43 persen kabupaten/kota atau 190 kabupaten/kota dari 440 kabupaten/ kota di Indonesia masuk dalam kategori daerah tertinggal. Sebagian besar, sekitar 63 persen, di antaranya ada di kawasan timur Indonesia, sebanyak 28 persen di Sumatera, dan hanya 8 persen yang berada di Pulau Jawa dan Bali. Itu berarti 67 persen atau 120 kabupaten dari 180 kabupaten/kota di kawasan timur Indonesia adalah daerah tertinggal.
Penanggulangan kemiskinan di era global ditenggarai keberadaan komitmen bersama seluruh dunia untuk mengatasinya. Kondisi kemiskinan membuat daya saing nasional Indonesia melemah terhadap dunia internasional. Daya saing Indonesia yang melemah mengakibatkan turunnya citra bangsa. Oleh karenya pembangunan sebagai upaya untuk penanggulangan kemiskinan harus mampu mengangkat harkat martabat bangsa.
Indonesia telah memulai upaya menurunkan kemiskinan semenjak tahun 70-an melalui kebijakan pembangunan reguler sektoral dan regional. Namun hingga saat ini ternyata belum mampu menurunkan jumlah penduduk miskin secara signifikan. Sepertinya kita perlu memulai sesuatu yang baru sehingga semakin mempercepat upaya pengurangan penduduk miskin. Barangkali kita memerlukan upaya reinventing terhadap pembangunan –lebih tepatnya reinventing pembangunan kesejahteraan sosial. Di Departemen Sosial terdapat 5 (lima) arah Reinventing dalam hal kelembagaan dan program dalam kerangka pembangunan kesejahteraan sosial seperti yang telah dinyatakan oleh Menteri Sosial pada bulan Februari 2006, yaitu: pertama Reorientasi, kedua Restrukturisasi, ketiga Aliansi, keempat Implementasi, dan kelima Monitoring-Evaluasi.
Kelima strategi tersebut berusaha diwujudkan oleh jajaran Depsos –baik di tingkat Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, dan 3 (tiga) Direktorat Jenderal serta Badan Pendidikan dan Penelitian. Ketiga direktorat mewakili upaya dalam penanggulangan kemiskinan –yakni mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penambahan produktifitas.
Kedua upaya di atas diarahkan kepada kelompok sasaran 15-60 tahun dengan meningkatkan produktifitas masyarakat terutama ditujukan kepada kelompok miskin usia produktif (15-60 tahun) sebagai tugas Ditjen Pemberdayaan Sosial. Sedangkan pengurangan beban pengeluaran ditujukan kepada usia belum-produktif (di bawah 15 tahun) sebagai tugas Ditjen Pelayanan Rehabilitasi Sosial, dan pasca-produktif (di atas 60 tahun) sebagai tugas Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial. Diperlukan aliansi untuk meningkatkan koordinasi, kolaborasi dan jejaring kerja di intern Depsos. Dalam hal ini Ditjen Pemberdayaan Sosial, Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial serta Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial bertindak sebagai ujung tombaknya. Difasilitasi oleh Sekretariat Jenderal serta diawasi kinerja dan akuntablitasnya oleh Inspektorat Jenderal. Kemudian dievaluasi, dinilai dampaknya serta dimonitor keberhasilan kinerjanya oleh Badan Pendidikan dan Penelitian, yang mendapatkan saran masukan dari Staf Ahli.
Sedangkan Pemberdayaan Sosial meliputi pemberdayaan fakir miskin, pemberdayaan keluarga, pemberdayaan kelembagaan sosial masyarakat, pemberdayaan komunitas adat terpencil, serta program kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial.
Pemberdayaan dapat dilakukan dengan menggali kemampuan sasaran pelayanan, mendayagunakan potensi dan sumber yang tersedia di masyarakat dengan memberikan pelatihan ketrampilan, pendampingan dan bimbingan sosial serta pengembangan usaha ekonomi produktif dan usaha kesejahteraan sosial. Semakin lama semakin disadari bahwa program penanggulangan kemiskinan tidak boleh hanya charity semata, namun selanjutnya harus diikuti dengan langkah pemberdayaan dalam penanganan kemiskinan guna memperkuat keberfungsian sosial seseorang. Disini kami menekankan bahwa ‘dari belas kasihan menjadi kasih sayang’.
Slogan yang ditekankan dalam aspek pemberdayaan sosial adalah “Kerja Untung Tabung” atau Kutabung. Bahwa bekerja akan mendatangkan keuntungan (profit) yang kemudian disimpan (saving) untuk kehidupan mendatang. Dengan Kutabung akan memunculkan warga yang mandiri. Hal ini relevan dengan slogan triple track Kabinet Indonesia yaitu employment, income, dan growth. Dengan semangat triple-track tersebut maka Pemerintah mempunyai target untuk mengurangi pengangguran, penanggulangan kemiskinan, dan memacu pertumbuhan.

4. Penutup
RASANYA akan terlalu ambisius dan berlebihan kalau menyatakan bahwa PKH bertujuan utama pada keadilan gender. Tetapi setidaknya dapat dilihat aura pemberdayaan pada perempuan yang berimbas pada kesetaraan gender di program tersebut. PKH merupakan perbaikan dari program Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan relatif PKH lebih berperspektif gender dibandingkan BLT. PKH memiliki syarat bahwa kelompok sasaran berupa rumah tangga miskin (RTM) mempunyai anak usia sekolah, bukan hanya individu yang berdiri sendiri dan dikelompokkan dalam usia produktif.
Dalam skema yang lebih besar, PKH merupakan bagian integratif dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau disingkat PNPM. Dalam PNPM kita mengenal PPK dan P2KP yang sasarannya adalah poorest of the poor. Kemudian kita kenal juga Bantuan Langsung Pemberdayaan Sosial atau BLPS yang sasarannya adalah economically active poor atau miskin produktif. Selayaknyalah kita menempatkan makna keadilan gender dalam perspektif yang lebih luas: program pemberdayaan masyarakat. Kita sangat berharap pada peran pendamping –yang di dalam program BLPS disebut dengan Manager Sosial Kecamatan atau Maskot- untuk menyuarakan aspek keadilan dan kesetaraan. Pelatihan bagi para pendamping menyangkut pula aspek emotional spiritual quotient sehingga hakekat kemanusiaan tidak dilupakan. “Surga ada ditelapak kaki ibu” merupakan salahsatu semboyan yang ditekankan pada para pendamping tersebut. Mereka mempunyai tugas untuk ‘mengingatkan’, ya kita hanya mengingatkan, karena masyarakat miskinlah pelaku utama pemberdayaan sosial.
Sehingga logika antara masyarakat miskin sebagai individu dalam berbangsa dan bernegara adalah bukan Negara yang membentuk individu tetapi sebaliknya individu-individulah yang membentuk Negara. Negara dibentuk oleh keinginan warga-warga yang mandiri, bukan negara yang menghasilkan warga negara –tetapi sebaliknya. Urutannya adalah sebagai berikut: pribadi-pribadi miskin nantinya terentaskan dan menjadi mandiri, maka akan muncul kebutuhan untuk membentuk jaringan organisasi sosial, untuk memfasilitasi dan menjaga harmonisasi kebutuhan produksi dan konsumsi banyak orang. Dalam aras kebutuhan ekonomi, terbentuk organisasi yang bernama koperasi. Sedangkan urusan sosial, maka mereka akan membentuk kerukunan dari rukun tetangga, rukun warga, desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga negara.◄ MAKALAH ini pernah disampaikan pada acara pada “Temu Nasional Prestasi Perempuan Indonesia” di Jakarta pada tanggal 30 Juli 2007 dengan judul "Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Pengembangan “Program Keluarga Harapan”"

Tidak ada komentar: